"Di mana, Sera?" "Di–di–dia d–di ba–bawa pe–pergi ke U–UKS," ucapnya terbata-bata akibat takut. Ken melepas kerah baju siswi itu lalu pergi ke UKS seraya berpikir yang membawa Sera pergi adalah Alaric. … Di UKS Sera dibaringkan ke ranjang seraya diperiksa oleh guru UKS—Bu Kefi, perempuan berumur 23 tahun dengan perawakan seperti wanita dewasa. Emi terus bertanya mengenai keadaan Sera dengan panik sambil duduk di samping ranjang Sera karena khawatir serta takut ia telah terlambat menolongnya.Elica berusaha menenangkan Emi dengan ikut duduk di sampingnya seraya menepuk pundaknya dengan lembut. Sedangkan temannya yang satu lagi mondar-mandir di belakang mereka dengan wajah cemas, "Bagaimana dokter? Apa dia akan mati? Apa kepalanya akan pecah? Apa di—" ucap temannya itu. "Ssh, apa kalian yakin dia berdarah? Tidak ada darah sedikit pun hanya ada beberapa luka lebam yang cukup berat," "Kami yakin," kata Emi. Dengan wajah kebingungan mereka memeriksanya bersama-sama tapi memang tida
Beberapa menit sebelum Ken tiba di UKS, secara kebetulan ia berpapasan dengan Alaric. Mereka berdua saling menatap tanpa mengucapkan sepatah kata.Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum kemudian Ken menarik kerah Alaric lalu membantingnya dengan sangat cepat.GUBRAK!"Berani sekali kau menyentuh sesuatu yang tak seharusnya disentuh!" ucap Ken."Hah? Apa maksudmu? Jangan bilang! Kau tahu aku membawanya?" kaget Alaric.Pernyataan Alaric langsung membuat Ken tambah panas. Ia kembali membanting Alaric, karena hal itu, Alaric tidak terima diperlakukan seperti ini membalasnya juga dengan kekerasan.Hingga keributan hebat terjadi. Suara mereka berkelahi terdengar jelas hingga ke lantai paling bawah serta suara banting-membanting terdengar seperti bom meledak.Para siswa dan guru berusaha memisahkan mereka tapi apalah daya, mereka berdua tidak terhentikan sebelum kemudian,BRAK!"Kalian kalau kelahi jangan pas aku lagi cerita!" Emi memukul keras sebuah pintu yang sedang tertutup."Ini ba
"DIAM!" suara tak asing terdengar.Bukannya memeriksa siapa itu, Alaric menjadi panik, ia mengeluarkan pulpen birunya tapi 'roh jahat' menepis tangannya hingga pulpennya terhempas jauh membuat dirinya mengerutkan wajah. "Sial," ucapnya kesal. "Jangan bertindak kasar di depan guru!" bayangan hitam itu mulai menghilang menyisakan Bu Kefi yang sangat kotor.Kedua mata Bu Kefi membengkak seperti akan meledak, dia mengaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya rontok banyak.Kami semua hanya terdiam tak bergerak sedikitpun. Entah dari mana, Ken muncul di belakangku seraya memelukku. Dia membawaku pergi lewat jendela tanpa ketahuan sedikitpun oleh mereka berdua.Sera dibawa ke belakang sekolah yang teramat sepi itu. Ken menghela napas panjangnya seraya melepas pelukannya, pada akhirnya Ken tidak mampu menahan kerinduannya."Kenapa kau membawaku kemari?" Sera melirik Ken."Bukan apa-apa. Soalnya Bu Kefi sedang stress aku tidak ingin kau kena marah olehnya," lirihnya."Kenapa kau peduli?"Ken tid
Kring!Jam pulang sekolah pun terdengar jelas. Seisi kelas tampak melirik Ken yang sedang berdiri di samping Sera seraya merangkul tas hitamnya."Ayo pulang!" ajak Ken."Aku bisa pulang sendiri!" sinis Sera."Nanti kukasih gelang peraknya," bujuknya."Ayo, Emi kami duluan,"Emi hanya melambaikan tangan dengan tatapan sedih. Dia sempat mengejar mereka tapi dihalangi oleh siswa-siswi yang keluar dari kelas mereka.Di luar sekolah, Ken menanyakan beberapa hal kepada Sera tapi belum sempat bertanya Sera menarik kerah bajunya seraya meminta gelang peraknya kembali.Ken hanya tersenyum menyeringai seraya menahan kedua tangan Sera. Ken bertanya kepadanya mengenai kondisi keluarganya dan bila keluarganya sudah berbuat berlebihan maka Ken tidak bisa tinggal diam.Sera bisa saja mati ditangan kedua orang tuanya jika terus diperlakukan seperti ini. Ditambah, Ken adalah 'Dokter' meninggalkan pasien di tengah jalan bukan prinsipnya."Itu tak ada hubungannya denganmu! Berikan gelang pe—""Ada, karen
10 menit kemudian ...Kelopak mata Sera bergetar, ia membuka matanya perlahan dengan pandangan mata yang masih samar-samar tidak jelas.Seraya bangkit, ia mengucek kedua matanya dan terdiam—melihat ia baru saja bangun di pangkuan Ken yang tampak menunggunya bangun."HEH! Ka–ka–kamu kenapa di sini?" "Nunggu kamu bangun."Seketika wajah Sera berubah menjadi merah merona. Sera tak sanggup mengatakan sepatah katapun hingga ia memutuskan untuk pergi dengan rasa malu yang teramat dahsyat."Tunggu! Kamu mau kemana?" tanya Ken."Bu–bukan urusanmu!" balas Sera.Dengan langkah lebar, Sera dengan cepat menjauh dari Ken. Meski sudah menjauh darinya, wajahnya masih saja merah merona dan isi hatinya tak karuan perasaannya.Deg-degan, kesal, dan malu bergabung menjadi satu membuatnya tambah bingung dengan dirinya sendiri. Melihat Ken yang menolongnya lagi, hati Sera menjadi sakit layaknya ditusuk tombak.Tanpa sadar, Sera sampai di toko serba ada. Di sana ia membeli miras dengan jumlah yang cukup ba
Ciuman itu membuat Sera langsung terpesona hingga dirinya tak mampu berekspresi. Ia mendorong Ken hingga jatuh lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun sambil memegang pipinya yang memerah.Sementara Ken terkejut sendiri dengan tindakan nekatnya itu. Ia memukul-mukul kepalanya ke tembok sampai berdarah dan menyadari keberadaan roh jahat yang sangat dekat.Merasa Sera dalam bahaya, Ken segera mencarinya tapi malah dihadang oleh rekan perempuannya. Rekannya itu bernama Mely—perempuan dengan perawakan dewasa dengan kacamata dan rambut yang di kuncir ke belakang."Ken, apa yang tadi kau lakukan?" tanyanya."Bukan apa-apa. Itu tadi hanya kebodohanku saja." Ken melewati Mely dengan santai."Jangan bilang kau teringat dengan kekasihmu? Terima kenyataan bahwa dia su—""DIAMLAH! Ini tak ada hubungannya denganmu ataupun dengan dirinya. Jika kau datang hanya untuk menghalangiku maka lebih baik enyalah sebelum kulakukan dengan tanganku sendiri!" ancam Ken.Ken pergi dengan perasaan murka seaka
Di dalam dekapan hangat Ken, Sera tertidur dengan wajah penuh dengan air mata. Kedua matanya sedikit bengkak serta napasnya terengah-engah.Luka Ken menutup semua tanpa meninggalkan sedikit goresan. Tanpa sadar Ken tersenyum lembut seraya mengelus-elus kepala Sera dengan sangat lembut—lebih lembut dari awan."Biasanya kau marah-marah. Tapi, kenapa kau tampak sangat menderita? Kau membenciku tapi kau sangat peduli padaku bahkan menangisiku—orang yang sudah melukaimu," ucap Ken.Sambil menatap langit, Ken kembali teringat dengan kekasihnya, Serei. Serei selalu mempedulikan orang lain tanpa mengetahui bahwa dirinya membutuhkan pertolongan orang lain.Sifat peduli Serei sangat mirip dengan Sera seakan mereka berdua orang yang sama. Tapi, perawakan mereka sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi.Meski berbeda, Ken sudah cukup merasa senang bisa melihat bayangan kekasihnya—meski seharusnya tidak ia lakukan. Hati Ken selalu membeku sejak insiden yang menimpa Serei dan gurunya."Tapi, ber
Ketika sampai di sekolah ia melihat Ken sejauh mata memandang di taman sekolah—kebetulan masih sepi karena masih pagi—Sera merasa canggung ditambah ia diperlakukan aneh oleh Ken.Perasaannya kocar-kacir ketika mengingat hingga tak sengaja ia tersandung lalu jatuh ke belakang. Sesaat sebelum jauh, dirinya menimpa badan seseorang yang tampak gagah.Sera melirik ke belakang lalu melihat perawakan seseorang yang tidak asing baginya. Orang itu terdengar tertawa kecil sebelum kemudian membantu Sera berdiri."Pagi, Sera," ucap orang itu yang ternyata Alaric."Kukira siapa? Pagi juga," balas Sera lesu."Seperti biasa kamu cantik hingga membuat cuaca cerah setiap hari di hatiku," goda Alaric."A–apa?" Sera yang tidak terbiasa dengan kalimat itu hanya bisa gelagapan ditambah ia kembali teringat kejadian semalam.Sera yang tidak ingin berlama-lama di sana langsung pergi ke kelas tanpa berkata-kata. Melihat tindakan aneh Sera, Alaric hendak menanyakan hal tersebut kepada orang yang membawa Sera k