"Lho, kok ke hotel? Kamu mau apa ke hotel?" tanya Queenza.
Dimas tersenyum lalu membawa tangan Queenza dan menggenggam ya."Biasanya kalau ke hotel kita mau ngapain?" goda Dimas, ia menatap Queenza dengan alisnya yang dinaik turun dan tersenyum jahil. "Kamu jangan macam-macam ya Mas, kamu kan sudah janji kalau yang tadi itu adalah yang terakhir," ucap Queenza dengan panik. Ia melepaskan genggaman tangan Dimas."Kok macam-macam? Emangnya kamu mikirin apa? Ah, atau jangan-jangan. Kamu kali ya yang mau lagi? Orang kita mau ke hotel itu buat ambil bajuku yang masih ada di sana," jawab Dimas yang sukses membuat Queenza malu.Wajah Queenza memerah. Ia sangat malu karena sudah berpikiran yang macam-macam pada Dimas.Dimas tersenyum dan mendekat pada Queenza, ia membawa Queenza dalam dekapannya dan memeluk Queenza dengan erat. Dimas beberapa kali mengecup puncak kepala Queenza dan menghirup dalam-dalam aroma shampo Queenza dengan mata yang terpejam.Queenza mem"Akhirnya beres juga," seru Queenza saat ia sudah selesai membereskan barang Dimas yang berserakan dan mengemas pakaian Dimas ke dalam koper. Ia lalu menoleh ke arah ranjang yang di mana Dimas tengah berbaring.Queenza berjalan mendekat pada Dimas yang terlihat memejamkan matanya."Aku tau kok kalau aku itu ganteng," ucap Dimas masih dengan memejankan matanya. Queenza terjengkit kaget dan segera mamalingkan wajahnya ke arah lain. Dimas membuka matanya dan segera bangun dari baringnya. Ia menatap Queenza dengan tatapan mata penuh cinta. "Sini." Dimas melambaikan tangannya.Queenza menggelengkan kepala dan berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu mau ke mana?" tanya Dimas yang heran melihat Queenza melangkah pergi."Ke pasar," sahut Queenza dengan acuh."Tapi itu kamar mandi, bukan pintu keluar," ucap Dimas."Udah tau kamar mandi, pake nanya lagi." Setelah sampai di depan pintu kamar mandi Queenza segera membuka pintu itu dan menutupnya dengan cukup k
"Niki," ucap Dimas yang terkejut saat tangannya digenggam Niki.Niki menatap tajam Dimas dan hendak berbicara. Tapi urung, saat bu Halimah memanggilnya. Niki pun melepaskan tangannya yang menggengam tangan Dimas dan mendekat pada bu Halimah.Queenza menoleh sekilas pada Niki dan Dimas lalu mengalihkan kembali pandangannya pada masakannya yang hampir matang."Queen, mau aku bantu gak?" tanya Niki saat ia sudah dekat dengan Queenza dan bu Halimah."Gak usah, udah beres kok," sahut Queenza sambil menuangkan masakannya pada wadah. Ia lalu menyajikan makanan yang sudah ia masak ke atas meja. Saat ia melewati Dimas, ia tak menoleh ataupun melirik pada Dimas. Ia melewati Dimas begitu saja.Niki yang melihat itu mengerutkan keningnya. Ia terus memperhatikan Dimas dan Queenza.Dimas menatap Queenza dengan sendu. Ia pun sekarang tak bisa berbuat apa-apa dan harus menepati janjinya untuk menjauh dari Queenza sampai ia berhasil menjalankan rencananya.Setelah Queenza menata makanannya di meja ia t
"Ja-jadi kamu sudah tau?" ucap Queenza dengan terbata. Ia syok bukan main saat mendengar ucapan Niki.Niki menganggukan kepalanya dan membawa tangan Queenza ke taman depan.Queenza yang masih terkejut hanya pasrah dengan apa yang akan dilakukan Niki padanya. Ia terima jika Niki marah padanya dan membencinya.Setelah mereka sudah tiba di taman, Niki membawa Queenza duduk di kursi yang ada di taman. Mereka tak saling bicara dan hanya terdiam untuk beberapa saat sampai Queenza yang merasa tak nyaman dengan keadaan ini pun memulai percakapan mereka."Sejak kapan?" tanya Queenza.Niki menoleh ke arah Queenza dengan wajah yang bingung."Sejak kapan kamu tau?" Lanjut Queenza tanpa melihat ke arah Niki."Dari awal kita ketemu," jawab Niki.Sekarang Queenza menoleh ke arah Niki. Ia menatap Niki tak percaya."Kamu tau dari awal? Tapi kamu diam saja? Malah kamu bersikap biasa saja sama aku? Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Nik? Kenapa kamu diam aja? Kenapa kamu gak marah sama aku, dan malah me
Tangan Queenza bergetar hebat saat melihat semua foto yang ada di tangannya. Ia menatap pada Ervan yang kini tengah menatapnya sangat tajam."Ma-Mas, a-aku bisa jelasin," ucap Queenza dengan terbata. Ia bingung harus menjelaskan apa pada suaminya itu, sedangkan semua foto yang ada di tangannya itu adalah fakta yang sesungguhnya jika ia sudah bermain gila bersama Dimas.PLAKK!Ervan menampar keras pipi Queenza sampai Queenza terhuyung dan jatuh ke lantai. Ervan dengan cepat mendekat dan berjongkok di depan Queenza, ia mencengkram kuat wajah Queenza."Aku sangat tidak menyangka, jika wanita yang aku pikir baik dan setia ternyata pengkhianat juga. Apa jangan-jangan, bayi yang ada di dalam perutmu itu hasil dari hubungan gelapmu sama si brengsek Dimas." Ervan menatap sinis pada perut buncit Queenza.Queenza yang menyadari tatapan Ervan segera memundurkan tubuh ya agar menjauh dari Ervan.Namun, Ervan semakin mencengkram kuat wajah Queenza dengan seringai tersungging di bibirnya. Queenza m
Queenza panik saat melihat darah yang mengalir di pangkal pahanya. Ia memengangi perutnya yang masih terasa sakit. "Ya Tuhan. Jangan sampai terjadi sesuatu pada anakku," gumam Queenza, ia lalu mengusap perutnya dengan lembut. "Sayang. Kamu harus kuat ya, tunggu sebentar. Mama akan cari cara agar kita bisa keluar dari rumah ini," ucapnya pada sang anak yang ada di dalam kandungannya.Queenza bangkit dari duduknya dan mencoba berjalan dengan perlahan untuk mencari kunci cadangan. Ia mengobrak-abrik seisi kamar itu untuk mencari kunci cadangan. Tapi, setelah lama ia mencari tak kunjung juga ia menemukan kunci itu. "Aahh!" rintih Queenza saat merasakan sakit lagi di perutnya. "Bertahan ya sayang. Mama yakin, kita pasti bisa keluar dari sini." Queenza berjalan dengan langkah yang terseok-seok. Seketika ia teringat akan kunci cadangan yang pernah ia sembunyikan di kolong nakas. Ia bergegas ke arah nakas dan merogoh kolong nakas itu dan akhirnya ia pun menemukan kunci itu."Terima kasih Tuh
"Kyaa," jerit Queenza saat ia melihat mobil yang melaju kencang ke arahnya.Beruntung sang pengendara mobil dengan sigap mengerem mobilnya tepat waktu hingga tak sampai menimbulkan kecelakaan.Queenza yang terkejut meluruhkan tubuhnya ke aspal karena seluruh tenaganya sudah terkuras dan ia pun sudah tak bisa lagi menahan rasa sakit yang sejak tadi ia tahan.Pengendara mobil yang juga terkejut segera keluar dari dalam mobilnya dan bergegas menghampiri Queenza."Mbak, kamu gak apa-apa kan?" tanya orang itu saat sudah dekat dengan Queenza. Ia lalu melihat sekeliling yang terlihat sepi. Dia pun mencoba menggoyangkan tubuh Queenza yang terkapar di jalan itu, dan saat ia membalikan tibuh Queenza. Betapa terkejutnya orang itu. "Queen, ini beneran kamu kan?" ucapnya sambil membawa Queenza ke dalam pangkuannya, ia mencoba menyadarkan Queenza yang sudah tak sadarkan diri. "Queen bangun. Apa yang sudah terjadi sama kamu, kenapa kamu sampai seperti ini." Tanpa sengaja tatap
Semua orang menatap Niki. Bu Halimah yang mendengarnya terlihat sangat syok. Ada apa ini sebenarnya. Kenapa anak dan calon mantunya ingin membatalkan pernikahan ini. Apa mereka berdua sudah besekongkol untuk membuatnya jantungan karena syok. Pikirnya."Maafkan aku Om, Tante. Aku sebenarnya ingin memberitahuhan ini dari beberapa waktu yang lalu, hanya saja waktunya selalu tidak tepat. Dan hari ini waktu yang tepat untuk aku berbicara," ucap Niki dengan suara yang bergetar. Tangannya meremas gaun yang ia kenakan."Kenapa?" tanya bu Halimah sambil menatap kecewa pada Niki."Aku ... aku mencintai pria lain," dusta Niki. Hatinya teramat sakit saat ia mengatakan itu. Tapi, ia tak ingin lebih dipermalukan dengan mendengar pembatalan dari pihak Dimas. Jadi ia berpikir lebih baik dia yang membatalkan pernikahan ini dibanding dia yang ditolak. Bu Halimah menangis lalu pingsan karena tak siap dengan apa yang tengah ia hadapi saat ini. Semua orang terkejut dan mendekat pada bu Halimah. Pak Pra
Dimas bangkit dari duduknya saat mendengar suara mobil yang datang. Dengan cepat ia berlari ke arah luar. Ia menatap tajam orang yang baru saja keluar dari mobil itu.Ervan yang baru tiba pun terkejut saat melihat Dimas yang kini berada di depannya, dengan cepat ia berjalan dan melayangkan tinjunya pada Dimas. Karena amarah yang sudah membuncah di dalam hatinya.Dimas yang tak mau kalah pun membalas memukuli Ervan. Kini mereka saling baku hantam.Alvin dan pak Asep mencoba melerai mereka berdua yang sudah sama-sama babak belur."Brengsek lo, bajingan. Bisa-bisanya lo main gila sama bini gue," teriak Ervan."Lo yang lebih brengsek, gak bisa jaga bini lo dan malah menyia-nyiakannya. Jangan salahkan gue embat bini lo, karena semua berawal dari lo yang gak becus jaga bini lo, jadi wajar kalau bini lo cari kenyamanan sama gue yang memberikannya perhatian lebih," ucap Dimas dengan ponggah."Bangsat lo." Ervan hendak memukul Dimas kembali. Namun, ia tak bisa be
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan