Almin mengecek sekitaran lalu meminta mereka untuk bergegas pergi dari sini. Namun, belum sempat untuk berlari mereka semua tiba-tiba terjatuh tanpa sebab seakan ada yang menarik kaki mereka.Dari jauh, terdengar suara dedaunan yang amat sangat berisik. Secara mengejutkan, Almin terangkat ke atas, ia mencoba meraih dahan pohon tapi sayang belum sempat meraihnya sesosok bayangan hitam muncul dan menelannya."Almin? ALMIN! DASAR!" Repi berdiri lalu menerjang bayangan hitam itu.Bayangan itu juga ikut menerjang serta hendak melahap Repi, tetapi Embi dengan berani menarik Repi hingga jatuh ke belakang hingga terguling dengan begitu Embi yang di lahap.Tidak ingin perjuangan mereka sia-sia, Yuri langsung membantu mereka semua untuk berdiri lalu berlari sekencang mungkin kecuali Sera yang ketakutan hingga tak mampu mengerakkan kakinya.Yuri yang sangat kesal menyeret Sera tapi sayang bayangan hitam itu melemparkan kayu nan runcing ke arah mereka. Dengan sigap, Yuri langsung menjadi dinding
Roh jahat adalah roh yang menginginkan kematian tanpa dasar yang jelas. Mereka merasuki tubuh manusia lalu membuat mereka kehilangan akal sehat sampai pada akhirnya memutuskan untuk bunuh diri karena tidak sanggup untuk hidup. Tidak ada yang tahu asal-usul roh jahat seakan mereka sudah hidup berdampingan dengan manusia sejak dahulu kala—sejak nenek moyang masih hidup dan sejak bumi baru pertama kali dihuni manusia. Dan juga mereka berjumlah sangat banyak seperti tidak ada akar yang menopang mereka. Kematian, kematian, dan kematian itu yang terjadi ketika dirasuki oleh roh jahat. Meski begitu, ada organisasi khusus berinisial 'Dokter' yang melawan roh jahat agar kematian tak terjadi lagi. Tapi, jika akarnya tidak diketahui letaknya maka tidak ada gunanya melawan mereka yang terus bertambah banyak. ... “Ha ha ha! Menurutmu dengan pisau kecil itu kau bisa membunuhku?” tanya roh jahat yang mirip dengan hantu kain halloween. “Banyak omong juga, padahal kau sama sekali tidak bisa meluk
“AAAAAAH!” BRUK! Roh jahat meleset begitu juga dengan Ken yang membuat mereka saling bertubrukan satu sama lain. Sera segera menjauh dari mereka sambil mencerna apa yang sebenarnya terjadi barusan. Ken menendang roh jahat tersebut hingga terpental cukup jauh darinya, roh jahat itu melihat sekeliling—mencari Sera—ketika menemukannya ia langsung mengejar kembali, tetapi Ken meloncat tinggi lalu menariknya dan membantingnya ke tanah. Karena kain maka luka yang roh jahat terima hampir tidak berasa sama sekali kecuali dipotong atau ditebas seperti tadi. Meski terluka ia mampu regenerasi dengan sangat cepat membuat Ken kewalahan. "Anak itu. Bagaimana caraku mendekat jika orang itu masih berada di sini," ucap roh jahat tersebut di dalam hati. "AKU AKAN KEMBALI NANTI," tegasnya lalu kabur menjauh dari mereka. “Apa kamu tidak apa-apa? Ada yang terluka?” tanya Ken. "Eh, aku tidak apa-apa. Hanya terkejut. Apa itu tadi? Hantu?" balasnya dengan wajah penasaran. Sesuai mengucapkan hal itu,
Ken melepas jubah putihnya menyisakan kaos hitam ketat dan di bagian belakang kaosnya itu ada sebuah gagang pedang dan gelang yang berwarna merah tua. Ia mengambil gagang pedang itu seketika memunculkan laser berwarna biru tua.Ia juga memakai gelangnya—di tangan kiri—mendadak rambutnya berubah menjadi warna putih dan matanya menjadi biru muda. Luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya juga mendadak sembuh tanpa menyisakan satu goresan pun.“Oh, kau salah satu ‘Dokter’ alam itu, ya? Dari matamu saja sudah terlihat. Itu sama sekali tidak akan merubah keadaan sedikit pun dan kau tam—”Sring!“Aku berikan kau satu kesempatan untuk keluar dari tubuhnya, jika tidak.” Ken mengacungkan pedangnya di leher Sera—sudah dirasuki.Bukannya takut karena kecepatannya yang tinggi, Sera malah sengaja melukai lehernya membuat Ken harus menjauh darinya. Sera menghela napas lega lalu memanggil roh-roh jahat labu serta memunculkan lima tangan hitam.Tidak hanya itu, ia juga memunculkan sebuah palu dan paku di
Cup! Ken mencium dahinya dengan lembut serta penuh dengan kerinduannya seakan kangen dengan seseorang—ia memberikan sedikit kehidupannya. Ketika ia menatap wajah Sera ia tiba-tiba teringat kembali dengan bayangan seseorang. Dengan sedikit menghela napas ia mengendong Sera untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Di sepanjang perjalanan yang amat sepi ia hanya melihat kekacauan dan kerusakan serta jerit tangis dari orang-orang yang kehilangan keluarganya. Sebenarnya, di dalam lubuk hati Ken sendiri ia benar-benar marah karena ketidakmampuannya dalam menolong orang lain. Ken serasa di neraka setiap kali kehilangan pasiennya ataupun gagal melakukan tugasnya. “Kenapa? Kenapa? KENAPAAAA?” jeritnya dalam hati. Tanpa sadar sudah sampai di rumah sakit, ia tambah menjerit dalam hati karena banyak suara tangisan yang membuat telinganya sakit. Ia melewati beberapa pasien sebelum kemudian memanggil salah satu suster di sana untuk menolong Sera, tetapi tidak ada satu pun yang peduli padanya.
“Ini milik kekasihku, bagaimana bisa kau mendapatkannya?” tanya Ken seraya menunjukkan gelangnya meski dari jauh tidak terlalu kelihatan. Sera menatap tajam seraya mengeram karena kesal akibat masalah tadi. Ia menegaskan bahwa gelang itu sudah ia miliki sejak lama dan yang punya gelang seperti itu bukan hanya dia saja melainkan banyak orang memilikinya. Namun, Ken yang sudah terbutakan oleh amarah langsung menghampiri lalu menampar pipinya hingga ia terhuyung. Ken tidak sudi gelang kekasihnya itu dimiliki atau bahkan di pakai oleh orang lain apalagi orang seperti Sera. Dengan mata yang penuh amarah dan mulut yang seakan mengeluarkan api, ia tidak percaya pada Sera sebab gelang perak seperti itu memang banyak di jual di mana-mana tapi gelang ini memiliki nama kekasihnya. Ken terus bertanya-tanya mengenai keberadaan kekasihnya itu di tambah ia tidak sudi jika Sera adalah kekasihnya yang sebenarnya sebab dirinya selalu terbayang sebagai kekasihnya. Mereka berbeda tapi bayangan kekasih
Dalam perjalanan pulang, Sera memikirkan banyak hal mengenai gelang perak dan Ken tapi ia mencoba mengabaikannya tanpa sadar ia telah sampai di rumah. Wajah Sera yang tadinya kesal kini berubah menjadi wajah takut dan khawatir saat ia hendak membuka pintu. Dan benar saja, baru membuka pintu ia langsung terkena lemparan botol tepat di kepalanya. Lemparan botol itu membuat pendarahan di kepalanya terbuka yang membuatnya menjerit kesakitan di dalam hatinya hingga membuat kedua matanya bergetar."DARI MANA SAJA, KAU? INI SUDAH MALAM! DASAR ANAK TIDAK PATUH ATURAN," bentak sang ayah seraya menikmati alkoholnya. "Ma–maaf, tadi a–ada kejadian di ja—" "JANGAN BANYAK ALASAN!" Sang ayah mendatangi Sera lalu menyeretnya masuk ke dalam kamar yang sangat berantakan bahkan terdengar suara tikus-tikus yang sedang berlarian kesana-kemari. Sang ayah yang tampak mabuk langsung memukul Sera dan menendang Sera karena ia tak patuh aturan yang sudah dibuat. Sang ayah juga melampiaskan amarahnya akibat
30 kilometer jalan kaki … Hanya dengan berbekal peta ia menginjakkan kaki ke daerah asing yang belum pernah ia datangi atau yang pernah ia lihat sebelumnya.Sambil melihat peta ia memulai perjalanan panjangnya itu seorang diri, tapi ia tak gentar dan terus berjalan diiringi udara sejuk dan kicauan burung. Di pagi yang sangat cerah itu, Sera sesekali melihat beberapa orang berkeliling sambil membawa hewan peliharaannya serta keramaian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya. Keramaian itu mendorongnya menuju ke kota yang cukup padat dengan suara klakson berbunyi di mana-mana serta suara keributan orang-orang yang sedang menelpon di pinggir jalan."Per …Permisi saya mau lewat!" ucapnya.Ia terdesak hingga akhirnya ia masuk ke gang sepi yang dipenuhi dengan tumpukan sampah. Sera melihat petanya kembali lalu masuk ke gang lebih dalam lagi, Di gang itu benar-benar sangat sepi bahkan suara langkahnya menggema begitu juga dengan suara tetesan air dari selang yang tampak sedikit bocor.