"Ada apa?" tanya wali kelas bingung. "Ma–maaf, nama sa–saya Se–Sera." Sera bergetar akibat shock. Wali kelas—laki-laki dengan rambut sedikit botak serta terlihat berumur 45 tahun—minta Sera untuk duduk di kursi paling depan pojok kiri dekat dengan jendela luar. Dengan gerakan tubuh kaku ia melangkah menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya seraya mengambil buku tulis dan pulpen. "Baik. Berhubung guru mapel(mata pelajaran) biologi tidak ada maka jam 7 sampai jam 9 kosong, kalian jangan buat ribut!" suruh wali kelas lalu pergi ke kelas lain. "Baik, pak." Baru ditinggal sebentar, Sera langsung dikerumuni oleh teman-teman barunya yang tampak antusias dengan kedatangannya. Antusias itu membuatnya tidak nyaman bahkan matanya berkaca-kaca mengingat kejadian yang ia alami di sekolah lamanya.Mereka menanyakan begitu banyak hal—mulai dari alamat, makanan kesukaan, tempat karaoke, dan masih banyak lagi—tanpa tahu trauma Sera kembali muncul."Ola, murid baru yang bersinar bagaikan b
Ken langsung menyeret Sera—menarik tangan kanannya—menuju ke tempat yang ia maksud sepi meninggalkan Emi yang tampak bingung begitu juga dengan suasana kelas.Emi tidak mempermasalahkannya setelah menerima perlakuan tadi dari Ken. Selama ia berada di sisinya, Emi sama sekali tidak peduli tindakan Ken terhadapnya.Saat akan keluar kelas, Alaric menghalangi mereka di depan pintu keluar. Ia menunjuk Ken dengan gagah berani sambil mengucapkan kata tantangan kepadanya."Beraninya kau!""Mau apa?" tanya Ken.Dengan wajah serius dan marah Alaric menanyakan hubungan Ken dan Sera hingga mereka mau pergi berduaan ke tempat yang sepi, hal itu pun mengundang banyak kecurigaan dan skandal. "Itu tidak ada kaitannya denganmu! Jangan urusi urusan orang lain! Lebih baik bayar dulu hutangmu," bisik Ken. Deg! Wajah Alaric langsung pucat. Kegagahannya sirna begitu saja seakan sudah terhempas angin. Ia pun membiarkan mereka berdua lewat begitu saja,"Tidak berguna," sindir Elica.Jleb!"Uhuk, Eli. Seper
"TERIAK SEKARANG JUGA!" Sera menggenggam erat kedua tangannya di depan dada seraya melihat kebawah yang sangat jauh serta membuatnya pusing hingga mual. "Aku …Tidak bisa," gumamnya. Merasa tidak sabaran, Ken menghuyungkan tubuh Sera kedepan seketika membuatnya panik hingga memejamkan matanya akibat takut. "Hahaha! Kau pikir aku akan mendorongmu hingga jatuh? Aku bukan pria busuk seperti itu, pria yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jawaban," tawanya. Pernyataan itu sangat mengejutkan bagi Sera hingga membuat kedua matanya terbelalak lebar seakan pernyataan itu tidak nyata—atau salah dengar. Ken menarik Sera ke pelukannya lalu mengibaskan poninya itu lalu membuka kerah baju Sera. Tatapan Ken tampak serius, hal itu membuat hati Sera tidak karuan."Tenanglah!" "Kau mau apa? Tubuhku ramping," "Aku sama sekali tidak nafsu sama tubuh jelekmu. Luka di kepalamu terbuka kemarin dan perban baru di leher, apa lehermu dicekik hingga retak?" Pertanyaan itu seketika membuat Sera
"Di mana, Sera?" "Di–di–dia d–di ba–bawa pe–pergi ke U–UKS," ucapnya terbata-bata akibat takut. Ken melepas kerah baju siswi itu lalu pergi ke UKS seraya berpikir yang membawa Sera pergi adalah Alaric. … Di UKS Sera dibaringkan ke ranjang seraya diperiksa oleh guru UKS—Bu Kefi, perempuan berumur 23 tahun dengan perawakan seperti wanita dewasa. Emi terus bertanya mengenai keadaan Sera dengan panik sambil duduk di samping ranjang Sera karena khawatir serta takut ia telah terlambat menolongnya.Elica berusaha menenangkan Emi dengan ikut duduk di sampingnya seraya menepuk pundaknya dengan lembut. Sedangkan temannya yang satu lagi mondar-mandir di belakang mereka dengan wajah cemas, "Bagaimana dokter? Apa dia akan mati? Apa kepalanya akan pecah? Apa di—" ucap temannya itu. "Ssh, apa kalian yakin dia berdarah? Tidak ada darah sedikit pun hanya ada beberapa luka lebam yang cukup berat," "Kami yakin," kata Emi. Dengan wajah kebingungan mereka memeriksanya bersama-sama tapi memang tida
Beberapa menit sebelum Ken tiba di UKS, secara kebetulan ia berpapasan dengan Alaric. Mereka berdua saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata.Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum kemudian Ken menarik kerah Alaric lalu membantingnya dengan sangat cepat.GUBRAK!"Berani sekali kau menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh!" ucap Ken."Hah? Apa maksudmu? Jangan bilang! Kau tahu aku membawanya?" kaget Alaric.Pernyataan Alaric langsung membuat Ken tambah panas. Ia kembali membanting Alaric, karena hal itu, Alaric tidak terima diperlakukan seperti ini membalasnya juga dengan kekerasan.Hingga keributan hebat terjadi. Suara mereka berkelahi terdengar jelas hingga ke lantai paling bawah serta suara banting-membanting terdengar seperti bom meledak.Para siswa dan guru berusaha memisahkan mereka tapi apalah daya, mereka berdua tidak terhentikan sebelum kemudian,BRAK!"Kalian kalau kelahi jangan pas aku lagi cerita!" Emi memukul keras sebuah pintu yang sedang tertutup."Ini ba
"DIAM!" suara tak asing terdengar.Bukannya memeriksa siapa itu, Alaric menjadi panik, ia mengeluarkan pulpen birunya tapi 'roh jahat' menepis tangannya hingga pulpennya terhempas jauh membuat dirinya mengerutkan wajah. "Sial," ucapnya kesal. "Jangan bertindak kasar di depan guru!" bayangan hitam itu mulai menghilang menyisakan Bu Kefi yang sangat kotor.Kedua mata Bu Kefi membengkak seperti akan meledak, dia mengaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya rontok banyak.Kami semua hanya terdiam tak bergerak sedikitpun. Entah dari mana, Ken muncul di belakangku seraya memelukku. Dia membawaku pergi lewat jendela tanpa ketahuan sedikitpun oleh mereka berdua.Sera dibawa ke belakang sekolah yang teramat sepi itu. Ken menghela napas panjangnya seraya melepas pelukannya, pada akhirnya Ken tidak mampu menahan kerinduannya."Kenapa kau membawaku kemari?" Sera melirik Ken."Bukan apa-apa. Soalnya Bu Kefi sedang stress aku tidak ingin kau kena marah olehnya," lirihnya."Kenapa kau peduli?"Ken tid
Kring!Jam pulang sekolah pun terdengar jelas. Seisi kelas tampak melirik Ken yang sedang berdiri di samping Sera seraya merangkul tas hitamnya."Ayo pulang!" ajak Ken."Aku bisa pulang sendiri!" sinis Sera."Nanti kukasih gelang peraknya," bujuknya."Ayo, Emi kami duluan,"Emi hanya melambaikan tangan dengan tatapan sedih. Dia sempat mengejar mereka tapi dihalangi oleh siswa-siswi yang keluar dari kelas mereka.Di luar sekolah, Ken menanyakan beberapa hal kepada Sera tapi belum sempat bertanya Sera menarik kerah bajunya seraya meminta gelang peraknya kembali.Ken hanya tersenyum menyeringai seraya menahan kedua tangan Sera. Ken bertanya kepadanya mengenai kondisi keluarganya dan bila keluarganya sudah berbuat berlebihan maka Ken tidak bisa tinggal diam.Sera bisa saja mati ditangan kedua orang tuanya jika terus diperlakukan seperti ini. Ditambah, Ken adalah 'Dokter' meninggalkan pasien di tengah jalan bukan prinsipnya."Itu tak ada hubungannya denganmu! Berikan gelang pe—""Ada, karen
10 menit kemudian ...Kelopak mata Sera bergetar, ia membuka matanya perlahan dengan pandangan mata yang masih samar-samar tidak jelas.Seraya bangkit, ia mengucek kedua matanya dan terdiam—melihat ia baru saja bangun di pangkuan Ken yang tampak menunggunya bangun."HEH! Ka–ka–kamu kenapa di sini?" "Nunggu kamu bangun."Seketika wajah Sera berubah menjadi merah merona. Sera tak sanggup mengatakan sepatah katapun hingga ia memutuskan untuk pergi dengan rasa malu yang teramat dahsyat."Tunggu! Kamu mau kemana?" tanya Ken."Bu–bukan urusanmu!" balas Sera.Dengan langkah lebar, Sera dengan cepat menjauh dari Ken. Meski sudah menjauh darinya, wajahnya masih saja merah merona dan isi hatinya tak karuan perasaannya.Deg-degan, kesal, dan malu bergabung menjadi satu membuatnya tambah bingung dengan dirinya sendiri. Melihat Ken yang menolongnya lagi, hati Sera menjadi sakit layaknya ditusuk tombak.Tanpa sadar, Sera sampai di toko serba ada. Di sana ia membeli miras dengan jumlah yang cukup ba