Kring!Jam pulang sekolah pun terdengar jelas. Seisi kelas tampak melirik Ken yang sedang berdiri di samping Sera seraya merangkul tas hitamnya."Ayo pulang!" ajak Ken."Aku bisa pulang sendiri!" sinis Sera."Nanti kukasih gelang peraknya," bujuknya."Ayo, Emi kami duluan,"Emi hanya melambaikan tangan dengan tatapan sedih. Dia sempat mengejar mereka tapi dihalangi oleh siswa-siswi yang keluar dari kelas mereka.Di luar sekolah, Ken menanyakan beberapa hal kepada Sera tapi belum sempat bertanya Sera menarik kerah bajunya seraya meminta gelang peraknya kembali.Ken hanya tersenyum menyeringai seraya menahan kedua tangan Sera. Ken bertanya kepadanya mengenai kondisi keluarganya dan bila keluarganya sudah berbuat berlebihan maka Ken tidak bisa tinggal diam.Sera bisa saja mati ditangan kedua orang tuanya jika terus diperlakukan seperti ini. Ditambah, Ken adalah 'Dokter' meninggalkan pasien di tengah jalan bukan prinsipnya."Itu tak ada hubungannya denganmu! Berikan gelang pe—""Ada, karen
10 menit kemudian ...Kelopak mata Sera bergetar, ia membuka matanya perlahan dengan pandangan mata yang masih samar-samar tidak jelas.Seraya bangkit, ia mengucek kedua matanya dan terdiam—melihat ia baru saja bangun di pangkuan Ken yang tampak menunggunya bangun."HEH! Ka–ka–kamu kenapa di sini?" "Nunggu kamu bangun."Seketika wajah Sera berubah menjadi merah merona. Sera tak sanggup mengatakan sepatah katapun hingga ia memutuskan untuk pergi dengan rasa malu yang teramat dahsyat."Tunggu! Kamu mau kemana?" tanya Ken."Bu–bukan urusanmu!" balas Sera.Dengan langkah lebar, Sera dengan cepat menjauh dari Ken. Meski sudah menjauh darinya, wajahnya masih saja merah merona dan isi hatinya tak karuan perasaannya.Deg-degan, kesal, dan malu bergabung menjadi satu membuatnya tambah bingung dengan dirinya sendiri. Melihat Ken yang menolongnya lagi, hati Sera menjadi sakit layaknya ditusuk tombak.Tanpa sadar, Sera sampai di toko serba ada. Di sana ia membeli miras dengan jumlah yang cukup ba
Ciuman itu membuat Sera langsung terpesona hingga dirinya tak mampu berekspresi. Ia mendorong Ken hingga jatuh lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun sambil memegang pipinya yang memerah.Sementara Ken terkejut sendiri dengan tindakan nekatnya itu. Ia memukul-mukul kepalanya ke tembok sampai berdarah dan menyadari keberadaan roh jahat yang sangat dekat.Merasa Sera dalam bahaya, Ken segera mencarinya tapi malah dihadang oleh rekan perempuannya. Rekannya itu bernama Mely—perempuan dengan perawakan dewasa dengan kacamata dan rambut yang di kuncir ke belakang."Ken, apa yang tadi kau lakukan?" tanyanya."Bukan apa-apa. Itu tadi hanya kebodohanku saja." Ken melewati Mely dengan santai."Jangan bilang kau teringat dengan kekasihmu? Terima kenyataan bahwa dia su—""DIAMLAH! Ini tak ada hubungannya denganmu ataupun dengan dirinya. Jika kau datang hanya untuk menghalangiku maka lebih baik enyalah sebelum kulakukan dengan tanganku sendiri!" ancam Ken.Ken pergi dengan perasaan murka seaka
Di dalam dekapan hangat Ken, Sera tertidur dengan wajah penuh dengan air mata. Kedua matanya sedikit bengkak serta napasnya terengah-engah.Luka Ken menutup semua tanpa meninggalkan sedikit goresan. Tanpa sadar Ken tersenyum lembut seraya mengelus-elus kepala Sera dengan sangat lembut—lebih lembut dari awan."Biasanya kau marah-marah. Tapi, kenapa kau tampak sangat menderita? Kau membenciku tapi kau sangat peduli padaku bahkan menangisiku—orang yang sudah melukaimu," ucap Ken.Sambil menatap langit, Ken kembali teringat dengan kekasihnya, Serei. Serei selalu mempedulikan orang lain tanpa mengetahui bahwa dirinya membutuhkan pertolongan orang lain.Sifat peduli Serei sangat mirip dengan Sera seakan mereka berdua orang yang sama. Tapi, perawakan mereka sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi.Meski berbeda, Ken sudah cukup merasa senang bisa melihat bayangan kekasihnya—meski seharusnya tidak ia lakukan. Hati Ken selalu membeku sejak insiden yang menimpa Serei dan gurunya."Tapi, ber
Ketika sampai di sekolah ia melihat Ken sejauh mata memandang di taman sekolah—kebetulan masih sepi karena masih pagi—Sera merasa canggung ditambah ia diperlakukan aneh oleh Ken.Perasaannya kocar-kacir ketika mengingat hingga tak sengaja ia tersandung lalu jatuh ke belakang. Sesaat sebelum jauh, dirinya menimpa badan seseorang yang tampak gagah.Sera melirik ke belakang lalu melihat perawakan seseorang yang tidak asing baginya. Orang itu terdengar tertawa kecil sebelum kemudian membantu Sera berdiri."Pagi, Sera," ucap orang itu yang ternyata Alaric."Kukira siapa? Pagi juga," balas Sera lesu."Seperti biasa kamu cantik hingga membuat cuaca cerah setiap hari di hatiku," goda Alaric."A–apa?" Sera yang tidak terbiasa dengan kalimat itu hanya bisa gelagapan ditambah ia kembali teringat kejadian semalam.Sera yang tidak ingin berlama-lama di sana langsung pergi ke kelas tanpa berkata-kata. Melihat tindakan aneh Sera, Alaric hendak menanyakan hal tersebut kepada orang yang membawa Sera k
"Yo," ucap ketua OSIS."Hiyah, pasti ketua OSIS sedang pergi. Hm, pasti sedang pergi," ucap Sera seraya mundur perlahan-lahan.Sera benar-benar tidak menerima kenyataan ini ditambah alasan Emi yang geram tadi karena sudah tahu siapa ketua OSIS di sekolah ini yang tak lain dan tak bukan adalah Alaric.Saat ditengah pelajaran tadi, Alaric sempat ijin karena tugas mendadak—tugas OSIS. Dan alasan kenapa para guru tidak bisa marah lama-lama dengannya—seperti guru killer yang kemarin—sebab dirinya adalah ketua OSIS.Kepala Sera serasa akan meledak. Ini menjelaskan kenapa Alaric bepergian dengan mudah saat di tengah pelajaran. Tapi kenapa Emi mau membicarakan ketua OSIS?"Aneh. Aku pergi dulu ada yang mau kutanyakan ke Emi," ucap Sera seraya membuka pintu."Sera, apa kau mau jadi anggota OSIS? Sebenarnya kami kekurangan anggota," tawar Alaric."Sama sekali tidak tertarik. Kenapa menawar posisi itu kepadaku? Sudah tahu aku murid baru," tolak Sera."Karena jika kau anggota OSIS maka aku bisa b
"Bisakah kau menjauh dari, Ken?"Sera terdiam sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan Emi yang sangat mendadak. Sambil memegang kedua tangan Emi dan memasang wajah senang, Sera menjawab ..."Tentu saja. Tapi ini terlalu mendadak memangnya ada apa?""Nanti aku akan jelaskan," balasnya lembut.Tidak lama kemudian Elica membawa jajanan dan teh untuk mereka. Saat memakannya tidak ada satupun percakapan yang berlangsung, benar-benar suasana yang teramat canggung.Kring!Jam istirahat selesai. Mereka kembali ke kelas seraya membuang sampah jajanan mereka. Saat masuk, perasaan Sera menjadi sedikit sakit saat mengigat perkataan Emi tadi.Kalimat-kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Sera. Sampai-sampai ia tak sadar menabrak Ken yang berada di depannya, ia sekilas menatap Ken dengan tatapan bingung."Kenapa?" tanya Ken.Sera tidak menjawabnya. Jika di pikir-pikir lagi Sera tidak menyukai Ken akibat sifatnya yang seenaknya. Ia melupakan sifatnya itu hanya karena ia bertingkah baik di depannya.
"ken?" Sera tidak bisa berhenti berjalan akibat tarikan teman-temannya itu. ia hanya bisa melihat sekilas pertarungan mereka—Ken dan Alaric—hingga membuat bangunan sekolah retak.Setelah berlari cukup lama, mereka sampai di rumah Emi yang bisa di bilang lokasinya cukup unik karena sangat dekat dengan hutan yang masih sangat lebat bahkan beruang dan hewan-hewan karnivora lainnya terlihat menatap mereka berempat."Ayo, masuk. Oh iya, maaf Sera. Hari kepindahanmu penuh dengan hal tegang dan tidak normal seperti ini sebagai gantinya aku akan ceritakan terror tanggal 13 di sekolah kita." Emi membuka rumahnya.Sebelum masuk, Sera mengamati rumah yang mirip dengan kuil Jepang. Di sana juga ada berbagai kertas yang tulisannya tidak bisa di baca oleh Sera dan ada boneka-boneka yang di gantung tepat di salah satu pohon dekat rumah Emi.Kesan pertama datang ke rumah teman adalah horor. Tampaknya kedua orang tua Emi tidak ada di rumah hal itu di buktikan dengan rak sepatu hanya ada sepatu Emi."