“AAAAAAH!”
BRUK!
Roh jahat meleset begitu juga dengan Ken yang membuat mereka saling bertubrukan satu sama lain. Sera segera menjauh dari mereka sambil mencerna apa yang sebenarnya terjadi barusan.
Ken menendang roh jahat tersebut hingga terpental cukup jauh darinya, roh jahat itu melihat sekeliling—mencari Sera—ketika menemukannya ia langsung mengejar kembali, tetapi Ken meloncat tinggi lalu menariknya dan membantingnya ke tanah.
Karena kain maka luka yang roh jahat terima hampir tidak berasa sama sekali kecuali dipotong atau ditebas seperti tadi. Meski terluka ia mampu regenerasi dengan sangat cepat membuat Ken kewalahan.
"Anak itu. Bagaimana caraku mendekat jika orang itu masih berada di sini," ucap roh jahat tersebut di dalam hati.
"AKU AKAN KEMBALI NANTI," tegasnya lalu kabur menjauh dari mereka.
“Apa kamu tidak apa-apa? Ada yang terluka?” tanya Ken.
"Eh, aku tidak apa-apa. Hanya terkejut. Apa itu tadi? Hantu?" balasnya dengan wajah penasaran.
Sesuai mengucapkan hal itu, Ken sontak terkejut dan bingung sebab yang hanya bisa melihat roh jahat hanya orang-orang tertentu saja seperti miko—gadis suci. Ken mendekatkan wajahnya lalu menatap kedua mata Sera yang tampak berbinar-binar layaknya cahaya bintang.
Dia menyentuh dagunya dengan lembut kemudian tersenyum kecil seakan melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Bukannya senang diperlakukan seperti itu, Sera menjadi sangat jengkel. Ia memukul dagu Ken hingga ia terjatuh ke tanah,
Mata Sera bersinar menakutkan seakan mengancam Ken untuk tidak menyentuhnya. Dengan tangan mungilnya Sera menarik kerah baju Ken dengan sedikit condong ke depan lalu mengutarakan …
"Gara-gara kau! Gara-gara kau, aku hampir saja pipis di rokku! Kalau mau kelahi lihat dulu ada orangnya atau tidak? Bisa lihat tidak, sih?"
Ucapan itu seketika membuat Ken menjadi ikut kesal,"Huh? Kau sendiri punya mata, gak? Udah tahu ada roh jahat bukannya kabur tapi malah jadi patung! Punya kaki, gak?"
Intinya, mereka berdebat hebat hanya karena masalah sepele tanpa tahu bahwa roh jahat sedang menyusun rencana untuk merasuki Sera. Satu menit, lima menit, bahkan 15 menit sudah berlalu.
Sepertinya rencana itu tertunda sebab perdebatan mereka tidak berhenti. Roh jahat menjadi sangat kesal hingga akhirnya ia mencari bantuan untuk mengatasi hal ini.
Matahari sudah mulai terbenam, kegelapan mulai mendatangi mereka dari jauh, dan angin dingin menusuk kulit tidak menjadi hambatan mereka berdua dalam berdebat.
"Dasar! Tidak mau mengalah sama cewek!"
"Banyak omong! Cepat pergi sana! Soalnya kau beban!"
Ucapan 'Beban' memicu perdebatan baru. Dengan tangan gemetar dan mata berkaca-kaca, Sera meneriakkan kekesalannya soal hidupnya yang berat akibat dirinya yang selalu menjadi beban.
Ken menjadi tambah kesal setelah mendengar ocehan tersebut ia hendak membanting Sera ke kanan tapi ia melihat beberapa bagian kulit Sera membiru—lebam—membuatnya merasa iba. Di tengah kekesalannya itu meski hanya sekilas Ken melihat bayangan seseorang yang terpampang di wajah Sera seketika membuat Ken menjadi luluh.
"Se–Se—"
"Aku kembali! Untungnya aku tahu sejarah taman ini jadi aku mendapat bantuan," ujar roh jahat. Roh jahat tersebut memanggil tiga roh jahat yang sama sepertinya tapi berkepala labu halloween.
“Dia memanggil temannya. Satu saja sudah repot apalagi ditambah tiga,” ucapnya kesal.
Ken melepaskan diri dari Sera sambil mempersiapkan pisau bedahnya. Sera juga ikut berdiri seraya mengucek kedua matanya lalu Sera memegang kedua pundak Ken—menjadikan Ken tameng—seraya sedikit mengintip ke depan.
"Ngapain?" tanya Ken sambil meliriknya.
"Lihat labunya. Ditambah aku mau menumbalkanmu soalnya kau orang br***sek!"
Mendengar hal itu kedua mata Ken tampak terbakar hebat. Dia memegang erat pisaunya—bahkan hampir bengkok—lalu menatap tajam roh jahat tersebut seraya mengoceh banyak hal. Pertarungan kembali dilanjutkan. Kali ini benar-benar sangat sengit daripada yang sebelumnya.
Saking sengitnya, Sera terkena hembusan angin kuat dari pertarungan mereka hingga terguling-guling. Tapi entah bagaimana ia masih bisa bertahan. Sepertinya Sera tidak mengetahui alasannya atau dia tahu tapi tidak ingin menceritakannya?
…
"SUDAH KUBILANG KALAU BERTARUNG ITU LIHAT-LIHAT DULU!" jengkel Sera seraya berdiri tanpa merasa sakit sedikitpun.
Sera melihat pertarungan mereka seperti kembang api yang meledak-ledak dari berbagai arah. Ia sedikit terpukau melihat pemandangan nan tegang ini hingga tanpa sadar salah satu roh jahat menghampirinya dari depan.
"Huh, aku lengah." Sera berusaha menghindar tapi sudah terlambat.
Sring!
"Grrr!" Roh jahat itu menghilang tanpa sisa.
Di hadapannya sekarang hanyalah Ken yang terengah-engah. Ken menatapnya dengan penuh kelegaan—karena dia berhasil tepat waktu—sebelum kemudian serangan kembali berlanjut.
"Wah! Datang lagi!" panik Sera.
Ken menangkis serangan-serangan itu sambil mendekap Sera dengan sangat erat di pelukannya. Wajah Sera menjadi merah merona, ia tahu kalau ia sedang dilindungi tapi jika caranya seperti ini maka dirinya akan mati akibat jantung yang berdebar-debar kencang.
Dipikiran Sera,"Wah, impian para wanita itu seperti ini ya? Dilindungi oleh pria idaman tapi pria ini …Br***sek jadi tidak termasuk." Raut wajahnya juga berubah menjadi datar. Tanpa sadar, serangan roh jahat semakin mengganas hingga membuat mereka berdua terpisah cukup jauh.
Dan disinilah masalah baru muncul. Sera yang terpisah langsung direbut oleh roh jahat lalu dirasuki oleh roh jahat tersebut. Kesadaran Sera menjadi memudar, ia berusaha merebut kembali kesadaran tapi dia tidak mampu melakukannya.
Tenggelam dalam lautan gelap nan dalam, rasa kantuk yang sangat kuat, hingga akhirnya ia ditarik oleh tangan-tangan hitam ke bawah seakan jiwanya berusaha dilenyapkan.
"Ha ha ha ha! Aku mendapatkan tubuh yang sangat teramat luar biasa ini! Sekarang waktunya menghabisimu!" Tawa roh jahat.
Ken melepas jubah putihnya menyisakan kaos hitam ketat dan di bagian belakang kaosnya itu ada sebuah gagang pedang dan gelang yang berwarna merah tua. Ia mengambil gagang pedang itu seketika memunculkan laser berwarna biru tua.Ia juga memakai gelangnya—di tangan kiri—mendadak rambutnya berubah menjadi warna putih dan matanya menjadi biru muda. Luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya juga mendadak sembuh tanpa menyisakan satu goresan pun.“Oh, kau salah satu ‘Dokter’ alam itu, ya? Dari matamu saja sudah terlihat. Itu sama sekali tidak akan merubah keadaan sedikit pun dan kau tam—”Sring!“Aku berikan kau satu kesempatan untuk keluar dari tubuhnya, jika tidak.” Ken mengacungkan pedangnya di leher Sera—sudah dirasuki.Bukannya takut karena kecepatannya yang tinggi, Sera malah sengaja melukai lehernya membuat Ken harus menjauh darinya. Sera menghela napas lega lalu memanggil roh-roh jahat labu serta memunculkan lima tangan hitam.Tidak hanya itu, ia juga memunculkan sebuah palu dan paku di
Cup! Ken mencium dahinya dengan lembut serta penuh dengan kerinduannya seakan kangen dengan seseorang—ia memberikan sedikit kehidupannya. Ketika ia menatap wajah Sera ia tiba-tiba teringat kembali dengan bayangan seseorang. Dengan sedikit menghela napas ia mengendong Sera untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Di sepanjang perjalanan yang amat sepi ia hanya melihat kekacauan dan kerusakan serta jerit tangis dari orang-orang yang kehilangan keluarganya. Sebenarnya, di dalam lubuk hati Ken sendiri ia benar-benar marah karena ketidakmampuannya dalam menolong orang lain. Ken serasa di neraka setiap kali kehilangan pasiennya ataupun gagal melakukan tugasnya. “Kenapa? Kenapa? KENAPAAAA?” jeritnya dalam hati. Tanpa sadar sudah sampai di rumah sakit, ia tambah menjerit dalam hati karena banyak suara tangisan yang membuat telinganya sakit. Ia melewati beberapa pasien sebelum kemudian memanggil salah satu suster di sana untuk menolong Sera, tetapi tidak ada satu pun yang peduli padanya.
“Ini milik kekasihku, bagaimana bisa kau mendapatkannya?” tanya Ken seraya menunjukkan gelangnya meski dari jauh tidak terlalu kelihatan. Sera menatap tajam seraya mengeram karena kesal akibat masalah tadi. Ia menegaskan bahwa gelang itu sudah ia miliki sejak lama dan yang punya gelang seperti itu bukan hanya dia saja melainkan banyak orang memilikinya. Namun, Ken yang sudah terbutakan oleh amarah langsung menghampiri lalu menampar pipinya hingga ia terhuyung. Ken tidak sudi gelang kekasihnya itu dimiliki atau bahkan di pakai oleh orang lain apalagi orang seperti Sera. Dengan mata yang penuh amarah dan mulut yang seakan mengeluarkan api, ia tidak percaya pada Sera sebab gelang perak seperti itu memang banyak di jual di mana-mana tapi gelang ini memiliki nama kekasihnya. Ken terus bertanya-tanya mengenai keberadaan kekasihnya itu di tambah ia tidak sudi jika Sera adalah kekasihnya yang sebenarnya sebab dirinya selalu terbayang sebagai kekasihnya. Mereka berbeda tapi bayangan kekasih
Dalam perjalanan pulang, Sera memikirkan banyak hal mengenai gelang perak dan Ken tapi ia mencoba mengabaikannya tanpa sadar ia telah sampai di rumah. Wajah Sera yang tadinya kesal kini berubah menjadi wajah takut dan khawatir saat ia hendak membuka pintu. Dan benar saja, baru membuka pintu ia langsung terkena lemparan botol tepat di kepalanya. Lemparan botol itu membuat pendarahan di kepalanya terbuka yang membuatnya menjerit kesakitan di dalam hatinya hingga membuat kedua matanya bergetar."DARI MANA SAJA, KAU? INI SUDAH MALAM! DASAR ANAK TIDAK PATUH ATURAN," bentak sang ayah seraya menikmati alkoholnya. "Ma–maaf, tadi a–ada kejadian di ja—" "JANGAN BANYAK ALASAN!" Sang ayah mendatangi Sera lalu menyeretnya masuk ke dalam kamar yang sangat berantakan bahkan terdengar suara tikus-tikus yang sedang berlarian kesana-kemari. Sang ayah yang tampak mabuk langsung memukul Sera dan menendang Sera karena ia tak patuh aturan yang sudah dibuat. Sang ayah juga melampiaskan amarahnya akibat
30 kilometer jalan kaki … Hanya dengan berbekal peta ia menginjakkan kaki ke daerah asing yang belum pernah ia datangi atau yang pernah ia lihat sebelumnya.Sambil melihat peta ia memulai perjalanan panjangnya itu seorang diri, tapi ia tak gentar dan terus berjalan diiringi udara sejuk dan kicauan burung. Di pagi yang sangat cerah itu, Sera sesekali melihat beberapa orang berkeliling sambil membawa hewan peliharaannya serta keramaian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya. Keramaian itu mendorongnya menuju ke kota yang cukup padat dengan suara klakson berbunyi di mana-mana serta suara keributan orang-orang yang sedang menelpon di pinggir jalan."Per …Permisi saya mau lewat!" ucapnya.Ia terdesak hingga akhirnya ia masuk ke gang sepi yang dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sera melihat petanya kembali lalu masuk ke gang lebih dalam lagi, Di gang itu benar-benar sangat sepi bahkan suara langkahnya menggema begitu juga dengan suara tetesan air dari selang yang tampak sedikit bocor.
"Tam …Tampan," gumam Sera. Seorang pria berambut pirang pendek dengan mata merah—mirip seperti pangeran—muncul di hadapan Sera. Sera yang sangat kagum dengan ketampanannya itu sampai berpikir bahwa dia adalah malaikat yang turun dari surga untuk dirinya yang selalu menderita. Bahkan pusingnya menghilang seketika tergantikan dengan senyum tipis di mulutnya."Kau baik-baik saja?" tanyanya seraya menatapnya dengan penuh kelembutan. "I–iya," Pria itu memeriksa Sera dan menemukan berbagai luka di sekujur tubuhnya. Pria itu menatap kesal—dia berpikir bahwa luka itu di sebabkan oleh roh jahat tersebut. Dia juga merasa bersalah karena datang terlambat padahal Sera tadi sudah meminta tolong sesaat sebelum ia terjatuh. BRAK! "BUNUH!" jerit roh jahat. Sera kembali ketakutan dan reaksinya itu membuat pria itu bingung. Kenapa Sera bisa melihat roh jahat? karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.Sambil memikirkan jawaban tersebut, ia mengeluarkan pulpen tinta hitam. Keti
"Ada apa?" tanya wali kelas bingung. "Ma–maaf, nama sa–saya Se–Sera." Sera bergetar akibat shock. Wali kelas—laki-laki dengan rambut sedikit botak serta terlihat berumur 45 tahun—minta Sera untuk duduk di kursi paling depan pojok kiri dekat dengan jendela luar. Dengan gerakan tubuh kaku ia melangkah menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya seraya mengambil buku tulis dan pulpen. "Baik. Berhubung guru mapel(mata pelajaran) biologi tidak ada maka jam 7 sampai jam 9 kosong, kalian jangan buat ribut!" suruh wali kelas lalu pergi ke kelas lain. "Baik, pak." Baru ditinggal sebentar, Sera langsung dikerumuni oleh teman-teman barunya yang tampak antusias dengan kedatangannya. Antusias itu membuatnya tidak nyaman bahkan matanya berkaca-kaca mengingat kejadian yang ia alami di sekolah lamanya.Mereka menanyakan begitu banyak hal—mulai dari alamat, makanan kesukaan, tempat karaoke, dan masih banyak lagi—tanpa tahu trauma Sera kembali muncul."Ola, murid baru yang bersinar bagaikan b
Ken langsung menyeret Sera—menarik tangan kanannya—menuju ke tempat yang ia maksud sepi meninggalkan Emi yang tampak bingung begitu juga dengan suasana kelas.Emi tidak mempermasalahkannya setelah menerima perlakuan tadi dari Ken. Selama ia berada di sisinya, Emi sama sekali tidak peduli tindakan Ken terhadapnya.Saat akan keluar kelas, Alaric menghalangi mereka di depan pintu keluar. Ia menunjuk Ken dengan gagah berani sambil mengucapkan kata tantangan kepadanya."Beraninya kau!""Mau apa?" tanya Ken.Dengan wajah serius dan marah Alaric menanyakan hubungan Ken dan Sera hingga mereka mau pergi berduaan ke tempat yang sepi, hal itu pun mengundang banyak kecurigaan dan skandal. "Itu tidak ada kaitannya denganmu! Jangan urusi urusan orang lain! Lebih baik bayar dulu hutangmu," bisik Ken. Deg! Wajah Alaric langsung pucat. Kegagahannya sirna begitu saja seakan sudah terhempas angin. Ia pun membiarkan mereka berdua lewat begitu saja,"Tidak berguna," sindir Elica.Jleb!"Uhuk, Eli. Seper