"Dokter Calvin," panggil Nana menatap kagum sang suami yang duduk tepat di sebelahnya.
"Mulai sekarang panggil namaku saja," balas Calvin tanpa menoleh dan tetap fokus membelah jalan raya."Nana ingin mengatakan sesuatu.""Apa?" perasaan Calvin mulai tak enak."Nana mau punya anak. Boleh, ya," tekan Nana, saking kagetnya Calvin menginjak rem mendadak. Beruntung mobilnya canggih hingga Nana sang istri tak terluka meski keningnya terbentur."Aku masih hidup?" tanya Nana sambil memegangi keningnya yang terbentur."Apa kamu pikir mengandung, melahirkan dan mengurus anak itu mudah? Ada ngidam dengan segala drama, melahirkan bertaruh nyawa hingga baby blues syindrome. Dengarkan aku baik-baik, kita baru saja menikah, tolong jangan bahas sampai ke sana. Lebih baik kamu fokus benahi nilaimu yang berantakan," terang Calvin dengan nada suara yang meninggi. Nana mulai kebal dengan ejekan Calvin terhadap nilainya."Lagian aku akan menceraikanmu bila kamu sudah menemukan cinta sejati," lanjut Calvin dalam hati."Bohong! Mama bilang mengandung itu enak karena akan dimanjakan, melahirkan sama seperti buang air besar," tukas Nana yang memang telah dibodohi oleh Elsa mama mertuanya sendiri."Melahirkan sama seperti buang air besar?" dari semua perkataan Nana, hanya kalimat ini yang membuatnya tercengang."Iya," respon Nana dengan cepat.Calvin mengusap rambut hingga wajah dengan kasar, "Ini bukan lagi polos, tapi KOSONG!" batin Calvin tak habis pikir dengan jalan pikiran istri kecilnya."Nana, bayi lahir bukan dari a nus," kata Calvin dengan nada yang ia buat selembut mungkin."Lalu dari mana?" Nana mengerutkan dahi penasaran. Mana mungkin mama mertua membohonginya.Calvin menghirup banyak oksigen, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Setelah dirasa sedikit lebih tenang, barulah Calvin bertindak dengan merebut ponsel di genggaman Nana, kemudian mengotak-atiknya."Apa yang kamu lakukan, Calvin? Berikan ponselku!""Tonton dan perhatian baik-baik video ini," kata Calvin memperlihatkan sebuah video simulasi melahirkan yang dipraktekkan oleh seorang dokter dengan menggunakan patung khusus."Jadi bayi brojol bukan lewat a nus, tapi...." Nana menutup mulut dengan salah satu telapak tangan, ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Adegan simulasi di hadapan matanya saat ini amatlah mengerikan, entah apa yang akan terjadi bila yang ia lihat adalah adegan asli.Tak puas dengan adegan simulasi yang Calvin perlihatkan, Nana memberanikan diri untuk melihat seperti apa melahirkan yang sebenarnya. Sementara Nana fokus menonton di ponselnya, Calvin pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang hingga sampailah di apartemen.Saking fokusnya, Nana tak berhenti menonton berbagai video seputar melahirkan di ponselnya. Calvin mengabaikan sang istri, ia kembali untuk istirahat di kamarnya sendiri. Sedangkan Nana masih di ruang tamu, ia tak lagi menonton dengan ponsel, melainkan dengan televisi yang telah ia nyalakan.Keesokan paginya.Seperti biasa, bangun tidur Calvin langsung mandi dan bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Begitu siap, ia pun segera keluar dari kamar dan betapa kagetnya ia saat melihat Nana yang masih terjaga dengan lingkaran mata yang menghitam serta senyuman kecil di bibir ranumnya. Nana terbaring di sofa, menghadap televisi yang memperlihatkan seorang ibu muda yang tampak sangat bahagia begitu berhasil membawa kehidupan baru ke dunia."Kau tidak tidur?" tanya Calvin berdiri tepat di hadapan Nana guna menghalangi pandangan sang istri pada televisi. Menyadari kehadiran sang suami, Nana pun langsung bangkit penuh dengan semangat."Aku tetap mau punya anak!" seru Nana tetap teguh pada pendirian. Nana akui sempat mengurungkan niatnya untuk memiliki seorang anak karena takut kala melihat betapa sakitnya bertaruh nyawa saat melahirkan. Namun, semua rasa takutnya sirna saat melihat setiap ibu yang melahirkan seketika tersenyum lebar begitu melihat bayi mungilnya. Hal itulah yang membuat Nana kembali pada pendiriannya untuk memiliki seorang anak dari suami tercintanya, Calvin.Mendengar keteguhan sang istri, Calvin mengerjabkan mata beberapa kali. Rencananya untuk menakut-nakuti sang istri dinyatakan gagal total. Dengan menonton video melahirkan, Nana bukannya takut dan mengurungkan niatnya untuk hamil, tapi malah sebaliknya. Nana semakin yakin untuk memiliki seorang anak."Baiklah aku setuju," balas Calvin dengan seringai di bibirnya."Serius!?" sahut Nana antusias."Tapi tidak sekarang, tunggu sampai kamu menyelesaikan kuliah," balas Calvin bergegas pergi menuju ruang makan."Kau kenal aku, bukan? Aku tidak akan menyerah!" Nana menghentak kedua kaki dengan kesal, kemudian melangkah cepat menyusul sang suami."Cepat mandi dan bersiap, kau tak punya banyak waktu," balas Calvin membuat Nana terpaksa menghentikan langkah."Sial!" umpat Nana saat melihat jam di dinding. Calvin benar, ia tak punya banyak waktu. Nana tak mau mengulang semester. Meski tidak pandai, setidaknya ia bisa menjadi mahasiswa teladan agar dapat dipertimbangkan untuk lulus dengan nilai yang tidak terlalu baik."Sesuai permintaan tuan, saya sudah memenuhi kulkas dengan banyak jenis makanan. Nona tidak perlu masak dan hanya tinggal memanaskannya saja," ucap seorang wanita paruh baya yang bertugas mengantar makanan ke apartemen Calvin. Tentu saja makanan yang ia bawa berasal dari rumah utama yang bisa jadi adalah masakan mamanya.Calvin menelan makanannya dengan cepat, kemudian barulah berkata, "Tunggu ... Kapan aku memintamu memenuhi kulkas dengan makanan?""Jadi bukan tuan? Tapi Nyonya bilang—""Sudahlah, lanjutkan saja tugasmu," potong Calvin pasrah, sang pelayan pun kembali melanjutkan tugasnya untuk membersihkan apartemen.Saat tengah fokus menikmati sarapannya, Calvin dibuat kaget akan kedatangan Nana dengan penampilan yang agak sedikit berbeda dari biasanya. Hari ini Nana mengenakan rok yang lebih pendek serta kemeja yang lebih ketat."Kau mau ke kampus atau ke club malam?" Calvin bertanya dengan tatapan mata posesif."Rencananya mau cari selingkuhan, kali aja ketemu gigolo yang mau jual supermanya," celetuk Nana membuat Calvin kehabisan kata-kata."Ganti atau aku yang gantikan!" ancam Calvin salah target, sepertinya ia lupa siapa Nana."Kamu yang gantikan!" sahut Nana tersenyum menggoda."Jangan macam-macam denganku, Nana. Cepat ganti pakaianmu!" tegas Calvin sampai bangkit dari duduknya. Tak lupa mengarahkan pisau dan garpu di kedua tangannya pada Nana sebagai ancaman."Sebelum kita buat anak, aku tidak akan menurutimu, titik!" keukeuh Nana tak dapat dibantah. Kepalanya sejuta kali lebih keras daripada batu.Calvin yang sudah berada di puncak amarah, seketika menyeret Nana masuk kembali ke dalam kamar. Dengan kasar ia melempar Nana ke atas ranjang, kemudian melangkah pergi."Ganti pakaianmu atau tidak perlu ke kampus," bentak Calvin bersamaan dengan pintu kamar yang ia kunci dari dalam. Bukannya kesal, Nana justru tersenyum senang. Senang karena rencananya membuat sang suami kesal telah berhasil.Namun, Nana tak ingin ketinggalan pelajaran. Untuk itulah ia segera turun dari ranjang guna mengganti seragam dengan yang tidak terlalu mengekspos tubuh seksinya. Begitu selesai barulah Nana keluar dari kamar, sang bibik yang membukakan pintu kamar untuknya."Mana Calvin, Bik?" tanya Nana tergesa-gesa."Tuan sudah berangkat karena ada operasi mendadak. Tuan berpesan agar Nona berangkat ke sekolah sendiri, tuan juga sudah menyiapkan kendaraan untuk nona, mari ikut saya," ajak sang pelayan membuat Nana seketika tak bersemangat. Jelas ia ingin berangkat ke kampus diantar oleh suaminya seperti Cleona sang sahabat."Apa nona bisa mendengarai—""Tentu saja bisa, Bik," balas Nana kembali bersemangat kala melihat beberapa mobil mewah berharga milyaran rupiah di hadapannya."Kali begitu ini kuncinya, Nona. Hati-hati di jalan dan semoga pelajaran hari ini menyenangkan," ucap sang pelayan mengulurkan sebuah kunci kepada Nana.Nana menatap kunci tersebut dengan mata membulat sempurna. Di luar dugaan, ia kira Calvin berbaik hati membiarkannya berangkat ke kampus dengan menggunakan mobil mewah seperti yang dilakukan oleh mahasiswa konglomerat lain. Tak disangka, Calvin memberikannya sebuah motor matik."Bersyukurlah Nana, setidaknya dia memberikan motor, bukan sepeda." batin Nana."Terima kasih, Bik!" seru Nana mengambil kunci motor dan langsung melesat pergi ke kampusnya.Beberapa menit perjalanan, Nana pun tiba di pelataran parkir sebuah universitas populer di Oesteria. Bagaimana dia dan Cleona bisa masuk? Tentu saja dengan menggunakan kekuatan orang dalam. Castin dan Calvin masuk dalam jajaran investor terbesar.Setelah mengamankan motornya, barulah ia berjalan cepat menuju kelas. Sampai di dalam kelas, kedatangan Nana langsung disambut pertanyaan aneh dari sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Cleona."Bagaimana malam pertamanya?" tanya Cleona berbisik tapi masih bisa didengar.Sebelum menjawab, Nana menoleh kiri dan kanan, takut ada orang lain yang mendengar. Setelah dirasa aman, barulah ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi semalam."Jadi, kamu tetap mau hamil?" tanya Cleona dan Nana pun menganggukkan kepala dengan cepat."Mau pulang bersama?" tawar Nana."Berlawanan arah, Na. Lagi pula kamu mau pergi ke rumah sakit, kan?" balas Cleona mengingatkan."Oh iya, yasudah kalau gitu aku duluan," kata Nana melesat pergi dengan menggunakan motor matiknya. Nana memang sangat bersemangat ke rumah sakit, karena ada hal penting yang harus dilakukan di sana.Beberapa menit perjalanan, Nana pun tiba di rumah sakit. Ia langsung bergegas menuju ruang kerja suaminya. Saat masuk ke dalam ruangan, Nana tak melihat keberadaan Calvin, yang ada justru suster Maria yang tengah mengganti alas brankar."Nana," sambut suster Maria dengan senyuman manisnya."Di mana Calvin?""Baru saja berangkat makan siang berdua dengan dokter Dona," balas suster Maria dengan ekspresi sedih yang seakan tak ingin mengatakannya kepada Nana. mendengar itu, Nana tampak diam."Kamu baik-baik saja?" suster Maria memastikan."Kamu pikir aku akan apa?" kesal Nana mengambil seragam susternya dengan cepat, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk bergan
"APA!? BANYAK!?" Nana langsung menoleh ke belakang dengan tatapan tajamnya."Aku dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi," Calvin mengingatkan."Oh iya ... Pantas saja kamu tidak kaget melihatku begini, apalagi ukuranku terlalu mini, sama sekali tidak menarik di matamu," Nana merasa tak pantas, apalagi saat membandingkan kedua gundukannya dengan Cleona, sahabat sekaligus pujaan hati suaminya. Nana semakin tertunduk lesu saat Calvin sama sekali tak menyangkal ucapannya."Seberapa banyak wanita yang pernah kamu lihat?" tanya Nana penasaran."Tidak banyak, hanya dalam kondisi mendesak saja. Sekarang berbaliklah, aku akan menyabuni tubuh bagian depanmu," pinta Calvin dan Nana langsung merebut spons di tangan suaminya."Keluarlah, selanjutnya biarku lakukan sendiri.""Tapi—""Aku baik-baik saja," tekan Nana dan Calvin pun segera keluar dari kamar mandi.Tiba di luar, Calvin menjatuhkan tubuhnya ke lantai, hampir ia mati berdiri di dalam sana. Berbagai macam bentuk sudah pernah ia lihat, t
"Keluar sekarang juga!" usir Calvin dengan tegas."Baiklah, kita lanjutkan saat bulan madu," Nana tersenyum manis, kemudian bergegas keluar dari kamar suaminya."Sial!" umpat Calvin menjatuhkan tubuh dengan kasar ke atas ranjang, ia menghela napas hingga berhasil meredam emosi yang tadinya menggebu-gebu.Baru beberapa detik Calvin memejamkan mata, suara ponsel yang seakan menjerit di telinga seketika membangunkannya. Calvin meraba ponsel di saku celana, nama Devil sang sahabat tertera di layar, ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Calvin dengan malas sambil memijat lembut pangkal hidung."Kau di mana? Aku ingin berkonsultasi," balas Devil di seberang sana."Kau di mana?" bukan jawaban, tapi Calvin justru melempar pertanyaan yang sama dengan yang Devil tanyakan."Tentu saja aku di club," sahut Devil."Aku ke sana sekarang!" seru Calvin memutuskan panggillan sepihak. Dokter tampan itu segera bangkit, meraih kunci mobil dan melesat pergi begitu saja tanpa membe
Sampai di apartemen, wajah Calvin langsung memerah dengan urat leher yang mengencang saat melihat dua buah koper berwarna biru dan pink telah tergeletak di ruang tamu.Calvin yang telah hilang kesabaran seketika melangkah cepat menuju kamar Nana sambil berkata, "Akan aku berikan apa yang kamu inginkan, tapi jangan menyesal karena aku—"Emosi Calvin yang tadinya memuncak seketika mereda saat melihat wajah tenang Nana yang tertidur pulas di atas apa ranjang. Calvin menghela napas sambil mengusap rambut hingga wajah dengan kasar. Kehilangan akal sehat membuatnya hampir melukai Nana yang seharusnya ia lindungi.Saat akan pergi kembali ke kamarnya, langkah Calvin terhenti kala mendengar rintihan pilu Nana yang memanggil ayahnya."Ayah jangan pergi, jangan tinggalkan Nana sendiri," Nana kembali merintih dengan keringat dingin yang telah membasahi rambutnya. Tak hanya keringat, Calvin dapat melihat adanya tetesan air mata yang mengalir dari sudut mata istri kecilnya.Adegan memilukan itu mem
"Kalau begitu jangan memohon ampun!" dengan emosi yang memuncak, Calvin pun tanpa sadar mendorong Nana dengan kasar. Hingga tubuh polos Nana terhentak cukup kuat."Aaaahh ... Sakitt!" pekik Nana kesakitan."Apa yang terjadi?" tanya Calvin begitu menyadari perlakuan kasarnya terhadap Nana."Kau melukaiku!" pekik Nana dengan tangisan histerisnya."Tetap di sana," Calvin berusaha menghidupkan kembali lilin yang ada di kamar. Setelah berhasil, barulah ia menelisik guna mencari keberadaan Nana. Samar-samar Calvin melihat Nana yang tergeletak di lantai dengan kening yang membengkak karena membentur sudut meja."Maaf," ucap Calvin kemudian menggendong dan membawa Nana kembali ke atas ranjang meski harus mati-matian menyingkirkan nafsu yang terus bergejolak.Sampai di atas ranjang, Nana yang kedinginan langsung membalut seluruh tubuhnya dengan menggunakan selimut. Untuk malam ini ia hanya akan fokus berpikir tentang bagaimana cara bertahan hidup. Masalah anak akan ia pikirkan nanti."Mau ke m
"Sekalipun melon lebih menggiurkan dibandingkan pepaya jumbo, cinta tetap tidak bisa dipaksa. Maaf karena aku masih mencintai Cleona," batin Calvin menatap Nana yang masih lahap menikmati makan malamnya.Setelah menghabiskan makan malamnya, Calvin pun membawa Nana kembali ke kamar untuk segera beristirahat karena sudah larut malam."Mau ke mana lagi?" tanya Calvin saat Nana tak melangkah ke arah ranjang."Mau ambil cd sama bra," balas Nana kembali melangkah tapi Calvin langsung menahan pergelangan tangannya."Jadi kamu terbiasa tidur dengan bra?""Ada yang salah?" balas Nana balik bertanya."Itu kebiasaan buruk dan harus diubah. Sebagai dokter kusarankan jangan gunakan bra saat tidur," kata Calvin penuh kebijaksanaan."Sebenernya aku tidak nyaman karena akan terasa geli, tapi karena suamiku yang minta maka akan aku lakukan," Nana kembali melangkah menuju ranjang dan langsung naik ke atasnya. Tubuh yang polos ia sembunyikan di balik selimut. Calvin juga menyusul karena tidak ada lagi t
"Jangan menyesal karena setelah ini aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi sekalipun kamu memohon padaku."Calvin mulai mendekatkan wajah hingga bibir tipisnya menempel sempurna di bibir ranum Nana. Calvin amat menikmati sensasi kenyal, hangat serta manis memabukkan. Jangan suruh ia gambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Hanya menempelkan bibir satu sama lain Calvin sudah merasa hampir gila.Apalagi saat Nana membalasnya dengan brutal namun asal. Saking brutalnya Calvin dapat merasakan bengkak pada bibir bagian bawahnya yang digigit gemas oleh Nana. Astaga, bukankah Nana terlalu agresif?"Dosis yang Mama berikan terlalu kuat sampai Nana seperti ini. Demi cucu Mama tega hampir mencelakai Nana, ini sangat berbahaya. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai aku tidak ada?" batin Calvin yang pasrah karena saat ini Nana'lah yang menguasai permainan."Sesungguhnya dibenci olehmu lebih mengerikan daripada rasa takut ditinggalkan. Kuharap kamu tidak akan pernah tahu kronologi kematian ay
"CASTIN!"Calvin terkejut hingga tersungkur ke belakang dengan kedua telapak tangan sebagai penopang agar tak mendarat di pasir pantai."Bagaimana bisa kau ada di sini?" Calvin bertanya dengan raut wajah kagetnya. Bagaimana ia tidak kaget setelah mengetahui bahwa sosok yang menguntitnya bukanlah orangtua atau suruhan orangtuanya, melainkan seorang pemimpin negara Oesteria, Castin Afson. Hal sepenting apa yang membuat Castin berada di pulau terpencil di mana ia dan istrinya dijebak dengan tujuan membuat anak.Bukannya menjawab rasa penasaran sang sahabat, Castin justru bangkit dengan santai kemudian memamerkan senyuman miringnya, "Sebagai pemimpin negeri ini, bukankah aku bebas berada di mana pun yang aku mau? Termasuk pulau ini.""Jangan bilang kau adalah dalang di balik semua ini," setelah dipikir-pikir, Calvin sadar bahwa sang mama tidak mungkin sejahat itu sampai tega memberikan obat perang sang kepada Nana.Sepersekian detik kemudian, Calvin tersenyum simpul karena sudah mendapatk
"Dia bahkan sudah meminta maaf, tapi kenapa setelah keluar dari rumah sakit, aku merasa dia terus menghindariku? Bahkan aku dilarang pergi ke rumah sakit?" ungkap Nana dengan mata berkaca-kaca, bibirnya sampai bergetar menahan tangis. "Perasaan kamu aja kali, Na," Cleona berusaha menenangkan. Meski merasa heran dengan Nana yang akhir-akhir ini menjadi lebih sensitif."Tapi ini sudah berlebihan, Cleo. Masak iya bisanya nggak pulang berhari-hari, sekalinya pulang pas tengah malam, mana langsung tiduran tanpa peduli keberadaan aku. Bahkan pernah pulang cuma ambil pakaian ganti, terus pergi lagi," Nana mengambil jeda guna menghela napas panjang."Aku kira setelah malam itu dia akan jadi lebih romantis, tapi ternyata malah lebih dingin dari biasanya. Apa dia melakukan itu karena aku gagal memuaskannya saat itu?" ketus Nana dengan emosi yang sulit dikendalikan. Ia merasa perubahan sikap Calvin adalah kesalahannya sendiri."Suami kamu itu Dokter, Na. Bukankah sebelum menikah kamu sudah tahu
Karena kasihan melihat sang istri kedinginan dan juga tidak ingin memberikan pengalaman pertama yang buruk, Calvin pun terpaksa menyingkirkan hasratnya untuk sesaat, kemudian membopong dan membawa Nana keluar dari kamar mandi. Sampai di ranjang, dia baringkan sang istri dengan sangat berhati-hati seolah tubuh Nana adalah cermin yang gampang pecah. Tatapan Calvin yang awalnya membara kini berubah lembut, Nana balas menatap sang suami dengan penuh cinta. "Apa aku tampan?" Calvin bertanya menggoda. "Apa aku cantik?" balas Nana balik bertanya. CupKecupan hangat Calvin daratkan di kening sebagai jawaban. Nana tersenyum lebar, kemudian mengalungkan kedua tangannya di leher kekar sang suami yang tentu saja sudah berada di atas tubuhnya. Ketika Nana mulai maju perlahan, dengan cepat Calvin mendahului. Ciuman panas pun kembali terjadi. Tentu saja kedua tangan nakal Calvin tak tinggal diam. Sepersekian menit kemudian."Siap?" Calvin mulai memposisikan diri. Nana tak menjawab, tetapi meng
"Tapi sebelum itu, apakah kamu tidak takut malam pertama? Setahuku itu sakit untuk pihak perempuan, bahkan beberapa pasienku datang dengan keluhan itu," Calvin berniat menakuti sang istri. "Aku? Takut malam pertama? Haha ... Malam pertama sakitnya bentar doang, habis itu enak," tutur Nana tanpa beban. Berhasil menangani sakit saat menstruasi serta tak lagi takut pada rasa sakit melahirkan membuat Nana yakin dapat melewati malam pertama dengan mudah. Apalagi ia sudah mempersiapkan diri sejak lama. Karena pada dasarnya Nana lebih takut akan kehilangan sang suami daripada kehilangan kesucian dirinya sendiri. Bukannya mengelabuhi, Calvin justru terkelabuhi. Ia gagal membodohi sang istri karena justru terpancing oleh ucapan Nana yang malah membuatnya merasa tertantang, seolah menyepelekan malam pertama sama saja dengan menyepelekan kejantanannya sebagai lelaki sejati. "Aku pegang kata-katamu!" dengan kasar Calvin mendorong Nana hingga terjerambab ke atas ranjang, kemudian mengukungnya
"Hah! Serius?" padahal hanya iseng, tak disangka sang suami justru menanggapi dengan serius. Meski tahu sampai detik ini Calvin belum mencintainya, tapi dengan rencana yang telah disusun oleh Castin, Nana yakin akan berhasil meluluhkan hati sang suami. Nana merasa beruntung mendapat dukungan dari kedua sahabat."Ya serius. Lagian cuma mandi, kan?" Calvin bertanya memastikan meskipun ia sudah tahu Nana tak akan menyerah begitu saja. "Ya kalau nggak khilaf," Nana mengulum senyum sambil menatap Calvin penuh cinta. Melihat ekspresi genit yang Nana tunjukkan secara terang-terangan, seketika Calvin merasa khawatir. Namun, otak cerdasnya dengan cepat mulai berpikir kritis. Apa pun yang terjadi ia harus melakukan sesuatu untuk menggagalkan rencana licik sang istri. Akan tetapi, yang harus Calvin lakukan saat ini hanya satu, yaitu menebalkan keimanannya agar tak tergoda. Tok, tok, tok....Ketukan pintu berhasil memutus perbincangan sengit yang terjadi antara Calvin dan Nana. "Iya, Ma. Seb
"Dokter Calvin!" panggilan khas terdengar ketika sosok itu berbalik. Calvin tercengang, ia tak menyangka sosok yang selama ini ia cari-cari kini kembali dengan sendirinya. Tanpa sadar Calvin berlari, saking semangatnya berlari, ia merasa seolah kakinya tak menapaki bumi. Tubuhnya terasa terbang melayang dengan kencang di udara. Hanya dalam hitungan detik, ia sudah berada tepat di hadapan sang istri, tanpa ragu Calvin memeluknya dengan erat guna melepas kerinduan yang selama ini menyiksa. "Maafkan aku, kumohon jangan pergi lagi," kalimat itu terucap di bibir Calvin yang bergetar. Untuk kesekian kalinya ia tak peduli dengan air mata yang mengalir begitu deras. Masa bodoh dengan imagenya sebagai seorang dokter terpandang. "Buka pintu hatimu, biarkan aku masuk dan menetap di dalamnya, dengan begitu Nana tak akan pergi," sahutan Nana seolah bagai panah yang menusuk ke dalam dada. Rasa sakitnya mampu menyadarkan Calvin bahwa kepergian Nana adalah karena ulahnya sendiri. "Maafkan aku," C
"Bagaimana kalau saya minta bantuan dokter Dona?" tawar suster Maria kala mendapati Calvin menghela napas panjang berkali-kali. "Tidak perlu, lanjutkan antrian berikutnya," tolak Calvin dengan halus, suster Maria menganggukkan kepala, kemudian keluar dari ruangan untuk melanjutkan tugasnya. "Pasien atas nama Nana!" meski berteriak, tapi nada suara suster Maria terdengar sopan di telinga. Calvin yang tengah duduk di singgasananya seketika bangkit dan membuka pintu dengan terburu-buru. "Nana!" Calvin membuat kaget semua pasien yang duduk mengantri di kursi tunggu. "Dokter kenal istri saya?" tanya seorang pria sambil melepas rangkulan pada wanita di sebelahnya. "Maaf, saya pikir Nana Calista perawat saya," ucap Calvin meminta maaf dengan tulus. Sang pria kembali merangkul sang istri dengan mesra. Sementara sang istri tak merespon apa pun, ia sibuk menikmati ketampanan dokter di hadapannya. "Tidak masalah, tapi istri saya cuma mau diperiksa oleh dokter perempuan, iya'kan, sayang?"
"CASTIN!"Calvin terkejut hingga tersungkur ke belakang dengan kedua telapak tangan sebagai penopang agar tak mendarat di pasir pantai."Bagaimana bisa kau ada di sini?" Calvin bertanya dengan raut wajah kagetnya. Bagaimana ia tidak kaget setelah mengetahui bahwa sosok yang menguntitnya bukanlah orangtua atau suruhan orangtuanya, melainkan seorang pemimpin negara Oesteria, Castin Afson. Hal sepenting apa yang membuat Castin berada di pulau terpencil di mana ia dan istrinya dijebak dengan tujuan membuat anak.Bukannya menjawab rasa penasaran sang sahabat, Castin justru bangkit dengan santai kemudian memamerkan senyuman miringnya, "Sebagai pemimpin negeri ini, bukankah aku bebas berada di mana pun yang aku mau? Termasuk pulau ini.""Jangan bilang kau adalah dalang di balik semua ini," setelah dipikir-pikir, Calvin sadar bahwa sang mama tidak mungkin sejahat itu sampai tega memberikan obat perang sang kepada Nana.Sepersekian detik kemudian, Calvin tersenyum simpul karena sudah mendapatk
"Jangan menyesal karena setelah ini aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi sekalipun kamu memohon padaku."Calvin mulai mendekatkan wajah hingga bibir tipisnya menempel sempurna di bibir ranum Nana. Calvin amat menikmati sensasi kenyal, hangat serta manis memabukkan. Jangan suruh ia gambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Hanya menempelkan bibir satu sama lain Calvin sudah merasa hampir gila.Apalagi saat Nana membalasnya dengan brutal namun asal. Saking brutalnya Calvin dapat merasakan bengkak pada bibir bagian bawahnya yang digigit gemas oleh Nana. Astaga, bukankah Nana terlalu agresif?"Dosis yang Mama berikan terlalu kuat sampai Nana seperti ini. Demi cucu Mama tega hampir mencelakai Nana, ini sangat berbahaya. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai aku tidak ada?" batin Calvin yang pasrah karena saat ini Nana'lah yang menguasai permainan."Sesungguhnya dibenci olehmu lebih mengerikan daripada rasa takut ditinggalkan. Kuharap kamu tidak akan pernah tahu kronologi kematian ay
"Sekalipun melon lebih menggiurkan dibandingkan pepaya jumbo, cinta tetap tidak bisa dipaksa. Maaf karena aku masih mencintai Cleona," batin Calvin menatap Nana yang masih lahap menikmati makan malamnya.Setelah menghabiskan makan malamnya, Calvin pun membawa Nana kembali ke kamar untuk segera beristirahat karena sudah larut malam."Mau ke mana lagi?" tanya Calvin saat Nana tak melangkah ke arah ranjang."Mau ambil cd sama bra," balas Nana kembali melangkah tapi Calvin langsung menahan pergelangan tangannya."Jadi kamu terbiasa tidur dengan bra?""Ada yang salah?" balas Nana balik bertanya."Itu kebiasaan buruk dan harus diubah. Sebagai dokter kusarankan jangan gunakan bra saat tidur," kata Calvin penuh kebijaksanaan."Sebenernya aku tidak nyaman karena akan terasa geli, tapi karena suamiku yang minta maka akan aku lakukan," Nana kembali melangkah menuju ranjang dan langsung naik ke atasnya. Tubuh yang polos ia sembunyikan di balik selimut. Calvin juga menyusul karena tidak ada lagi t