"Mas," Queenza beranjak dari duduknya dan berlari menghampiri Ervan yang jatuh tersungkur di dekat pintu kamar mandi. "Kamu mau ke kamar mandi? Kenapa gak bangunin aku?" Queenza membantu Ervan berdiri."Kamu lagi tidur nyenyak, aku gak tega banguninnya," sahut Ervan sambil berdiri dibantu Queenza.Queenza membawa Ervan masuk ke dalam kamar mandi dan mendudukan Ervan di closet. Lalu berdiri tak jauh dari Ervan."Kamu ngapain masih di sini?" tanya Ervan heran saat melihat Queenza yang berdiri di depannya dan tak keluar."Aku mau nungguin kamu Mas, kalau kamu jatuh lagi kayak tadi gimana?" balas Queenza. Ia jadi mengingat saat ia dibantu oleh Dimas. Entah kenapa setiap momen manis yang terjadi antara ia dan Dimas selalu terngiang di dalam pikirannya. Ia pun tanpa sadar tersenyum saat mengingat itu."Kamu kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Ervan."Enggak, aku gak kenapa-napa kok Mas, ya udah aku tunggu di luar ya Mas. Kalau ada apa-apa panggil aja aku." Queenza mengurungkan niatnya untuk me
"Kamu mau kita apa Mas? Jangan bikin aku penasaran? Cepat bilang Mas," ucap Queenza dengan penasaran.Ervan tersenyum dan menarik tangan Queenza hingga kini Queenza duduk di sampingnya."Aku mau kita tidur bersama," bisik Ervan tepat di telinga Queenza."Ti-tidur bersama? Tapi Mas ... aku kan habis dirawat dan kata dokter aku gak boleh dulu melakukan itu," sahut Queenza dengan wajah yang terkejut.Ervan mengerutkan dahinya."Apa iya dokter melarang kamu tidur?" ucap Ervan terheran."Ya enggak lah, masa dokter melarang aku tidur. Yang ada dokter nyaranin aku bed rest dan tiduran terus di kasur," jawab Queenza dengan cepat."Lha, tadi kata kamu gak boleh sama dokter," balas Ervan lagi."Ma-maksud kamu bicara ingin tidur bersama itu, kita tidur bareng? Benar-benar tidur?" tanya Queenza saat menyadari kebodohannya.Ervan tertawa saat menyadari arah pembicaraan Queenza."Ih, kamu mesum. Jadi kamu mau kita gak tidur semalaman, gitu?" goda Ervan pada Queenza."Apaan sih Mas." Queenza yang mal
"Berani-beraninya lo mindahin bini gue. Maksud lo apa?" teriak Ervan dengan murka.Dimas menatap sengit pada Ervan."Tadi Queenza mau jatuh, untung gue datang. Kalau enggak udah pasti Queenza jatuh tersungkur ke lantai," jawab Dimas berbohong. Ia lalu beralih menatap Queenza yang kini menatapnya. Queenza menatap Dimas dengan takut ia lalu berucap tanpa suara pada Dimas. "Maaf,"Dimas memalingkan wajahnya dan kembali menatap Ervan."Lo ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Ervan dengan sinis."Gue mau jenguk lo, emangnya gak boleh?" jawab Dimas tak kalah sinis."Heh, tumben lo peduli. Biasanya juga acuh," balas Ervan.Dimas tak menjawab dan hanya diam sambil memainkan ponselnya.Ervan mencebikan bibirnya lalu hendak turun dari ranjang. Karena susah ia pun bermaksud ingin meminta tolong pada Queenza. "Queen," panggil Ervan dengan lembutQueenza menoleh dan segera berdiri saat melihat kode dari Ervan yang meminta tolong. Namun, saat Queenza akan mendekat pada Ervan, Dimas lebih dulu membant
Queenza seketika mengalihkan pandangannya pada Dimas. Ia tidak menyangka Dimas akan berbicara seperti itu."Kamu sudah gila ya Mas," ucap Queenza, ia menggelengkan kepalanya tak percaya."Iya aku gila karena kamu, kenapa Queen? Kenapa kamu gak lepaskan saja Ervan dan hidup bersamaku." Dimas meboleh sekilas lalu menggengam tangan Queenza. "Aku mohon Queen, tinggalkan Ervan dan kita hidup bersama."Queenza melepaskan tangan Dimas yang menggengam tangannya. "Gak Mas, ini itu gak bener. Hubungan kita itu gak bener Mas, aku ingin kita mengakhiri hubungan terlarang ini Mas," ucap Queenza dengan bersungguh-sungguh.Dimas yang terkejut mengerem mobilnya secara mendadak yang sontak membuat Queenza terkejut."Mas, bahaya tau ngerem mendadak kayak gini," teriak Queenza pada Dimas. Dimas tak menghiraukan Queenza ia kini hanya menatap tajam Queenza, sorot matanya memancarkan amarah yang begitu besar "Mas, kita ke pinggir dulu. Ini bahaya Mas," seru Queenza deng
Satu minggu sudah berlalu. Hari ini Ervan diperbolehkan pulang dan hanya perlu check up rutin saja setiap minggunya.Queenza yang tengah sibuk membereskan barang Ervan terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang. Ia melihat tangan yang melingkar di perutnya."Lepas Mas," ucap Queenza."Kangen," bisik orang yang memeluk Queenza dari belakang itu.Queenza menoleh sekilas ke belakang lalu tersenyum.Lelaki di belakang Queenza dengan cepat mengecum bibir Queenza lalu membalikkan tubuh Queenza agar menghadapnya. Wajahnya kini mendekat pada wajah Queenza dan mencium bibir Queenza dengan pelan dan lembut.Queenza mengalungkan tangannya ke leher lelaki itu dan membalas ciumannya.Ciuman yang awalnya pelan perlahan menjadi panas dan menuntut."Mas, ini rumah sakit. Kita gak mungkin kan melakukannya di sini?" ucap Queenza saat lelaki itu melepaskan ciuman di bibir mereka dan pindah ke leher jenjang Queenza."Aku sudah gak tahan lagi Queen," ucapny
Queenza yang terkejut menoleh ke belakang."Ibu," seru Queenza terkejut saat ibu mertuanya yang menarik tangannya itu."Queen, Ibu mau tanya sesuatu sama kamu, boleh?" tanya bu Halimah.Queenza menganggukan kepalanya. "Boleh Bu, Ibu mau tanya apa?"Bu Halimah nampak berpikir sejenak lalu menatap Queenza dengan dalam."Apa kamu tau ... kenapa Dimas bersikap dingin sekali belakangan ini?" tanya bu Halimah yang sontak membuat jantung Queenza berdetak dengan kencang.Queenza menggelengkan kepalanya, ia bingung harus menjawab apa, masa iya Queenza memberitahu jika Dimas begitu karena ia yang terus berusaha menjauhi Dimas yang selalu menempelinya."Ibu kira kamu tau, kan belakangan ini kamu dekat sama Dimas," ucap bu Halimah.Queenza membelalakan matanya. Apa ibu mertuanya ini sudah mulai curiga dengan hubungannya dan Dimas. "Ya udah kalau kamu gak tau." Bu Halimah menggandeng tangan Queenza dan membawanya menyusul Ervan dan Dimas yang sudah lebih dulu berjalan ke parkiran.Queenza dan bu H
Queenza terbangun di ruangan yang asing untuknya. Ia melihat sekeliling dan ternyata ia tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas."Ini kamar siapa?" gumam Queenza. "Kamu sudah bangun sayang?" tanya Dimas yang entah dari mana datangnya.Queenza terkejut lalu menoleh ke arah Dimas. Ia menatap tajam pada Dimas."Kita ada di mana Mas?" tanya Queenza dengan penuh waspada.Dimas mendekat pada Queenza dan naik ke atas ranjang. Ia duduk menghadap Queenza dan tersenyum lalu membawa tangan Queenza."Kamu tenang aja, sekarang kamu tak perlu takut pada Ervan, karena mulai sekarang kita akan hidup bahagia berdua. Eh salah, bertiga dengan anak kita." Dimas mengelus perut Queenza.Queenza menggelengkan kepalanya. Entah apa yang sudah terjadi pada Dimas. Kenapa Dimas sangat berubah seperti ini. Ia sama sekali tak mengenali Dimas yang kini ada di hadapannya."Ka-kamu beneran Mas Dimas kan?" tanya Queenza dengan takut-takut.Dimas terkekeh lalu tangannya mena
"Ti ...." Queenza semakin menekan pisau itu.Dimas yang panik pun berucap. "Stop Queen, oke aku akan pilih. Tapi, tolong jauhkan dulu pisau itu dari leher kamu."Queenza menggelengkan kepalanya. "Aku gak akan melepaskan pisau ini sebelum kamu memilih Mas," jawab Queenza yang sudah merasakan perih di lehernya karena goresan pisau itu."Baiklah, aku akan pilih ...." Dimas tak langsung berbicara, ia menjeda sebentar dan menghela napasnya yang terlihat berat. Ia pun menatap Queenza dan kembali berkata. "Aku akan melepaskan kamu. Jadi, lepaskan pisau itu," ucap Dimas dengan nada yang lemah.Queenza tersenyum lalu menjauhkan pisau itu dari lehernya dan menyimpan kembali pisau itu di atas nakas."Makasih." Queenza hendak pergi dari kamar itu. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat Dimas memeluknya dari belakang."Apa harus kamu berbuat seperti ini Queen untuk pergi dariku? Apa salahku Queen? Apa?" Dimas menenggelamkan wajahnya di bahu Queenza.Queenza terkejut saat mendengar suara isak tangis