30 kilometer jalan kaki …
Hanya dengan berbekal peta ia menginjakkan kaki ke daerah asing yang belum pernah ia datangi atau yang pernah ia lihat sebelumnya.Sambil melihat peta ia memulai perjalanan panjangnya itu seorang diri, tapi ia tak gentar dan terus berjalan diiringi udara sejuk dan kicauan burung.Di pagi yang sangat cerah itu, Sera sesekali melihat beberapa orang berkeliling sambil membawa hewan peliharaannya serta keramaian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya.Keramaian itu mendorongnya menuju ke kota yang cukup padat dengan suara klakson berbunyi di mana-mana serta suara keributan orang-orang yang sedang menelpon di pinggir jalan."Per …Permisi saya mau lewat!" ucapnya.Ia terdesak hingga akhirnya ia masuk ke gang sepi yang dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sera melihat petanya kembali lalu masuk ke gang lebih dalam lagi,Di gang itu benar-benar sangat sepi bahkan suara langkahnya menggema begitu juga dengan suara tetesan air dari selang yang tampak sedikit bocor.Di tengah dalam perjalanan itu ia diawasi oleh seseorang di atas bangunan. Orang itu tampak tersenyum sebelum kemudian pergi dari sana,"Lewat sini? Tapi ini malah menuju ke bangunan konstruksi yang belum jadi. Mungkin di sisi lain bangunan ini jalan keluarnya,"Sera tiba di bangunan besar dan ia merasa bulu kuduknya berdiri seakan ada hal menakutkan mengintainya dari jauh.Glek …Sera menelan ludah sebelum ia masuk ke bangunan itu. Ketika masuk, suasananya benar-benar berbeda rasanya seperti masuk ke dalam kulkas dengan suhu paling rendah.Tak …Tak …Suara langkah kakinya juga masih menggema yang menambah kesan seram dan kesan horor seperti dalam film. Saat berjalan—sambil melihat sekeliling—ia merasa aman-aman saja, sebelum ia 'melewatinya'"... Yang barusan aku lewati tadi, apa? Kok, serem, ya," kata Sera dengan keringat dingin mengucur di dahinya.Sera menoleh ke belakang, ia melihat asap hitam pekat yang memperlihatkan senyuman putih yang sangat lebar."AAAAH!"Sera langsung melarikan diri dari sana sambil dikejar-kejar asap tersebut. Setiap akan mencapai jalan keluar semuanya di halangi yang membuat Sera terpaksa naik ke lantai selanjutnya.Ia terus berlari—sesekali menoleh ke belakang—hingga tak sengaja tersandung di tengah tangga. Dengan tubuh bergetar ketakutan,"Kenapa pakai kesandung segala!" Sera segera bangkit lalu kembali berlari.Ketika sampai di lantai atas, ia hanya melihat pilar-pilar bangunan dan jendela tanpa kaca yang ada di mana-mana.Sera kebingungan hingga akhirnya ia hampir terkena serangan dari asap hitam itu. Ia hanya bisa berlari dan bersembunyi di balik pilar,"Padahal aku mau ke rumah baru, kenapa hal ini harus terjadi?" ucapnya dalam hati.BRAK!Pilar tempat bersembunyi Sera tiba-tiba roboh—karena dihantam oleh asap tersebut, meski hanya asap tapi tetap kuat—memaksanya untuk pindah pilar.Setiap kali ia bersembunyi semua pilar di hancurkan menyebabkan atap bangunan tersebut ikut roboh."AAAAAH! TOLONG!"Mereka tertimpa reruntuhan hingga jatuh ke dasar bangunan. Sera yang tergeletak di atas puing-puing bangunan sekilas melihat seseorang yang melindunginya dari reruntuhan.Ketika bangun, ia terhuyung-huyung akibat pusing sebelum kemudian ia mendengar ada suara yang mendekatinya yang membuatnya panik—sebab ia tak bisa berlari dengan kepala pusing seperti itu."Beraninya kau! Beraninya kau merebut calon suamiku! Beraninya!" ucap asap tersebut yang ternyata termasuk sebagai roh jahat.Roh jahat tersebut keluar dari reruntuhan lalu menatap Sera. Roh itu mengeluarkan pisau dapur kemudian menyerang Sera,"Hup! Ajaib, kalian bisa selamat dari reruntuhan tadi. Tapi …Aku benci melihat roh jahat yang arogan sepertimu!" ucap seorang pria yang langsung menendang jauh roh jahat tersebut."Tam …Tampan," gumam Sera. Seorang pria berambut pirang pendek dengan mata merah—mirip seperti pangeran—muncul di hadapan Sera. Sera yang sangat kagum dengan ketampanannya itu sampai berpikir bahwa dia adalah malaikat yang turun dari surga untuk dirinya yang selalu menderita. Bahkan pusingnya menghilang seketika tergantikan dengan senyum tipis di mulutnya."Kau baik-baik saja?" tanyanya seraya menatapnya dengan penuh kelembutan. "I–iya," Pria itu memeriksa Sera dan menemukan berbagai luka di sekujur tubuhnya. Pria itu menatap kesal—dia berpikir bahwa luka itu di sebabkan oleh roh jahat tersebut. Dia juga merasa bersalah karena datang terlambat padahal Sera tadi sudah meminta tolong sesaat sebelum ia terjatuh. BRAK! "BUNUH!" jerit roh jahat. Sera kembali ketakutan dan reaksinya itu membuat pria itu bingung. Kenapa Sera bisa melihat roh jahat? karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.Sambil memikirkan jawaban tersebut, ia mengeluarkan pulpen tinta hitam. Keti
"Ada apa?" tanya wali kelas bingung. "Ma–maaf, nama sa–saya Se–Sera." Sera bergetar akibat shock. Wali kelas—laki-laki dengan rambut sedikit botak serta terlihat berumur 45 tahun—minta Sera untuk duduk di kursi paling depan pojok kiri dekat dengan jendela luar. Dengan gerakan tubuh kaku ia melangkah menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya seraya mengambil buku tulis dan pulpen. "Baik. Berhubung guru mapel(mata pelajaran) biologi tidak ada maka jam 7 sampai jam 9 kosong, kalian jangan buat ribut!" suruh wali kelas lalu pergi ke kelas lain. "Baik, pak." Baru ditinggal sebentar, Sera langsung dikerumuni oleh teman-teman barunya yang tampak antusias dengan kedatangannya. Antusias itu membuatnya tidak nyaman bahkan matanya berkaca-kaca mengingat kejadian yang ia alami di sekolah lamanya.Mereka menanyakan begitu banyak hal—mulai dari alamat, makanan kesukaan, tempat karaoke, dan masih banyak lagi—tanpa tahu trauma Sera kembali muncul."Ola, murid baru yang bersinar bagaikan b
Ken langsung menyeret Sera—menarik tangan kanannya—menuju ke tempat yang ia maksud sepi meninggalkan Emi yang tampak bingung begitu juga dengan suasana kelas.Emi tidak mempermasalahkannya setelah menerima perlakuan tadi dari Ken. Selama ia berada di sisinya, Emi sama sekali tidak peduli tindakan Ken terhadapnya.Saat akan keluar kelas, Alaric menghalangi mereka di depan pintu keluar. Ia menunjuk Ken dengan gagah berani sambil mengucapkan kata tantangan kepadanya."Beraninya kau!""Mau apa?" tanya Ken.Dengan wajah serius dan marah Alaric menanyakan hubungan Ken dan Sera hingga mereka mau pergi berduaan ke tempat yang sepi, hal itu pun mengundang banyak kecurigaan dan skandal. "Itu tidak ada kaitannya denganmu! Jangan urusi urusan orang lain! Lebih baik bayar dulu hutangmu," bisik Ken. Deg! Wajah Alaric langsung pucat. Kegagahannya sirna begitu saja seakan sudah terhempas angin. Ia pun membiarkan mereka berdua lewat begitu saja,"Tidak berguna," sindir Elica.Jleb!"Uhuk, Eli. Seper
"TERIAK SEKARANG JUGA!" Sera menggenggam erat kedua tangannya di depan dada seraya melihat kebawah yang sangat jauh serta membuatnya pusing hingga mual. "Aku …Tidak bisa," gumamnya. Merasa tidak sabaran, Ken menghuyungkan tubuh Sera kedepan seketika membuatnya panik hingga memejamkan matanya akibat takut. "Hahaha! Kau pikir aku akan mendorongmu hingga jatuh? Aku bukan pria busuk seperti itu, pria yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jawaban," tawanya. Pernyataan itu sangat mengejutkan bagi Sera hingga membuat kedua matanya terbelalak lebar seakan pernyataan itu tidak nyata—atau salah dengar. Ken menarik Sera ke pelukannya lalu mengibaskan poninya itu lalu membuka kerah baju Sera. Tatapan Ken tampak serius, hal itu membuat hati Sera tidak karuan."Tenanglah!" "Kau mau apa? Tubuhku ramping," "Aku sama sekali tidak nafsu sama tubuh jelekmu. Luka di kepalamu terbuka kemarin dan perban baru di leher, apa lehermu dicekik hingga retak?" Pertanyaan itu seketika membuat Sera
"Di mana, Sera?" "Di–di–dia d–di ba–bawa pe–pergi ke U–UKS," ucapnya terbata-bata akibat takut. Ken melepas kerah baju siswi itu lalu pergi ke UKS seraya berpikir yang membawa Sera pergi adalah Alaric. … Di UKS Sera dibaringkan ke ranjang seraya diperiksa oleh guru UKS—Bu Kefi, perempuan berumur 23 tahun dengan perawakan seperti wanita dewasa. Emi terus bertanya mengenai keadaan Sera dengan panik sambil duduk di samping ranjang Sera karena khawatir serta takut ia telah terlambat menolongnya.Elica berusaha menenangkan Emi dengan ikut duduk di sampingnya seraya menepuk pundaknya dengan lembut. Sedangkan temannya yang satu lagi mondar-mandir di belakang mereka dengan wajah cemas, "Bagaimana dokter? Apa dia akan mati? Apa kepalanya akan pecah? Apa di—" ucap temannya itu. "Ssh, apa kalian yakin dia berdarah? Tidak ada darah sedikit pun hanya ada beberapa luka lebam yang cukup berat," "Kami yakin," kata Emi. Dengan wajah kebingungan mereka memeriksanya bersama-sama tapi memang tida
Beberapa menit sebelum Ken tiba di UKS, secara kebetulan ia berpapasan dengan Alaric. Mereka berdua saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata.Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum kemudian Ken menarik kerah Alaric lalu membantingnya dengan sangat cepat.GUBRAK!"Berani sekali kau menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh!" ucap Ken."Hah? Apa maksudmu? Jangan bilang! Kau tahu aku membawanya?" kaget Alaric.Pernyataan Alaric langsung membuat Ken tambah panas. Ia kembali membanting Alaric, karena hal itu, Alaric tidak terima diperlakukan seperti ini membalasnya juga dengan kekerasan.Hingga keributan hebat terjadi. Suara mereka berkelahi terdengar jelas hingga ke lantai paling bawah serta suara banting-membanting terdengar seperti bom meledak.Para siswa dan guru berusaha memisahkan mereka tapi apalah daya, mereka berdua tidak terhentikan sebelum kemudian,BRAK!"Kalian kalau kelahi jangan pas aku lagi cerita!" Emi memukul keras sebuah pintu yang sedang tertutup."Ini ba
"DIAM!" suara tak asing terdengar.Bukannya memeriksa siapa itu, Alaric menjadi panik, ia mengeluarkan pulpen birunya tapi 'roh jahat' menepis tangannya hingga pulpennya terhempas jauh membuat dirinya mengerutkan wajah. "Sial," ucapnya kesal. "Jangan bertindak kasar di depan guru!" bayangan hitam itu mulai menghilang menyisakan Bu Kefi yang sangat kotor.Kedua mata Bu Kefi membengkak seperti akan meledak, dia mengaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya rontok banyak.Kami semua hanya terdiam tak bergerak sedikitpun. Entah dari mana, Ken muncul di belakangku seraya memelukku. Dia membawaku pergi lewat jendela tanpa ketahuan sedikitpun oleh mereka berdua.Sera dibawa ke belakang sekolah yang teramat sepi itu. Ken menghela napas panjangnya seraya melepas pelukannya, pada akhirnya Ken tidak mampu menahan kerinduannya."Kenapa kau membawaku kemari?" Sera melirik Ken."Bukan apa-apa. Soalnya Bu Kefi sedang stress aku tidak ingin kau kena marah olehnya," lirihnya."Kenapa kau peduli?"Ken tid
Kring!Jam pulang sekolah pun terdengar jelas. Seisi kelas tampak melirik Ken yang sedang berdiri di samping Sera seraya merangkul tas hitamnya."Ayo pulang!" ajak Ken."Aku bisa pulang sendiri!" sinis Sera."Nanti kukasih gelang peraknya," bujuknya."Ayo, Emi kami duluan,"Emi hanya melambaikan tangan dengan tatapan sedih. Dia sempat mengejar mereka tapi dihalangi oleh siswa-siswi yang keluar dari kelas mereka.Di luar sekolah, Ken menanyakan beberapa hal kepada Sera tapi belum sempat bertanya Sera menarik kerah bajunya seraya meminta gelang peraknya kembali.Ken hanya tersenyum menyeringai seraya menahan kedua tangan Sera. Ken bertanya kepadanya mengenai kondisi keluarganya dan bila keluarganya sudah berbuat berlebihan maka Ken tidak bisa tinggal diam.Sera bisa saja mati ditangan kedua orang tuanya jika terus diperlakukan seperti ini. Ditambah, Ken adalah 'Dokter' meninggalkan pasien di tengah jalan bukan prinsipnya."Itu tak ada hubungannya denganmu! Berikan gelang pe—""Ada, karen