“Ini milik kekasihku, bagaimana bisa kau mendapatkannya?” tanya Ken seraya menunjukkan gelangnya meski dari jauh tidak terlalu kelihatan.
Sera menatap tajam seraya mengeram karena kesal akibat masalah tadi. Ia menegaskan bahwa gelang itu sudah ia miliki sejak lama dan yang punya gelang seperti itu bukan hanya dia saja melainkan banyak orang memilikinya.Namun, Ken yang sudah terbutakan oleh amarah langsung menghampiri lalu menampar pipinya hingga ia terhuyung. Ken tidak sudi gelang kekasihnya itu dimiliki atau bahkan di pakai oleh orang lain apalagi orang seperti Sera.Dengan mata yang penuh amarah dan mulut yang seakan mengeluarkan api, ia tidak percaya pada Sera sebab gelang perak seperti itu memang banyak di jual di mana-mana tapi gelang ini memiliki nama kekasihnya.Ken terus bertanya-tanya mengenai keberadaan kekasihnya itu di tambah ia tidak sudi jika Sera adalah kekasihnya yang sebenarnya sebab dirinya selalu terbayang sebagai kekasihnya. Mereka berbeda tapi bayangan kekasihnya selalu muncul di wajah Sera.“Aku juga tidak sudi kalau aku ini kekasihmu! Lagipula kita tidak kenal dan kau seenaknya menamparku seperti serangga! Dasar tidak tahu diri!” jengkel Sera.“JANGAN BERCANDA! KAULAH YANG TIDAK TAHU DIRI! SEENAKNYA MEMAKAI GELANG INI TANPA TAHU PEMILIK SEBENARNYA!” Ken menarik kerah baju Sera.Wajah Sera menjadi merah serta air mata berlinang di kedua pipinya. Dia menarik kerah kaos Ken lalu mendekatkan wajahnya, ia mengungkapkan kebenciannya terhadap sikap Ken seraya melotot padanya.Bunyi ombak yang kencang membuat perdebatan mereka semakin memanas tanpa ada satupun yang mau berhenti bahkan malam sudah mulai menyelimuti mereka dan jembatan yang teramat sepi itu.Mereka berdua terus beradu mulut hingga Ken membanting Sera hingga terpental cukup jauh, tidak hanya itu, ia juga mengeluarkan pisau bedahnya hendak membunuh Sera.“KATAKAN DI MA—”Namun, ia kembali melihat bayangan kekasihnya yang menatapnya dengan wajah sedih dan kecewa. Ken langsung bersujud sambil memanggil-manggil namanya dalam kerinduan dan kesedihannya yang mendalam di lubuk hatinya.Ia tak ingin kehilangannya, ia tak bisa hidup tanpa dirinya, dan ia juga harus menepati janjinya meski kehidupannya sangat berat. Dengan hembusan angin di senja itu, Ken menangis tersedu-sedu—meminta ia kembali.“Setelah marah-marah, setelah memakiku, dan membanting ku. Sekarang kau menangis tanpa sebab? Jika kau mau gelangnya ambil saja, aku tidak peduli!” Sera berdiri perlahan seraya melotot ke arah Ken.Ia berpikir bahwa Ken mungkin telah mengalami hari yang lebih berat darinya. Meski berat, Ken tetap menjalaninya seperti dirinya yang terus bertahan dengan perasaan bersalah.“Gelang ini kuambil. Sekarang jangan terlibat lagi denganku!” tatap Ken seraya mengusap air matanya kemudian berdiri.“Kau sendiri yang datang dan kau sendiri yang melibatkan dirimu! Aku juga tidak mau berurusan denganmu lagi atau bahkan melihatmu, itu membuatku mau muntah.” Sera berjalan menjauh darinya.Ia terus menggumam tanpa henti hingga ia tiba-tiba teringat mengenai gelang itu. Gelang yang ia temukan di taman air saat ia tenggelam di sebuah kolam yang sangat dalam.Sera hendak mengatakannya tapi jika ia katakan maka akan terjadi perdebatan dan ia akan tertahan di sini seharian. Sera memutuskan untuk tutup mulut sambil memegang pipinya yang merah akibat tamparan tadi.Sementara Ken termenung sambil melihat gelang peraknya itu yang tampak sedih. Ken menatap punggung Sera yang semakin lama semakin kecil, ia berbalik badan lalu berjalan berlawanan di tengah senja yang sudah mulai menghilang itu.Semakin menjauh, mereka tampak sedih bahkan meneteskan air mata seakan mereka terikat satu sama lain. Sera langsung meringkuk di ujung jalan seraya kebingungan mengenai air matanya yang terus-menerus keluar.Sedangkan Ken merasa dadanya sangat sesak seperti terkena tekanan air di dalam laut. Ia menyentuh dadanya lalu bernapas perlahan sambil menangkan dirinya yang masih merindukan kekasihnya.“Sera ...Dilihat dari manapun ia biasa saja. Tapi kenapa?” ucapnya dalam hati.“AAAH! Padahal hanya gelang tapi kenapa aku sangat sedih? Aku hanya kebetulan menemukannya, tidak kurang tidak lebih,” stres Sera.Sera tampak sangat depresi bahkan ia memukul-mukul aspal jalannya dengan kedua tangannya. Dengan ingus yang keluar ia berdiri dan menatap Ken yang sudah menjauh darinya. Sera merasa sedikit bersalah padanya karena tidak mengatakan mengenai gelangnya.Saat berbalik badan dan kembali berjalan—tidak lupa mengusap ingusnya—ia mendengar seseorang memanggilnya dari jauh. Meski tidak terlalu jelas ia mendengar,”Ada banyak yang ingin kukatakan, jadi, jangan mati sebelum aku selesai bertanya padamu!”Ketika berbalik ia melihat Ken yang mengucapkan kata-kata itu. Sera tidak menyangka ada orang yang memintanya agar bertahan hidup, biasanya orang-orang atau bahkan orang tuanya tidak peduli Sera masih hidup atau tidak. Ia juga tidak menyangka yang mengatakan kalimat itu adalah orang br***ek yang tidak mau kalah adu mulut dengannya. Tapi kata-kata itu sedikit membuatnya senang dan banyak yang membuatnya kesal.Ken akan mencari tahu mengenai keberadaan kekasihnya sedikit demi sedikit seperti yang kekasihnya ajarkan serta ia juga telah berbuat hal buruk padanya demi mendapatkan apa yang ia inginkan.“Mungkin dia tahu keberadaannya, aku akan bertanya kepadamu hingga umurku habis sampai aku menemukan jawabannya. Dan jika, jawabannya adalah kau benar-benar asli pemiliknya ...Aku tidak sudi memanggilmu ‘Sayang’.”Dalam perjalanan pulang, Sera memikirkan banyak hal mengenai gelang perak dan Ken tapi ia mencoba mengabaikannya tanpa sadar ia telah sampai di rumah. Wajah Sera yang tadinya kesal kini berubah menjadi wajah takut dan khawatir saat ia hendak membuka pintu. Dan benar saja, baru membuka pintu ia langsung terkena lemparan botol tepat di kepalanya. Lemparan botol itu membuat pendarahan di kepalanya terbuka yang membuatnya menjerit kesakitan di dalam hatinya hingga membuat kedua matanya bergetar."DARI MANA SAJA, KAU? INI SUDAH MALAM! DASAR ANAK TIDAK PATUH ATURAN," bentak sang ayah seraya menikmati alkoholnya. "Ma–maaf, tadi a–ada kejadian di ja—" "JANGAN BANYAK ALASAN!" Sang ayah mendatangi Sera lalu menyeretnya masuk ke dalam kamar yang sangat berantakan bahkan terdengar suara tikus-tikus yang sedang berlarian kesana-kemari. Sang ayah yang tampak mabuk langsung memukul Sera dan menendang Sera karena ia tak patuh aturan yang sudah dibuat. Sang ayah juga melampiaskan amarahnya akibat
30 kilometer jalan kaki … Hanya dengan berbekal peta ia menginjakkan kaki ke daerah asing yang belum pernah ia datangi atau yang pernah ia lihat sebelumnya.Sambil melihat peta ia memulai perjalanan panjangnya itu seorang diri, tapi ia tak gentar dan terus berjalan diiringi udara sejuk dan kicauan burung. Di pagi yang sangat cerah itu, Sera sesekali melihat beberapa orang berkeliling sambil membawa hewan peliharaannya serta keramaian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya. Keramaian itu mendorongnya menuju ke kota yang cukup padat dengan suara klakson berbunyi di mana-mana serta suara keributan orang-orang yang sedang menelpon di pinggir jalan."Per …Permisi saya mau lewat!" ucapnya.Ia terdesak hingga akhirnya ia masuk ke gang sepi yang dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sera melihat petanya kembali lalu masuk ke gang lebih dalam lagi, Di gang itu benar-benar sangat sepi bahkan suara langkahnya menggema begitu juga dengan suara tetesan air dari selang yang tampak sedikit bocor.
"Tam …Tampan," gumam Sera. Seorang pria berambut pirang pendek dengan mata merah—mirip seperti pangeran—muncul di hadapan Sera. Sera yang sangat kagum dengan ketampanannya itu sampai berpikir bahwa dia adalah malaikat yang turun dari surga untuk dirinya yang selalu menderita. Bahkan pusingnya menghilang seketika tergantikan dengan senyum tipis di mulutnya."Kau baik-baik saja?" tanyanya seraya menatapnya dengan penuh kelembutan. "I–iya," Pria itu memeriksa Sera dan menemukan berbagai luka di sekujur tubuhnya. Pria itu menatap kesal—dia berpikir bahwa luka itu di sebabkan oleh roh jahat tersebut. Dia juga merasa bersalah karena datang terlambat padahal Sera tadi sudah meminta tolong sesaat sebelum ia terjatuh. BRAK! "BUNUH!" jerit roh jahat. Sera kembali ketakutan dan reaksinya itu membuat pria itu bingung. Kenapa Sera bisa melihat roh jahat? karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.Sambil memikirkan jawaban tersebut, ia mengeluarkan pulpen tinta hitam. Keti
"Ada apa?" tanya wali kelas bingung. "Ma–maaf, nama sa–saya Se–Sera." Sera bergetar akibat shock. Wali kelas—laki-laki dengan rambut sedikit botak serta terlihat berumur 45 tahun—minta Sera untuk duduk di kursi paling depan pojok kiri dekat dengan jendela luar. Dengan gerakan tubuh kaku ia melangkah menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya seraya mengambil buku tulis dan pulpen. "Baik. Berhubung guru mapel(mata pelajaran) biologi tidak ada maka jam 7 sampai jam 9 kosong, kalian jangan buat ribut!" suruh wali kelas lalu pergi ke kelas lain. "Baik, pak." Baru ditinggal sebentar, Sera langsung dikerumuni oleh teman-teman barunya yang tampak antusias dengan kedatangannya. Antusias itu membuatnya tidak nyaman bahkan matanya berkaca-kaca mengingat kejadian yang ia alami di sekolah lamanya.Mereka menanyakan begitu banyak hal—mulai dari alamat, makanan kesukaan, tempat karaoke, dan masih banyak lagi—tanpa tahu trauma Sera kembali muncul."Ola, murid baru yang bersinar bagaikan b
Ken langsung menyeret Sera—menarik tangan kanannya—menuju ke tempat yang ia maksud sepi meninggalkan Emi yang tampak bingung begitu juga dengan suasana kelas.Emi tidak mempermasalahkannya setelah menerima perlakuan tadi dari Ken. Selama ia berada di sisinya, Emi sama sekali tidak peduli tindakan Ken terhadapnya.Saat akan keluar kelas, Alaric menghalangi mereka di depan pintu keluar. Ia menunjuk Ken dengan gagah berani sambil mengucapkan kata tantangan kepadanya."Beraninya kau!""Mau apa?" tanya Ken.Dengan wajah serius dan marah Alaric menanyakan hubungan Ken dan Sera hingga mereka mau pergi berduaan ke tempat yang sepi, hal itu pun mengundang banyak kecurigaan dan skandal. "Itu tidak ada kaitannya denganmu! Jangan urusi urusan orang lain! Lebih baik bayar dulu hutangmu," bisik Ken. Deg! Wajah Alaric langsung pucat. Kegagahannya sirna begitu saja seakan sudah terhempas angin. Ia pun membiarkan mereka berdua lewat begitu saja,"Tidak berguna," sindir Elica.Jleb!"Uhuk, Eli. Seper
"TERIAK SEKARANG JUGA!" Sera menggenggam erat kedua tangannya di depan dada seraya melihat kebawah yang sangat jauh serta membuatnya pusing hingga mual. "Aku …Tidak bisa," gumamnya. Merasa tidak sabaran, Ken menghuyungkan tubuh Sera kedepan seketika membuatnya panik hingga memejamkan matanya akibat takut. "Hahaha! Kau pikir aku akan mendorongmu hingga jatuh? Aku bukan pria busuk seperti itu, pria yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jawaban," tawanya. Pernyataan itu sangat mengejutkan bagi Sera hingga membuat kedua matanya terbelalak lebar seakan pernyataan itu tidak nyata—atau salah dengar. Ken menarik Sera ke pelukannya lalu mengibaskan poninya itu lalu membuka kerah baju Sera. Tatapan Ken tampak serius, hal itu membuat hati Sera tidak karuan."Tenanglah!" "Kau mau apa? Tubuhku ramping," "Aku sama sekali tidak nafsu sama tubuh jelekmu. Luka di kepalamu terbuka kemarin dan perban baru di leher, apa lehermu dicekik hingga retak?" Pertanyaan itu seketika membuat Sera
"Di mana, Sera?" "Di–di–dia d–di ba–bawa pe–pergi ke U–UKS," ucapnya terbata-bata akibat takut. Ken melepas kerah baju siswi itu lalu pergi ke UKS seraya berpikir yang membawa Sera pergi adalah Alaric. … Di UKS Sera dibaringkan ke ranjang seraya diperiksa oleh guru UKS—Bu Kefi, perempuan berumur 23 tahun dengan perawakan seperti wanita dewasa. Emi terus bertanya mengenai keadaan Sera dengan panik sambil duduk di samping ranjang Sera karena khawatir serta takut ia telah terlambat menolongnya.Elica berusaha menenangkan Emi dengan ikut duduk di sampingnya seraya menepuk pundaknya dengan lembut. Sedangkan temannya yang satu lagi mondar-mandir di belakang mereka dengan wajah cemas, "Bagaimana dokter? Apa dia akan mati? Apa kepalanya akan pecah? Apa di—" ucap temannya itu. "Ssh, apa kalian yakin dia berdarah? Tidak ada darah sedikit pun hanya ada beberapa luka lebam yang cukup berat," "Kami yakin," kata Emi. Dengan wajah kebingungan mereka memeriksanya bersama-sama tapi memang tida
Beberapa menit sebelum Ken tiba di UKS, secara kebetulan ia berpapasan dengan Alaric. Mereka berdua saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata.Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum kemudian Ken menarik kerah Alaric lalu membantingnya dengan sangat cepat.GUBRAK!"Berani sekali kau menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh!" ucap Ken."Hah? Apa maksudmu? Jangan bilang! Kau tahu aku membawanya?" kaget Alaric.Pernyataan Alaric langsung membuat Ken tambah panas. Ia kembali membanting Alaric, karena hal itu, Alaric tidak terima diperlakukan seperti ini membalasnya juga dengan kekerasan.Hingga keributan hebat terjadi. Suara mereka berkelahi terdengar jelas hingga ke lantai paling bawah serta suara banting-membanting terdengar seperti bom meledak.Para siswa dan guru berusaha memisahkan mereka tapi apalah daya, mereka berdua tidak terhentikan sebelum kemudian,BRAK!"Kalian kalau kelahi jangan pas aku lagi cerita!" Emi memukul keras sebuah pintu yang sedang tertutup."Ini ba