Dalam perjalanan pulang, Sera memikirkan banyak hal mengenai gelang perak dan Ken tapi ia mencoba mengabaikannya tanpa sadar ia telah sampai di rumah.
Wajah Sera yang tadinya kesal kini berubah menjadi wajah takut dan khawatir saat ia hendak membuka pintu. Dan benar saja, baru membuka pintu ia langsung terkena lemparan botol tepat di kepalanya.Lemparan botol itu membuat pendarahan di kepalanya terbuka yang membuatnya menjerit kesakitan di dalam hatinya hingga membuat kedua matanya bergetar."DARI MANA SAJA, KAU? INI SUDAH MALAM! DASAR ANAK TIDAK PATUH ATURAN," bentak sang ayah seraya menikmati alkoholnya."Ma–maaf, tadi a–ada kejadian di ja—""JANGAN BANYAK ALASAN!"Sang ayah mendatangi Sera lalu menyeretnya masuk ke dalam kamar yang sangat berantakan bahkan terdengar suara tikus-tikus yang sedang berlarian kesana-kemari.Sang ayah yang tampak mabuk langsung memukul Sera dan menendang Sera karena ia tak patuh aturan yang sudah dibuat. Sang ayah juga melampiaskan amarahnya akibat tidak punya alkohol lagi.Sera hanya bisa bertahan dan meringkuk seraya menahan suara jeritan kesakitannya agar ia tak di berlakukan lebih buruk dari ini."Dasar anak tak tahu diri," ucap sang ayah sambil menghentikan tindakannya itu.Tidak lama setelah itu, sang ibu muncul sambil membawa koper besar dan sepucuk surat di tangan kirinya.Sang ibu memberi tahu bahwa mereka akan pindah ke tempat lebih baik dari sini dan tak hanya itu ia juga memberitahu bahwa Sera akan pindah ke sekolah baru.Sera tampak sedikit lega—karena ia selalu di bully di sekolah tanpa ada yang menolong baik guru maupun kepala sekolah. Jadi, dia sedikit berharap mendapat tempat yang lebih baik.Tapi wajah kelegalannya itu membuat sang ibu marah, ia langsung mencekik anaknya itu hingga terdengar ada suara retak di lehernya."KENAPA KAU MERASA LEGA! INI BUKAN AKHIR DARI PENDERITAANMU! KENAPA KAU TIDAK MATI SAJA!"Sang ibu terus mencekik hingga wajah Sera tampak mulai membiru akibat kekurangan oksigen di tambah suara retak itu juga semakin keras.Sementara sang ibu terus melontarkan kalimat makian terhadap anaknya itu hingga suaranya hampir habis. Suara sang ibu mulai memudar begitu juga dengan penglihatan Sera."Apa salahku? Apa aku bukan anak baik? Makanya aku diperlakukan seperti ini?" ucap Sera dalam hati sebelum ia kehilangan kesadarannya.Di dalam lubuk hati Sera, ia benar-benar tenggelam di dasar lautan gelap tak bercahaya sedikitpun yang membuatnya cepat berputus asa dan mencoba untuk bunuh diri.Dingin, tak ada kehangatan, dan kesunyian membuat pikiran Sera semakin tenggelam. Apakah tidak ada satupun tangan yang mau meraihnya? Setelah insiden yang dulu pernah menimpanya.Sera menutup kedua matanya—menyerah dengan kehidupannya—Tapi, ada secercah cahaya yang mendekatinya—dari permukaan laut— cahaya itu memberitahu bahwa ia harus bertahan hidup.Kemudian, Sera teringat dengan orang itu—Ken—yang membuatnya tersadar dari pingsannya dan hari sudah berganti di pagi hari yang cerah."Huh. Orang itu," keluhnya.Ketika sadar, ia melihat semua barang-barang sudah hilang—dipindahkan ke rumah baru—hanya meninggalkan sepucuk surat di sampingnya.Di situ tertulis catatan dan peta menuju ke rumah baru mereka yang tampaknya berada di dekat kota besar. Yang berkemungkinan Sera akan bersekolah di kota besar itu.Isi catatan itu adalah Sera harus pergi ke sana tanpa kendaraan alias jalan kaki, dan jarak dari rumah lama dan rumah baru mereka adalah 30 kilometer.Kedua orang tuanya sudah berangkat duluan sambil membawa barang bawaan menggunakan mobil sewaan meninggalkan Sera yang tadi pingsan."Mereka meninggalkanku? Tapi setidaknya aku masih diperbolehkan tinggal bersama mereka, itu saja sudah cukup. Suaraku?"Akibat cekikan dari ibunya kini suara Sera menjadi serak bahkan ada luka lebam baru di lehernya. Meski begitu, Sera tak mempermasalahkan hal tersebut—karena sudah terbiasa.Setelah itu, tanpa berlama-lama ia bersiap-siap—mulai dari mandi dan menyisir rambutnya—lalu pergi ke rumah barunya sambil berharap ia mendapatkan sedikit kehidupan yang lebih baik."Lukaku di kepala terbuka lagi, tapi untungnya pendarahannya sudah berhenti dan perbannya masih bagus. Hm, aku rasa ini sudah cukup saatnya berangkat," ucapnya sedikit semangat.30 kilometer jalan kaki … Hanya dengan berbekal peta ia menginjakkan kaki ke daerah asing yang belum pernah ia datangi atau yang pernah ia lihat sebelumnya.Sambil melihat peta ia memulai perjalanan panjangnya itu seorang diri, tapi ia tak gentar dan terus berjalan diiringi udara sejuk dan kicauan burung. Di pagi yang sangat cerah itu, Sera sesekali melihat beberapa orang berkeliling sambil membawa hewan peliharaannya serta keramaian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya. Keramaian itu mendorongnya menuju ke kota yang cukup padat dengan suara klakson berbunyi di mana-mana serta suara keributan orang-orang yang sedang menelpon di pinggir jalan."Per …Permisi saya mau lewat!" ucapnya.Ia terdesak hingga akhirnya ia masuk ke gang sepi yang dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sera melihat petanya kembali lalu masuk ke gang lebih dalam lagi, Di gang itu benar-benar sangat sepi bahkan suara langkahnya menggema begitu juga dengan suara tetesan air dari selang yang tampak sedikit bocor.
"Tam …Tampan," gumam Sera. Seorang pria berambut pirang pendek dengan mata merah—mirip seperti pangeran—muncul di hadapan Sera. Sera yang sangat kagum dengan ketampanannya itu sampai berpikir bahwa dia adalah malaikat yang turun dari surga untuk dirinya yang selalu menderita. Bahkan pusingnya menghilang seketika tergantikan dengan senyum tipis di mulutnya."Kau baik-baik saja?" tanyanya seraya menatapnya dengan penuh kelembutan. "I–iya," Pria itu memeriksa Sera dan menemukan berbagai luka di sekujur tubuhnya. Pria itu menatap kesal—dia berpikir bahwa luka itu di sebabkan oleh roh jahat tersebut. Dia juga merasa bersalah karena datang terlambat padahal Sera tadi sudah meminta tolong sesaat sebelum ia terjatuh. BRAK! "BUNUH!" jerit roh jahat. Sera kembali ketakutan dan reaksinya itu membuat pria itu bingung. Kenapa Sera bisa melihat roh jahat? karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.Sambil memikirkan jawaban tersebut, ia mengeluarkan pulpen tinta hitam. Keti
"Ada apa?" tanya wali kelas bingung. "Ma–maaf, nama sa–saya Se–Sera." Sera bergetar akibat shock. Wali kelas—laki-laki dengan rambut sedikit botak serta terlihat berumur 45 tahun—minta Sera untuk duduk di kursi paling depan pojok kiri dekat dengan jendela luar. Dengan gerakan tubuh kaku ia melangkah menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya seraya mengambil buku tulis dan pulpen. "Baik. Berhubung guru mapel(mata pelajaran) biologi tidak ada maka jam 7 sampai jam 9 kosong, kalian jangan buat ribut!" suruh wali kelas lalu pergi ke kelas lain. "Baik, pak." Baru ditinggal sebentar, Sera langsung dikerumuni oleh teman-teman barunya yang tampak antusias dengan kedatangannya. Antusias itu membuatnya tidak nyaman bahkan matanya berkaca-kaca mengingat kejadian yang ia alami di sekolah lamanya.Mereka menanyakan begitu banyak hal—mulai dari alamat, makanan kesukaan, tempat karaoke, dan masih banyak lagi—tanpa tahu trauma Sera kembali muncul."Ola, murid baru yang bersinar bagaikan b
Ken langsung menyeret Sera—menarik tangan kanannya—menuju ke tempat yang ia maksud sepi meninggalkan Emi yang tampak bingung begitu juga dengan suasana kelas.Emi tidak mempermasalahkannya setelah menerima perlakuan tadi dari Ken. Selama ia berada di sisinya, Emi sama sekali tidak peduli tindakan Ken terhadapnya.Saat akan keluar kelas, Alaric menghalangi mereka di depan pintu keluar. Ia menunjuk Ken dengan gagah berani sambil mengucapkan kata tantangan kepadanya."Beraninya kau!""Mau apa?" tanya Ken.Dengan wajah serius dan marah Alaric menanyakan hubungan Ken dan Sera hingga mereka mau pergi berduaan ke tempat yang sepi, hal itu pun mengundang banyak kecurigaan dan skandal. "Itu tidak ada kaitannya denganmu! Jangan urusi urusan orang lain! Lebih baik bayar dulu hutangmu," bisik Ken. Deg! Wajah Alaric langsung pucat. Kegagahannya sirna begitu saja seakan sudah terhempas angin. Ia pun membiarkan mereka berdua lewat begitu saja,"Tidak berguna," sindir Elica.Jleb!"Uhuk, Eli. Seper
"TERIAK SEKARANG JUGA!" Sera menggenggam erat kedua tangannya di depan dada seraya melihat kebawah yang sangat jauh serta membuatnya pusing hingga mual. "Aku …Tidak bisa," gumamnya. Merasa tidak sabaran, Ken menghuyungkan tubuh Sera kedepan seketika membuatnya panik hingga memejamkan matanya akibat takut. "Hahaha! Kau pikir aku akan mendorongmu hingga jatuh? Aku bukan pria busuk seperti itu, pria yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jawaban," tawanya. Pernyataan itu sangat mengejutkan bagi Sera hingga membuat kedua matanya terbelalak lebar seakan pernyataan itu tidak nyata—atau salah dengar. Ken menarik Sera ke pelukannya lalu mengibaskan poninya itu lalu membuka kerah baju Sera. Tatapan Ken tampak serius, hal itu membuat hati Sera tidak karuan."Tenanglah!" "Kau mau apa? Tubuhku ramping," "Aku sama sekali tidak nafsu sama tubuh jelekmu. Luka di kepalamu terbuka kemarin dan perban baru di leher, apa lehermu dicekik hingga retak?" Pertanyaan itu seketika membuat Sera
"Di mana, Sera?" "Di–di–dia d–di ba–bawa pe–pergi ke U–UKS," ucapnya terbata-bata akibat takut. Ken melepas kerah baju siswi itu lalu pergi ke UKS seraya berpikir yang membawa Sera pergi adalah Alaric. … Di UKS Sera dibaringkan ke ranjang seraya diperiksa oleh guru UKS—Bu Kefi, perempuan berumur 23 tahun dengan perawakan seperti wanita dewasa. Emi terus bertanya mengenai keadaan Sera dengan panik sambil duduk di samping ranjang Sera karena khawatir serta takut ia telah terlambat menolongnya.Elica berusaha menenangkan Emi dengan ikut duduk di sampingnya seraya menepuk pundaknya dengan lembut. Sedangkan temannya yang satu lagi mondar-mandir di belakang mereka dengan wajah cemas, "Bagaimana dokter? Apa dia akan mati? Apa kepalanya akan pecah? Apa di—" ucap temannya itu. "Ssh, apa kalian yakin dia berdarah? Tidak ada darah sedikit pun hanya ada beberapa luka lebam yang cukup berat," "Kami yakin," kata Emi. Dengan wajah kebingungan mereka memeriksanya bersama-sama tapi memang tida
Beberapa menit sebelum Ken tiba di UKS, secara kebetulan ia berpapasan dengan Alaric. Mereka berdua saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata.Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum kemudian Ken menarik kerah Alaric lalu membantingnya dengan sangat cepat.GUBRAK!"Berani sekali kau menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh!" ucap Ken."Hah? Apa maksudmu? Jangan bilang! Kau tahu aku membawanya?" kaget Alaric.Pernyataan Alaric langsung membuat Ken tambah panas. Ia kembali membanting Alaric, karena hal itu, Alaric tidak terima diperlakukan seperti ini membalasnya juga dengan kekerasan.Hingga keributan hebat terjadi. Suara mereka berkelahi terdengar jelas hingga ke lantai paling bawah serta suara banting-membanting terdengar seperti bom meledak.Para siswa dan guru berusaha memisahkan mereka tapi apalah daya, mereka berdua tidak terhentikan sebelum kemudian,BRAK!"Kalian kalau kelahi jangan pas aku lagi cerita!" Emi memukul keras sebuah pintu yang sedang tertutup."Ini ba
"DIAM!" suara tak asing terdengar.Bukannya memeriksa siapa itu, Alaric menjadi panik, ia mengeluarkan pulpen birunya tapi 'roh jahat' menepis tangannya hingga pulpennya terhempas jauh membuat dirinya mengerutkan wajah. "Sial," ucapnya kesal. "Jangan bertindak kasar di depan guru!" bayangan hitam itu mulai menghilang menyisakan Bu Kefi yang sangat kotor.Kedua mata Bu Kefi membengkak seperti akan meledak, dia mengaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya rontok banyak.Kami semua hanya terdiam tak bergerak sedikitpun. Entah dari mana, Ken muncul di belakangku seraya memelukku. Dia membawaku pergi lewat jendela tanpa ketahuan sedikitpun oleh mereka berdua.Sera dibawa ke belakang sekolah yang teramat sepi itu. Ken menghela napas panjangnya seraya melepas pelukannya, pada akhirnya Ken tidak mampu menahan kerinduannya."Kenapa kau membawaku kemari?" Sera melirik Ken."Bukan apa-apa. Soalnya Bu Kefi sedang stress aku tidak ingin kau kena marah olehnya," lirihnya."Kenapa kau peduli?"Ken tid