"Paman!" panggil Arion.Sebastian hanya diam memandang Arion yang sudah duduk di depannya."Aku tidak menduga kalau orang itu akan mengincar Zahira. "Arion berkata dengan marah. Sampai saat ini kakinya masih terasa lemas. Tidak terbayangkan jika hal buruk terjadi terhadap calon istrinya."Orang itu tidak akan pernah membiarkan kita hidup tenang. Yang diinginkannya harta dan kekuasaan." Sebastian tersenyum tipis."Apa yang harus kita lakukan?" Arion memandang Sebastian. "Kita hanya bisa menunggu, biarkan orang itu merasa menang untuk saat ini." Arion menganggukkan kepalanya. "Apa bibi Zia sudah di sini?" Tanya Arion."Iya, aku sudah menjemputnya, hanya saja aku tidak boleh menemuinya di kamar." Sebastian memijat pangkal hidungnya.Tinggal satu atap tapi tidak boleh berjumpa, rasanya sangat menyiksa. Namun Sebastian tidak mungkin melanggar kesepakatan yang sudah dibuatnya bersama dengan Zia."Mengapa seperti itu Paman, apa kalian bertengkar?"Sebastian menggelengkan kepalanya. "Kata
Lily memandang Sebastian beberapa detik. Hanya untuk memikirkan apa yang harus dia katakan. "Aku kirain Paman akan jomblo sampai jadi aki-aki." Lily tersenyum mengejek Sebastian.Ini adalah cara untuk menutupi luka di hatinya. Benar kata orang terlalu mencintai akan membuat diri sendiri tersakiti. Seperti itulah yang dirasakan Lily saat ini."Pamanmu ini sangat tampan, jomblo hanya karena tidak menemukan gadis pujaan hati," jawab Sebastian dengan tersenyum hangat seperti biasa. "Paman, apa tidak pernah memiliki perasaan terhadapku?" Lily menatap Sebastian. Sebastian tidak menjawab pertanyaan Lily karena memang tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Gadis itu. Lily hanya bertanya di dalam hatinya. Lily ingin menangis namun dia berusaha untuk tetap terlihat seperti biasanya. Ekspresi wajahnya yang dingin, salah satu cara untuk menutupi kehancuran hatinya. Setelah kedua orang tua serta adiknya meninggal dibunuh dengan tragis, Sebastian lah orang pertama yang menyelamatkanny
Hingga dini hari laki-laki itu tidak tertidur meskipun hanya sekejap. instingnya merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.Sebastian mengintip keluar jendela. Keadaan tampak begitu tenang bahkan terlalu senyap. Ia mengambil ponsel yang terletak di atas nakas dan mengecek CCTV lewat handphone miliknya.Setelah memeriksa rekaman CCTV selama 45 menit Sebastian meletakkan kembali ponselnya diatas nakas.Tepat pukul 3 dini hari, lampu tiba-tiba saja padam. Hal seperti ini jelas sangat tidak pernah terjadi di mansion ini.Ini tidak wajar. Sebastian mengambil ponselnya dan menyalakan senter. Sebastian yakin pemadaman ini disengaja dilakukan oleh seseorang.Dengan cepat ia keluar dari dalam kamar. Tidak berapa lama lampu darurat kembali menyala. Salah seorang bodyguard berlari ke arahnya."Tuan kita diserang." Pria bertubuh tegap itu diam sejenak dan mengatur napasnya."Penyerangnya sangat lihai berkelahi, mereka mahir menggunakan samurai dan panah," laporan yang diberikan sang bodyguard.S
Sebastian tidak tega melihat Zia menangis. Namun saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan selain mempercayakan Zia ke tangan Lily. Arion memeluk Zahira dan mengecup keningnya. "Aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik."Arion kemudian berlari mengikuti Sebastian. Pria itu kemudian menoleh ke arah Zahira sambil tersenyum.Zahira merasakan jantungnya berdebar ketika melihat senyum Arion. Senyum yang begitu sangat menawan. Entah mengapa malam ini Arion terlihat begitu sangat teman. Namun mengapa ia merasa takut dengan firasat yang tidak enak seperti ini.Sebastian dan Arion berlari menuruni anak tangga. Mereka harus segera menyelesaikan semua permasalahan ini agar hidupnya tenang.Di luar hiruk pikuk terdengar jelas. Orang-orang yang dia kerahkan berjaga di luar hanya beberapa yang bertahan. Sebastian heran, bagaimana mungkin anak buahnya bisa dikalahkan begitu saja padahal mereka adalah orang terlatih kecuali ada yang berkhianat.Lily mencekam pergelangan tangan Zia dengan kuat. Namun gad
"Tetap di belakangku!" Lily berbisik ketika mereka sudah berada di lantai 1. Langkah demi selangkah, Lily berhasil mencapai jendela. Dia mengintip untuk mencari peluang keluar dari rumah itu. Akan tetapi di luar keadaan sudah kacau balau. Tidak mungkin membawa Zahira dan Zia menerobos melewati para laki-laki yang sedang bentrok menggunakan senjata tajam dan senjata api.Zahira ikut mengintip. Matanya terbelalak melihat pemandangan di depannya. Banyak orang sedang berkelahi menggunakan senjata tajam. Ia juga melihat beberapa orang terkapar di rumput dengan kondisi yang sangat mengerikan. Bahkan beberapa potongan tubuh terpisah dari badan. Wajah dokter cantik itu terlihat pucat. Namun berusaha untuk tetap tenang.Sejak tadi Zia hanya menangis sambil menutup telinganya. Tanpa sengaja ia ikut melihat dari jendela. Dengan reflek Zia menyerit histeris.Tubuh Zia seketika terasa lemas. Rasa nyeri menyergap dadanya hingga untuk bernapas saja rasanya sulit.Suara Zia yang menjerit memancin
Zahira memandang ketiga pria yang sudah terkapar di atas rumput. Meskipun tidak mati, namun kondisi ketiga pria itu tidak dalam ke adaan baik. Salah seorang mengalami cedera pada leher, satu orang lagi patah kaki, dan yang satunya kemungkinan akan geger otak ringan.Sebagai seorang dokter, Zahira tahu batas aman dalam melumpuhkan lawannya. Yang pasti ke tiga pria itu tidak akan bisa mengejarnya."Nona Zahira, ternyata kamu sangat hebat. Aku tidak bisa bayangkan bagaimana reaksi Arion jika mengetahui hal ini." Lily memandang kagum Zahira.Gadis itu bukan hanya cantik dan pintar saja. Namun juga sangat tangguh. Lily sempat memperhatikan pertarungan Zahira. Ia tahu bahwa Zahira sudah mencapai sabuk tertinggi di perguruannya."Untuk melindungi diri sendiri bisa," jawab Zahira yang masih terlihat pucat.Mereka memandang ke arah Zia. Gadis itu masih terduduk sambil menyandarkan punggungnya di dinding. Dengan kepala menunduk ke bawah sambil menutup telinga. "Ayo bibi, "kata Zahira sambil m
Sedangkan Arion berada dengan jarak 3 meter dari Sebastian. Kondisi pria itu terlihat menyedihkan dengan wajah penuh luka. Sebuah senjata api tepat berada di samping kepalanya. "Mas Bastian!" Teriak Zia. Wajahnya panik dan mencoba membuka pintu mobil. Namun Lily dengan cepat mengunci pintu secara otomatis."Biarkan aku keluar, aku ingin keluar!" Zia menangis histeris dan memandang Sebastian. Jika Sebastian mati, Zia tidak akan pernah merelakannya. Mengapa ini semua terjadi, padahal hari pernikahannya hanya hitungan jam saja. Apakah takdir sedang ingin bergelut dengannya.Zia terus menangis sambil memandang Sebastian. Kepala pria itu di tekan kebawah dengan tubuh membungkuk. Andaikan bergerak sedikit saja sudah pasti lehernya akan mengenai mata samurai yang tajam."Mbak Lily, buka pintunya. Aku mau keluar menyelamatkan Arion." Zahira mencekam pergelangan tangan Lily sambil menangis."Anda harus tenang nona," jawab Lily. Kondisi Zahira dan Zia yang seperti ini membuat konsentrasinya
Zahira menatap kosong ke depan dengan punggung bersandar lemah ke jok mobil. Apa yang baru saja terjadi membuatnya shock. Apalagi membayangkan bagaimana nasib Arion.Menyesal, Zahira sangat menyesal. Mengapa ia begitu gengsian dan tidak mau mengungkapkan cintanya untuk pria berwajah tampan tersebut. Zahira menangis ketika mengingat senyum Arion untuk terakhir kalinya. Ternyata rasanya sangat sakit ketika melihat orang yang ia cintai berada di ambang kematian."Aku yakin dia akan baik-baik saja. Dia tidak akan mati dengan mudah." Zahira bergumam pelan. Bayangan ketika berjumpa Arion untuk pertama kalinya kembali bermain dipelupuk matanya. Pada waktu itu Arion sekarat namun dia bisa selamat. Begitu juga dengan hari ini, pria itu pasti selamat. Zahira mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.Zahira menoleh ke arah Lily, wanita itu fokus menatap ke depan sambil mengendarai mobil. "Kenapa kita tidak menyelamatkan mereka. Jika mbak Lily takut mati, kenapa tidak membiarkan aku turun dan
"Mas, aku gugup." Fatimah berkata sambil terus menggenggam tangan Alex. Hari ini adalah hari yang sangat ia nantikan. Dimana perban wajah dan perban mata akan dibuka. Namun entah mengapa Fatimah merasa takut dan juga gugup. Bagaimana jika operasi wajahnya gagal. Bisa saja wajahnya akan tampak menyeramkan. Atau mata yang tidak bisa melihat. "Jangan takut, operasi kamu pasti berjalan dengan sangat baik. Setelah ini kamu akan menjadi wanita tercantik." Alex paham dengan apa yang dirasakan calon istrinya. Karena itu dia menghibur calon istrinya tersebut. "Setelah buka perban, ternyata hasilnya di luar harapan. Apakah Mas masih mau dengan aku?" Fatimah berkata dengan nada sedih. Rasa cintanya sudah sangat besar untuk Alex, ia tidak akan sanggup jika kehilangan pria tersebut."Di luar harapan seperti apa maksudnya?" Alex tersenyum dan kemudian mencium punggung tangan Fatimah. "Banyak kan hasil operasi yang gagal. Misalnya saja setelah operasi wajahnya jadi aneh, atau mungkin menyeramkan
Meskipun diminta untuk beristirahat, namun Alex tidak menuruti perintah Vandra. Dengan setia ia menunggu Fatima di depan ruangan observasi. "Tuan Alex, nona Fatimah sudah sadar." Dokter yang memantau kondisi Fatimah langsung memberi tahu Alex. Mereka sangat kagum melihat cinta Alex yang begitu tulus untuk Fatimah. Didunia ini sangat langka bisa di temukan pria seperti Alex. Pria yang mencintai tanpa memandang fisik. "Benarkah? Apakah saya bisa langsung melihatnya?" Alex yang sudah tampak kelelahan, langsung bersemangat ketika mendengar kabar tentang calon istrinya."Silahkan." Dokter berkaca mata itu membersihkan Alex untuk masuk. "Jika nanti nona Fatimah meminta minum, anda berikan saja minum sedikit. Di sana sudah ada gelas minum serta takarannya. Nona Fatimah boleh minum persatu jam." Dokter berkaca mata itu menjelaskan.Dengan cepat Alex menganggukkan kepalanya. Ia langsung masuk ke ruangan operasi. Hal pertama yang dirasakannya, rasa sakit dan perih. Ia tidak bisa membayangkan
Alex menunggu di depan ruang operasi bersama dengan Arion dan Sebastian. Namun karena operasi berjalan sangat lama, Arion dan Sebastian pulang. Kini tinggal Alex seorang yang menunggu. 20 jam menunggu akhirnya lampu yang menyala di ruang operasi dipadamkan. Ini pertanda bahwa operasi telah selesai. Namun tetap saja Alex merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat. Bagaimana jika operasi tidak berjalan dengan baik. Hal itu rasanya tidak mungkin, mengingat tim dokter yang disediakan oleh Arion bukanlah tim Dokter sembarangan. Bahkan Arion mendatangkan dokter-dokter dari luar negeri yang memang sudah terkenal dengan kemampuan dibidangnya masing-masing. Pintu ruangan terbuka, tim Dokter pun keluar dari dalam ruangan. "Dokter Vandra, bagaimana kondisinya?" Alex langsung bertanya dengan Vandra yang merupakan ketua tim."Operasi berjalan dengan lancar namun pasien masih dalam keadaan kritis. Dalam artian kita akan menunggu selama 24 jam untuk memantau kondisi pasien. Jika kondisi pa
Arion sibuk mengganti popok putrinya yang sedang pup. Dengan sangat telaten, pria tampan itu membersihkan pantat bayinya dengan tisu basah. Setelah bersih barulah memasangkan popok yang baru. Arion sangat menikmati perannya menjadi seorang ayah. Ketika putri kecilnya menangis, ia yang bangun lebih dulu. Jika bayi cantik itu bangun karena merasa tidak nyaman dan meminta diganti pipok, Arion tidak akan membangunkan istrinya, dia yang akan menganggti sendiri."Anak Daddy sudah wangi." Arion tersenyum dan mencium pipi bulat putrinya. "Kamu sangat cantik, Mirip mommy." Arion berkata sambil memandang Zahira yang tertidur lelap. Bayi cantik itu memandang Arion dengan bibir bulat. Seakan ia sedang berbicara dengan Daddy nya. Wajah bayi cantik itu sangatlah sempurna. Hidung mancung, bibir kecil, warna kulit putih kemerahan dan rambut yang berwarna coklat. Meskipun paras wajahnya mirip Zahira, namun warna kulit, hidung, mata, Serta alis, milik sang Daddy. Sepertinya bayi cantik itu sangat p
"Paman, sudah 1 bulan aku disini. Aku bosan mencium aroma obat dan juga aroma desinfektan. Aku rindu aroma kamar. Aku rindu dengan tempat tidur yang empuk seperti di dalam kamar ku. Paman, Aku ingin pulang. Apa Paman bisa meminta izin dengan dokter?" Tanya Shelina. Alex diam beberapa saat. "Ya Paman, aku sudah tidak mau lagi merasakan seperti ini. aku ingin pulang saja. Aku sudah lelah merasakan jarum suntik yang selalu menusuk kulit ku. Aku juga sudah bosan minum obat, hingga lidah ku terasa pahit. Aku ingin menikmati hidup, makan yang banyak tanpa larangan. Minum-minum yang manis dan segar. Aku juga ingin makan bakso dengan cabe rawit." Shelina sudah seperti orang yang pasrah dan putus asa. Ia tidak ingin menghabiskan sisa umurnya di atas tempat tidur pasien. "Kamu jangan bicara seperti itu. Dokter sedang mengatur jadwal operasi kamu. Ada orang yang bersedia mendonorkan mata serta ginjalnya." Alex memberi tahu Shelina. Setelah mendengar ini, ia berharap Shelina akan bersemang
Mendengar perkataan Arion, Zahira pun menganggukkan kepalanya. Dia kembali mengejan. Satu kali, dua kali hingga 3 kali, akhirnya terdengar suara bayi memenuhi ruangan. Suaranya benar-benar ngebas dan melengking. "Bisa dipastikan bakal jadi rocker." Dokter yang membantunya berkata dengan tertawa. Bayi perempuan itu benar-benar sangat cantik dengan hidung yang mancung seperti Daddy nya. Sedangkan bibir kecil seperti mommy nya. "Ini tidak mirip dengan dokter Zahira." Dokter itu langsung memberikan penilaian sambil mengamati wajah cantik bayi tersebut."Iya, mirip dengan Daddy nya," kata suster yang satunya. "Ini mirip dokter Zahira." Suster yang sedang membersihkan bayi cantik itu ikut berbicara. "Mirip sekali dengan dokter Zahira," kata dokter anak yang sedang memeriksa detak jantung bayi. Arion dan Zahira tampak kebingungan ketika melihat tim medis yang ribut memperdebatkan masalah anak yang mirip ibu atau mirip ayahnya. "Sebaiknya kalian jangan berkelahi. Kami membuat dan saling
Didalam mobil Sebastian duduk di posisi tengah. Sedangkan Zahira di sebelah kiri dan Zia disebelah kanan. Pria itu tampak kewalahan ketika menghadapi istri, serta istri dari keponakannya. Rambutnya ditarik dari sebelah kanan dan kiri. Hingga dia harus merasakan sakit di kulit kepalanya. Mengapa kedua wanita ini begitu sangat kejam hingga menyiksanya seperti ini. Sebenarnya yang salah siapa, apakah calon anak dan juga calon keponakannya? Sebastian hanya bisa pasrah ketika rambutnya di tarik dari segala arah. Bukan hanya rambut saja yang ditarik Zahira dan Zia, tangan kiri kanan juga menjadi sasaran kesakitan kedua wanita tersebut.Selama perjalanan ke rumah sakit, Sebastian merasakan penderitaan yang luar biasa. Kedua wanita itu yang akan melahirkan, namun dia juga merasakan kesakitan yang tidak kalah hebatnya. Belum lagi Zia yang mengomel karena menganggap ini semua karena ulah Sebastian.Namun rasa kesal di hatinya mendadak hilang ketika melihat wajah Zia yang begitu sangat kesaki
Mpok Siti berlari ke rumah Sebastian tanpa memutuskan sambungan telepon dengan Arion. "Tuan Sebastian!" Empok Siti langsung memanggil Sebastian. "Ada apa mpok." Sebastian tampak sedang panik. Pria itu baru saja keluar dari kamar sambil memapah istrinya."Tuhan Sebastian, Nyonya Zahira sedang kesakitan. Sedangkan Tuan Arion sekarang di rumah sakit. Jika menunggu tuan Arion pulang, takutnya Nyonya Zahira kelamaan menahan sakitnya. Apakah tuan bisa membawa Nyonya Zahira ke rumah sakit." Mpok Siti berkata dengan tergesa-gesa. Tampak jelas bahwa wanita paruh baya itu benar-benar panik dan mencemaskan kondisi majikannya. "Zia juga sedang kesakitan mau melahirkan. Saya juga mau ke rumah sakit. Baiklah sekalian saja saya akan membawa mereka langsung ke rumah sakit," kata Sebastian "Nyonya Zia juga akan melahirkan?" Mpok Siti terkejut ketika mendengar perkataan dari Sebastian. "Iya, Mpok tolong bawakan tas ke mobil." Sebastian menunjuk tas yang sudah disiapkannya."Baik Tuan." Mpok Siti
"Paman, segera temukan orang yang menyiram Sherina dengan air keras. Aku yakin pelakunya sama dengan orang yang menikam Shelina." Arion berkata dengan wajah marah.Meskipun Heru begitu kejam terhadapnya namun ia tidak sepenuhnya membenci Shelina. Rasa sayang terhadap Shelina tidak akan pernah hilang begitu saja.Melihat Shelina sakit hingga tubuhnya kurus seperti ini saja sudah membuat dia sedih. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada yang mau mendonorkan ginjal untuk gadis malang tersebut."Baik," jawab Alex. Tanpa di perintahkan Arion, ia akan mencari orang itu sampai dapat. "Berikan perawatan terbaik untuk Sherina. Aku ingin dia ditangani oleh dokter kulit terbaik. Begitu juga dengan matanya. Jika perlu kamu boleh mendatangkan dokter dari luar negeri. "Arion berkata sambil memandang Dokter Vandra yang duduk di depannya. "Baiklah, aku memiliki teman yang merupakan dokter terbaik di dunia. Aku akan mengundangnya datang ke sini. Aku yakin dia pasti bersedia untuk memb