"Jika itu mau kamu,"Ken mendekatkan dirinya lalu menjerat Emi dengan kedua tangannya agar tidak bisa menjauh. Dengan perlahan Ken mendekatkan bibirnya ke bibir Emi sedangkan Emi menutup mata karena malu."Ken?" suara asing terdengar.Sontak mereka berdua langsung berjauhan. Ken menoleh ke sumber suara itu yang ternyata adalah Alaric yang sedang menggendong Sera di punggungnya."Apa yang terjadi pada Sera?" tanya Ken sambil mendekat."Jangan mendekat! Untungnya, Sera tidak melihat perlakuan busuk kalian. Emi, kau itu gadis suci! Seharusnya kau tidak boleh melakukan hal seperti itu apalagi di bawah pohon ini," protes Alaric.Ternyata pohon itu bukanlah pohon beringin biasa. Ketika ada yang menyatakan perasaannya hingga melakukan hal yang berbau romantis maka mereka tidak bisa berpisah hingga ajal menjemput.Tentu saja, Emi mengetahui hal itu karena itu ia mengajak Ken untuk datang ke tempat ini. Sedangkan Ken yang kesal—masih mengenai masalah tadi—jadi dia tidak menyadari hal tersebut.
"MENJAUHLAH DARI SERA!"Ken menghajar mereka semua hingga mereka memutuskan untuk melarikan diri. Sera langsung terduduk akibat ketakutan dan hanya bisa bergetar di samping toilet.Ken langsung mendekap Sera dengan lembut lalu membawanya pergi dari sana. Sebelum itu, ia melepaskan almamater sekolahnya—masih memakai seragam sekolah—lalu memberikannya kepada Sera.Tentu saja, Ken sudah membersihkan baju dan almetnya yang tadi terkena bercak darah. Mereka berdua keluar lalu mendatangi Alaric yang duduk seraya menyantap dada ayam goreng."Ada apa? Kalian beduah lejadih apa?" ucapnya tidak jelas karena mulutnya penuh."Ba–baga–gaimana k–kau bi–bisa ta–ta–tahu?" "Tenangkan dirimu dulu. Menemukanmu tidak sulit seperti menemukan bintang utara karena bersinar lebih terang dari yang lain." Ken membantu Sera duduk.Setelah Sera duduk, Alaric langsung pindah tempat duduk ke samping Sera karena Ken akan duduk di situ. Ken hanya bisa memasang wajah kesal sambil memutar kedua matanya.Dia duduk di
Truk itu mendadak menghilang menyisakan Sera yang mematung. Pria itu memberikan Sera sebuah gelang yang terbuat dari benang lalu memakaikannya di pergelangan tangan kirinya."I—""Untuk jaga-jaga. Karena dia gadis suci," ucapnya lalu menghilang."Membunuh Emi? Apa maksudnya? Menurutnya aku akan melakukannya? Gelang ini ...." Sera berusaha melepaskan gelangnya."Adek! Adek tidak apa-apa?" seorang pria paruh baya mendatanginya lalu membawanya ke pinggir jalan yang aman.Sera lupa bahwa dirinya berada di jalan. Dengan wajah tenang, Sera berterima kasih kepada pria paruh baya itu lalu pergi meninggalkan tempat itu.Sebelum pergi, tangannya di tarik oleh anak laki-laki yang tadi ia selamatkan. Kedua orang tua anak itu turut mendatanginya dengan wajah bahagia sampai-sampai kedua mata mereka mengeluarkan genangan air."Kami benar-benar sangat berterima kasih. Jika, kamu tidak menolong anak kami, kami tidak tahu hal buruk apa yang terjadi? Apa kamu tidak apa-apa?" panik ayah anak itu."Aah, s
Tok ...Tok ...Tok.Sera membuka pintu perlahan serta berharap kedua orang tuanya tidak melakukan hal buruk di hadapan teman-temannya.Saat pintu terbuka akan terbuka sepenuhnya, Sera kembali menutupnya hingga menimbulkan suara keras. Mereka berdua—Alaric dan Elica—merasa kebingungan dengan tingkah Sera.Melihat Sera yang tampaknya tidak ingin mereka bertamu memutuskan tidak jadi menunggu di rumah Sera. Namun, Ken menggenggam kedua tangan Sera seakan menguatkannya dan percaya bahwa hal buruk tidak akan terjadi."Tenang saja! Jangan takut! Ada aku," ujar Ken lembut."Omong kosong apa itu? Sera, jangan takut kecuali takut sama si 'Ini' yang seenaknya," sindir Alaric. "He he he. Aku tidak takut, terima kasih. Jika kalian terus membantuku takutku adalah ...Kalian akan mati," gumam Sera."Apa?" Elica tidak mendengarnya.Sera hanya membalas dengan senyuman lebar nan sedih. Namun, Alric dan Ken mendengar gumaman itu yang membuat mereka mengerutkan dahi serta rasa penasaran yang memenuhi mere
Sera dan Elica langsung menuju ke sekolah. Jalan menjadi sangat sepi seakan tempat itu tidak pernah dihuni satu orang pun di tambah lampu jalan yang cahayanya remang-remang."Elica, kamu tidak ganti baju dulu? Nanti baju sekolahmu kotor." Sera melirik seragam Elica."Tidak perlu. Seragam ini tidak berharga, yang berharga adalah temanku, Emi. Jikapun, baju ini—seragam—robek-robek tidak masalah asalkan Emi selamat." Elica menggenggam erat dadanya.Teman jauh lebih berharga ketimbang barang yang mahal karena barang yang mahal dapat di ganti sedangkan teman tidak dapat di ganti karena mereka hanya ada satu di dunia.Mendengar kata 'teman' membuat dada Sera menjadi sesak, tapi dia menahannya sekuat tenaga seraya melangkah ke depan....Mereka terus berjalan tanpa mengetahui bahaya sedang mengintai mereka dari jauh. Semakin dekat dengan sekolahan, perasaan mereka menjadi tidak enak."Apa ...Hanya perasaanku saja?" Sera merinding."Entahlah. Apa ada roh jahat?" Elica juga ikut merinding.Mer
Melihat benang-benang itu terus menarik Emi dari berbagai arah membuat mereka panik. Alaric dan Ken meloncat lalu memotong-motong benang itu dengan pisau bedah dan tinta pulpen yang berubah menjadi tombak."AAAAARG!" Emi mulai kesakitan."Emi bertahanlah!" Elica mencari cara memutuskan benang-benang itu.Karena serangan Ken dan Alaric sama sekali tidak membuat benang itu tergores sedikitpun. Mereka terus berusaha memotong benang yang sangat kuat bagaikan baja.Saat sedang berusaha, benang-benang itu terus menarik hingga membuat lengannya mulai mengeluarkan suara aneh.Pakaiannya mulai sobek perlahan, rasa perih yang amat sakit tidak bisa Emi tahan selamanya, dan benang-benang itu juga menarik lehernya ke depan yang membuat rasa sakit yang sangat luar biasa."Emi? Hah …Hah …." Sera tak mampu bergerak.Melihat Emi yang kesakitan serta badannya yang mulai terlihat akan terbelah mengingatkan Sera dengan salah satu sahabatnya yang meninggal akibat benang yang membelah badannya.Rasa sesak,
Saat tiba, Ken langsung memanggil rekannya—Mely yang sedang ngopi sambil baca koran harian. Untungnya, Mely bertugas menjaga rumah sakit jadi dia mudah ditemui.Mely memuntahkan kopi yang baru saja ia teguk lalu menyiapkan kamar operasi. Ken membaringkan Emi di ranjang rumah sakit lalu mendorongnya bersama Elica menuju ruangan yang ditunjuk Mely.Di saat bersamaan, Alaric dan Sera sampai di rumah sakit. Mereka langsung mengejar Ken dan Elica, meski Sera sempat kesulitan berlari karena matanya masih tertutup."Kalian tunggu sini! Emi pasti akan aku selamatkan bagaimana pun caranya!" Ken masuk ke ruangan operasi bersama dengan Mely."Well, kita harus menunggu." Alaric menuntun Sera untuk duduk di kursi tunggu bersama dengan Elica."Emi …Aku mohon …Bertahanlah!" doa Elica seraya melipat kedua tangannya.Sera yang tidak tahu keadaan luar, ia ingin melepas penutup matanya tapi Alaric melarangnya karena yakin bahwa penglihatannya masih belum kembali.Elica menoleh ke arah Sera yang duduk di
Alaric yang merasa sedikit kesepian ingin mengajak Sera berjalan-jalan. Namun, malam sudah semakin larut di tambah besok masih masuk sekolah."Sera, apa hari sabtu kamu ada waktu? Kalau tidak ada boleh ikut denganku? Sebagai balas Budi yang belum kamu balas," senyum Alaric."Ihh, hari sabtu? Aah, Sabtu ini aku ada kegiatan," balasnya seraya sedikit memiringkan kepalanya.Alaric tak mampu berkata-kata lagi. Saat berjalan, Sera tak sengaja tersandung lalu di tangkap Alaric yang sangat sigap.Kedua tangan Sera memegang kedua pundak Alaric sedangkan Alaric memegang pinggang Sera agar dirinya tak jatuh ke tanah yang berdebu.Mereka berdua terlihat sangat jelas di mata Ken yang berada di belakang mereka. Ternyata, setelah membawa Emi ke ruang perawatan dirinya langsung mengejar Sera."Kalian tidak pacaran, kan?" tanya Ken sinis."Oh, Ken. Memangnya kalau pacaran kenapa? Kamu kan udah punya Serei kalau aku punya Sera tidak ada masalah, kan?" ejek Alaric."A—Bohong! Aku sama sekali tidak mau