Dimas bangkit dari duduknya saat mendengar suara mobil yang datang. Dengan cepat ia berlari ke arah luar. Ia menatap tajam orang yang baru saja keluar dari mobil itu.Ervan yang baru tiba pun terkejut saat melihat Dimas yang kini berada di depannya, dengan cepat ia berjalan dan melayangkan tinjunya pada Dimas. Karena amarah yang sudah membuncah di dalam hatinya.Dimas yang tak mau kalah pun membalas memukuli Ervan. Kini mereka saling baku hantam.Alvin dan pak Asep mencoba melerai mereka berdua yang sudah sama-sama babak belur."Brengsek lo, bajingan. Bisa-bisanya lo main gila sama bini gue," teriak Ervan."Lo yang lebih brengsek, gak bisa jaga bini lo dan malah menyia-nyiakannya. Jangan salahkan gue embat bini lo, karena semua berawal dari lo yang gak becus jaga bini lo, jadi wajar kalau bini lo cari kenyamanan sama gue yang memberikannya perhatian lebih," ucap Dimas dengan ponggah."Bangsat lo." Ervan hendak memukul Dimas kembali. Namun, ia tak bisa be
Orang yang menolong Queenza berdiri di depan ruangan ICU di mana Queenza yang tengah berbaring di dalam sana. Ia menatap Queenza dengan sendu lewat kaca."Queen, apa yang sudah terjadi padamu? Kenapa kamu sampai seperti ini? Bertahanlah! Aku janji akan membantumu dan siap menjadi tamengmu asal kamu bangun Queen" ucap orang itu dengan lirih. Queenza dinyatakan koma setelah menjalankan oprasi. Dan orang yang membantu Queenza selalu setia menemani Queenza.Queenza terlihat mengerjap-ngerjapkan matanya. Orang yang sudah menolong Queenza tersenyum dan segera memanggil dokter.Setelah Queenza diperiksa, orang itu mendekat pasa dokter yang sudah memeriksa Queenza."Bagaimana Dok keadaan adik saya?" tanyanya pada sang dokter."Bersyukur adik Anda sudah melewati masa kritisnya, dan sebentar lagi bisa dipindahkan ke ruang perawatan" jawab dokter itu sambil tersenyum."Syukurlah. Terima kasih banyak Dok," ucapnya lagi sambil tersenyum penuh kelegaan. "Sama-sama, itu sudah tugas dan kewajiban s
Queenza terbangun dari tidurnya dan terkejut saat tangan sebelah kirinya digenggam erat oleh Abi, ia perlahan mencoba melepaskan genggaman itu dan beringsut turun dari ranjang."Kamu sudah bangun," ucap Abi membuat Queenza tersentakQueenza menghentikan gerakannya yang mau turun dari ranjang.Abi bangun dari duduknya dan mendekat pada Queenza, ia lalu membantu Queenza turun dari ranjang."Kamu mau ke mana?" tanya Abi sambil membawa tangan Queenza."Aku mau ke kamar mandi." Queenza melepaskan tangan Abi yang memegang tangannya. "Aku bisa sendiri," ucapnya sambil mencoba berdiri. Namun, rasa nyeri di perutnya membuat Queenza kembali duduk di atas ranjang.Abi tersenyum tipis saat melihat Queenzq yang urung untuk berdiri, ia pun masih setia berdiri di depan Queenza.Queenzq hanya diam dan tak berani meminta bantuan pada Abi. Tapi, semakin lama ia semakin tak bisa menahan rasa ingin buang air kecilnya itu. Ia pun mendongakkan kepalanya dan menatap Abi dengan wajah yang memelas.Abi terseny
Queenza dan Abi menoleh bersamaan saat melihat seseorang membuka pintu dan masuk ke dalam ruang rawat Queenza.Abi dengan cepat berdiri dan menghalangi Queenza dengan tubuhnya agar tak terlihat orang yang baru saja masuk itu. Ia menatap curiga orang tersebut."Kamu siapa?" tanya Abi dengan waspada."Ah, maaf. Sepertinya saya salah masuk ruangan," ucap orang yang tadi membuka pintu dan masuk begitu saja ke ruangan.Abi tak langsung percaya, dia terus menatap curiga orang itu."Maaf Pak, saya masuk ke ruangan yang salah. Saya kira ini ruangan teman saya," ucap orang tersebut, setelah meminta maaf dia pun pergi dari ruangan itu.Abi kembali duduk di kursi sambil menghela napas panjang. Ia kira yang barusan masuk itu yang mengincar Queenza, iq pun menatap Queenza yang sedang menatapnya."Kamu kenapa tadi tegang begitu Mas?" tanya Queenza sambil tersenyum."Aku kira, tadi itu orang yang cari kamu," jawab Abi jujur.Queenza tersenyum."Aku gak kenal
Dimas tengah termanung sendiri di atas balkon kamarnya sambil menatap langit yang gelap dan berawan."Kamu di mana Queen? Aku harap kamu baik-baik saja dan tidak terjadi sesuatu sama kamu," gumam Dimas dengan lirih.Dimas tak berhasil menemuka Queenza, Dimas juga sudah menyuruh semua anak buahnya untuk mencari di seluruh kota dan luar kota. Namun, Dimas tak juga menemukan Queenza bahkan jejaknya saja tak ada. Dan Dimas sudah sangat frustrasi."Ya Tuhan, tolong lindungi di mana pun Queenza berada. Jangan sampai dia kenapa-napa Tuhan. Aku harap bisa secepatnya menemukannya dan aku akan meminta maaf karena sudah terlambat menjemputnya," ucapnya sambil mendongakkan kepalanya. Air matanya jatuh saat membayangkan wajah Queenza yang terus saja berputar di kepalanya.Lamunan Dimas buyar saat seseorang menepuk bahunya. Dan spontan ia menoleh ke arah belakang."Ibu," ucap Dimas dengan nada yang penuh kecewa. Entah kenapa setiap kali ada yang menepuk pundaknya, ia selalu berharap jika itu Queenza
Queenza menatap sedih Abi, ia tidak menyangka jika Abi akan meninggalkannya sendiri di sini. Bahkan bukan hanya sehari dua hari. Tapi, berbulan-bulan lamanya. Ia sungguh takut untuk hidup sendiri di kota ini. Ia takut jika Ervan menemukannya dan akan berbuat sesuatu pada ibu dan juga adiknya. Queenza membelalakan matanya saat teringat dengan ibu dan adiknya. Ia kenapa tidak memikirkan nasib aang ibu dan juga adiknya itu. Kenapa ia bisa seegois ini."Bu-bukan gitu Queen! Emm ... sebenarnya, aku mau ajak kamu ke luar kota juga dan mana mungkin aku tega meninggalkan kamu sendiri di sini. Tapi, melihat kondisi kamu yang seperti ini." Abi melihat Queenza dari atas sampai bawah lalu kembaki melanjutkan ucapannya. "kamu gak mungkin bisa dibawa keluar kota."Queenza dengan cepat menghapus air matanya yang tadi sempat jatuh di pipinya lalu tersenyum lebar, ia pikir Abi akan meninggalkannya sendiri di kota ini."Aku gak apa-apa kok Mas, aku pasti kuat," sahut Queenza dengan antusias.Abi mengge
"Ah ... maaf ya Bang kalau aku ngelunjak. Masih untung Abang mau bantu aku. Eh, aku malah minta lebih," ucap Queenza dengan nada yang bergetar.Abi yang melihat itu sontak terkejut."Queen, bukan itu maksudku. Aku tadi belum selesai bicaranya. Aku mau bilang kalau aku gak bisa pertemukan kamu sama ibu dan adik kamu, karena aku gak tau mereka ada di mana. Aku sudah pergi ke rumah ibu kamu sebelum kamu meminta. Tapi, sayangnya di rumah ibu kamu itu gak ada siapa-siapa. Aku ke rumah ibu kamu disaat kamu masih koma. Soalnya aku ingin kamu ketemu sama keluarga kamu. Dan niatku itu ingin membawa keluarga kamu dari sini. Tapi, ya itu. Ibu dan adik kamu gak ada, aku juga gak tau mereka ke mana. Karena tetangga pun gak ada yang tau mereka ke mana," ucap Abi panjang lebar.Queenza terkejut mendengar penuturan Abi. Ia sungguh syok mendengar apa yang Abi ucapkan."Ma-maksud kamu apa Bang? I-ibu sama adikku gak ada? Ke mana?" Suara Queenza bergetar. Air matanya turun tanpa diminta. Ia sangat yakin
Satu Tahun telah berlalu.Queenza menikmati kehidupannya yang baru itu dengan penuh suka cita. Kini ia tengah melayani pelanggan yang datang ke tokonya. Queenza diberi kepercayaan oleh Abi untuk mengelola toko kue milik Abi. Dan dengan senang hati Queenza menerima tawaran itu. Karena ia pun tak ingin terus larut dalam kesedihannya."Queen, gimana hari ini? Kamu happy?" tanya Abi."Happy dong Bang," sahut Queenza dengan ceria.Abi memang selalu menanyakan perasaan Queenza seperti itu setiap kali mereka bertemu."Abang sendiri gimana hari ini? Happy?" tanya Queenza."Emm, abang agak bad mood," keluh Abi.Queenza yang tadinya berdiri di balik meja kasir segera keluar dari sana dan mendekat pada Abi yang berdiri di depan meja kasir."Abang kenapa? Siapa yang udah bikin mood Abang rusak? Sini biar Queen hajar orang itu," oceh Queenza sambil menggulung lengan bajunya.Abi yang melihat itu sontak tertawa kecil."Kamu itu ya, bisa aja bikin Abang ketawa," ucap Abi sambil terkekeh."Ih, Queen s