"Aku hanyalah gadis biasa, anak biasa, dan hidup sederhana. Tapi, semuanya berubah ketika aku datang ke kuil."Saat terkepung, Emi teringat dengan masa kecilnya. Di mana ia tinggal bersama keluarganya di perkotaan yang jauh dari kota yang ia tinggali saat ini.Ketika berumur 5 tahun ia mejalani hari-hari dengan kebahagiaan sebelum akhirnya semuanya berubah ketika sang ibu yang mulai bertingkah aneh layaknya kesurupan.Saat itu Emi tidak mengerti mengenai roh jahat apalagi melihat mereka. Jadi, ayahnya memanggil berbagai dokter hingga 'orang pintar' yang mampu mengusir hal gaib."Maaf, tidak ada yang bisa saya lakukan," ucapan sama yang selalu terucap semua dokter."Jika bayar 5 kali lipat pasti saya akan mengusir makhluk ini," ucap semua 'orang pintar'Namun, ayahnya tidak sebodoh itu. Akhirnya harapan hampir padam di tambah sang ibu terus mengamuk hingga akhirnya menyerang keluarganya sendiri dengan sangat kejam.Sang ayah hanya bisa menghindar lalu mengurung istri tercintanya. Sampa
Roh-roh jahat menerobos masuk, Emi terus membunyikan loncengnya. Sera yang tidak mau hanya menonton—serta teringat dengan masa lalunya—memutuskan membantu Emi dengan melemparkan buku-buku ke arah roh jahat yang mendekat.Mereka terus berjuang hingga salah satu roh jahat macan mengigit pundak kiri Sera. Meski sangat menyakitkan ia terus berjuang sampai titik darah penghabisan."Sera! Jika terus seperti ini, kita akan kalah. Aku akan menyegel semuanya dalam sekejap, tapi aku butuh waktu cukup lama," saran Emi."Baiklah. Aku akan menahan mereka sebisa mungkin," balas Sera.Emi mundur ke belakang Sera lalu mengucapkan berbagai kata-kata yang tidak bisa di pahami. Kata-kata itu seakan mengandung magis dan harapan Emi yang ingin mengakhiri semua ini.GRAAA!Dengan pundak yang mengalir darah, Sera terus melawan meski ia terus di terkam, tercabik-cabik, ataupun terjatuh berkali-kali. Sera tetap bangkit dengan napas yang terengah-engah."Hanya seperti ini tidak akan pernah menjatuhkan ku! 'Mere
"Jika itu mau kamu,"Ken mendekatkan dirinya lalu menjerat Emi dengan kedua tangannya agar tidak bisa menjauh. Dengan perlahan Ken mendekatkan bibirnya ke bibir Emi sedangkan Emi menutup mata karena malu."Ken?" suara asing terdengar.Sontak mereka berdua langsung berjauhan. Ken menoleh ke sumber suara itu yang ternyata adalah Alaric yang sedang menggendong Sera di punggungnya."Apa yang terjadi pada Sera?" tanya Ken sambil mendekat."Jangan mendekat! Untungnya, Sera tidak melihat perlakuan busuk kalian. Emi, kau itu gadis suci! Seharusnya kau tidak boleh melakukan hal seperti itu apalagi di bawah pohon ini," protes Alaric.Ternyata pohon itu bukanlah pohon beringin biasa. Ketika ada yang menyatakan perasaannya hingga melakukan hal yang berbau romantis maka mereka tidak bisa berpisah hingga ajal menjemput.Tentu saja, Emi mengetahui hal itu karena itu ia mengajak Ken untuk datang ke tempat ini. Sedangkan Ken yang kesal—masih mengenai masalah tadi—jadi dia tidak menyadari hal tersebut.
"MENJAUHLAH DARI SERA!"Ken menghajar mereka semua hingga mereka memutuskan untuk melarikan diri. Sera langsung terduduk akibat ketakutan dan hanya bisa bergetar di samping toilet.Ken langsung mendekap Sera dengan lembut lalu membawanya pergi dari sana. Sebelum itu, ia melepaskan almamater sekolahnya—masih memakai seragam sekolah—lalu memberikannya kepada Sera.Tentu saja, Ken sudah membersihkan baju dan almetnya yang tadi terkena bercak darah. Mereka berdua keluar lalu mendatangi Alaric yang duduk seraya menyantap dada ayam goreng."Ada apa? Kalian beduah lejadih apa?" ucapnya tidak jelas karena mulutnya penuh."Ba–baga–gaimana k–kau bi–bisa ta–ta–tahu?" "Tenangkan dirimu dulu. Menemukanmu tidak sulit seperti menemukan bintang utara karena bersinar lebih terang dari yang lain." Ken membantu Sera duduk.Setelah Sera duduk, Alaric langsung pindah tempat duduk ke samping Sera karena Ken akan duduk di situ. Ken hanya bisa memasang wajah kesal sambil memutar kedua matanya.Dia duduk di
Truk itu mendadak menghilang menyisakan Sera yang mematung. Pria itu memberikan Sera sebuah gelang yang terbuat dari benang lalu memakaikannya di pergelangan tangan kirinya."I—""Untuk jaga-jaga. Karena dia gadis suci," ucapnya lalu menghilang."Membunuh Emi? Apa maksudnya? Menurutnya aku akan melakukannya? Gelang ini ...." Sera berusaha melepaskan gelangnya."Adek! Adek tidak apa-apa?" seorang pria paruh baya mendatanginya lalu membawanya ke pinggir jalan yang aman.Sera lupa bahwa dirinya berada di jalan. Dengan wajah tenang, Sera berterima kasih kepada pria paruh baya itu lalu pergi meninggalkan tempat itu.Sebelum pergi, tangannya di tarik oleh anak laki-laki yang tadi ia selamatkan. Kedua orang tua anak itu turut mendatanginya dengan wajah bahagia sampai-sampai kedua mata mereka mengeluarkan genangan air."Kami benar-benar sangat berterima kasih. Jika, kamu tidak menolong anak kami, kami tidak tahu hal buruk apa yang terjadi? Apa kamu tidak apa-apa?" panik ayah anak itu."Aah, s
Tok ...Tok ...Tok.Sera membuka pintu perlahan serta berharap kedua orang tuanya tidak melakukan hal buruk di hadapan teman-temannya.Saat pintu terbuka akan terbuka sepenuhnya, Sera kembali menutupnya hingga menimbulkan suara keras. Mereka berdua—Alaric dan Elica—merasa kebingungan dengan tingkah Sera.Melihat Sera yang tampaknya tidak ingin mereka bertamu memutuskan tidak jadi menunggu di rumah Sera. Namun, Ken menggenggam kedua tangan Sera seakan menguatkannya dan percaya bahwa hal buruk tidak akan terjadi."Tenang saja! Jangan takut! Ada aku," ujar Ken lembut."Omong kosong apa itu? Sera, jangan takut kecuali takut sama si 'Ini' yang seenaknya," sindir Alaric. "He he he. Aku tidak takut, terima kasih. Jika kalian terus membantuku takutku adalah ...Kalian akan mati," gumam Sera."Apa?" Elica tidak mendengarnya.Sera hanya membalas dengan senyuman lebar nan sedih. Namun, Alric dan Ken mendengar gumaman itu yang membuat mereka mengerutkan dahi serta rasa penasaran yang memenuhi mere
Sera dan Elica langsung menuju ke sekolah. Jalan menjadi sangat sepi seakan tempat itu tidak pernah dihuni satu orang pun di tambah lampu jalan yang cahayanya remang-remang."Elica, kamu tidak ganti baju dulu? Nanti baju sekolahmu kotor." Sera melirik seragam Elica."Tidak perlu. Seragam ini tidak berharga, yang berharga adalah temanku, Emi. Jikapun, baju ini—seragam—robek-robek tidak masalah asalkan Emi selamat." Elica menggenggam erat dadanya.Teman jauh lebih berharga ketimbang barang yang mahal karena barang yang mahal dapat di ganti sedangkan teman tidak dapat di ganti karena mereka hanya ada satu di dunia.Mendengar kata 'teman' membuat dada Sera menjadi sesak, tapi dia menahannya sekuat tenaga seraya melangkah ke depan....Mereka terus berjalan tanpa mengetahui bahaya sedang mengintai mereka dari jauh. Semakin dekat dengan sekolahan, perasaan mereka menjadi tidak enak."Apa ...Hanya perasaanku saja?" Sera merinding."Entahlah. Apa ada roh jahat?" Elica juga ikut merinding.Mer
Melihat benang-benang itu terus menarik Emi dari berbagai arah membuat mereka panik. Alaric dan Ken meloncat lalu memotong-motong benang itu dengan pisau bedah dan tinta pulpen yang berubah menjadi tombak."AAAAARG!" Emi mulai kesakitan."Emi bertahanlah!" Elica mencari cara memutuskan benang-benang itu.Karena serangan Ken dan Alaric sama sekali tidak membuat benang itu tergores sedikitpun. Mereka terus berusaha memotong benang yang sangat kuat bagaikan baja.Saat sedang berusaha, benang-benang itu terus menarik hingga membuat lengannya mulai mengeluarkan suara aneh.Pakaiannya mulai sobek perlahan, rasa perih yang amat sakit tidak bisa Emi tahan selamanya, dan benang-benang itu juga menarik lehernya ke depan yang membuat rasa sakit yang sangat luar biasa."Emi? Hah …Hah …." Sera tak mampu bergerak.Melihat Emi yang kesakitan serta badannya yang mulai terlihat akan terbelah mengingatkan Sera dengan salah satu sahabatnya yang meninggal akibat benang yang membelah badannya.Rasa sesak,