Mata Zahira terbelalak ketika melihat apa yang dilakukan Lily terhadap wanita yang diketahui bernama Monika. Hanya dengan satu kali gerak saja, wanita cantik itu tergeletak tak berdaya di lantai. "Apa kamu tidak apa-apa baby." Arion bernapas lega dan memeluk tubuh Zahira. Dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa pria itu sangat mencemaskan gadisnya. Zahira diam dengan tubuh gemetar. Apa yang dilihatnya saat ini membuat dirinya merasa takut. Apalagi ketika melihat apa yang dilakukan Lily terhadap Monika. "Ayo baby kita ke ruanganku." Arion mengusap air mata yang mengalir deras di pipi Zahira. Zahira menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa mas, aku harus memeriksa wanita itu dulu. Aku harus membantunya, siapa tahu dia masih hidup." Dokter muda itu panik dan menangis. "Nona tidak perlu khawatir, dia tidak mati, hanya patah leher saja." Lily tersenyum.Zahira semakin takut ketika mendengar jawaban Lily. Senyum sang bodyguard juga berbeda. Tidak senyum sinis seperti biasa. Namun seperti
Sudah beberapa hari ini David menepati kamar tahanan. Rumah tahanan ini yang akan menjadi tempat tinggalnya dalam waktu yang lama. Bahkan dia sendiri tidak tahu, apakah akan kekal berada di dalam tahanan ini hingga ajal menjemput. Kamar yang berukuran 3X3 dan dihuni oleh 6 orang narapidana, sungguh begitu sangat kecil, panas dan pengap. Kondisinya yang belum sepenuhnya sehat, membuat rasa sakit di tubuhnya semakin bertambah karena harus tidur tanpa alas kasur. David duduk termenung sambil memegang jeruji besi. Wajah tampannya sudah tidak terlihat lagi. Wajahnya penuh memar, bibir luka dan bengkak. Lingkar mata kiri dan kanan, berwarna ungu pekat dan bengkak. Melihat wajahnya saat ini, sungguh membuatnya takut sendiri. Beberapa jarinya di balut perban. Begitu juga dengan telinganya yang menempel perban. Bukan bentuk fisik yang menjadi masalah, namun istrinya. Sampai saat ini pria itu terus memikirkan Dewi serta calon anaknya. Menyesal, perasaan ini yang membuat hatinya semakin te
Arion tersenyum dan melepas pelukan pria tersebut. Pria yang terlihat sangat tampan, gagah dan awet muda, meskipun usianya sudah kepala 5. "Paman lihat sendiri, aku sehat." Arion terkekeh sambil mengembangkan kedua tangannya.Zahira hanya diam menyaksikan interaksi antar kedua pria itu. Dia mengambil kesimpulan bahwa hubungan Arion dan pria tersebut sangat baik.Pria itu diam sambil mengamati keponakannya dari atas hingga ke bawah. Pria itu juga berpura-pura mengelilingi tubuh keponakannya, guna memastikan bahwa Arion benar-dibenar baik-baik saja. Seharusnya Heru menjadi orang yang paling bahagia ketika melihat kondisi sang ponakan. Namun nyatanya tidak, meskipun wajahnya terlihat senang namun hatinya begitu sangat marah."Sudah percaya paman?" Arion tertawa kecil. Jika dilihat wajah pria itu, memang memiliki kemiripan dengan Arion. Hanya saja, kulit si paman sedikit gelap yang menunjukkan dia asli Indonesia. Berbeda dengan Arion yang memiliki kulit putih karena memang campuran Ame
Sebastian memandang ke arah Heru dengan sedikit tersenyum. Sejak kematian Abang ipar dan kakak angkatnya, hubungannya dengan Heru tidak begitu baik. Saudara dari Abang iparnya tampak tidak suka kepadanya. Tatapan mata Sebastian beralih ke arah gadis cantik yang sekarang duduk di sofa. "Hai cantik." Sebastian beranjak dari duduknya dan kini berpindah posisi duduk di sofa single yang berada di depan Zahira."Hai juga paman," jawab Zahira dengan tersenyum."Apa kamu lelah?" tanya Sebastian dengan sangat ramah. Zahira sedikit tersenyum dan menggelengkan kepalanya"Aku mendengar katanya tadi di bawah ada keributan, apakah benar?" "Iya paman," jawab Zahira yang sudah manyun."Keponakanku sangat tampan jadi wajar jika dia banyak di inginkan oleh para wanita. Namun yakinlah meskipun dia pencinta wanita tapi dia bukan buaya." Sebastian mengulas senyum.Heru sangat kesal dan marah saat mendengar Sebastian mengatakan keponakan ku, seakan Sebastian tidak tahu di mana posisinya berada. Di dunia
David tidak henti-hentinya mengusap punggung istrinya yang tidak berhenti menangis. Dia sangat tahu seperti apa perasaan istrinya saat ini. "Jika nanti kamu bertemu dengan pria baik yang mau menerima kamu dan anak kita, aku rela jika kamu menikah dengannya." David l berkata dengan serius. Pria itu ikhlas melepaskan istrinya demi mendapatkan hidup yang lebih baik. Dewi menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya. Aku rela tidak nikah seumur hidup aku mas. Aku rela menjadi ibu dan ayah untuk anak kita. Aku gak akan pernah menikah dengan siapapun. Aku akan selalu datang ke sini bersama anak kita untuk mengunjunginya kamu."David tidak mampu menahan tangisnya ketika mendengar ucapan istrinya. "Setelah pulang dari sini, kamu tidak boleh kembali ke rumah itu lagi. Kamu harus pergi ke tempat yang jauh yang tidak bisa di temukan orang lain." "Mengapa begitu, bukankah orang-orang itu anak buah kamu?Mereka juga sangat baik dan sopan sama aku." Dewi tidak percaya dengan apa yang dikatak
"Silakan keluar ibu Dewi," ucap si sopir.Dewi diam memandang sopir taksi. Bagaimana mungkin pria itu mengetahui namanya.Belum sempat Dewi berbicara, pintu mobil sudah dibuka oleh salah seorang pria dan pria itu menyeretnya keluar. "Ada apa ini? Mas Anto," tanya Dewi.Pria yang bernama Anto itu tersenyum memandang Istri mantan bosnya. "Ternyata kita bertemu lagi di sini ya ibu Dewi. Jujur saja saya sudah tidak menjadi anak buah David dan yang memerintahkan saya untuk membawa ibu Dewi bukan David namun bos saya." Pria itu tersenyum sinis. "David itu sangat kejam, karena dia tangan salah seorang anak buah saya, harus diamputasi. Yang lebih membuat saya marah, dia tidak memberikan uang pengeboran dan uang jaminan hidup untuk rekan saya."Wajah cantik wanita itu memucat. Jantungnya seakan mau lepas dari tempatnya. Dengan rasa takut, dia memeluk perutnya sebagai benteng perlindungan untuk calon bayinya."Maaf ibu Dewi, kami hanya menjalankan tugas dari bos kami." Si supir menjelaskan.
"Oh jadi yang suka kamu banyak. Kenapa kamu tidak mau?" tanya Sebastian."He... he.... ceritanya panjang pak." Gadis itu tersenyum nyengir.Sebastian diam memandang wajah cantik sekretarisnya. Jika dilihat dari penampilannya, Zia tidak seperti sekretaris pada umumnya. Yang berpenampilan seksi, menarik, dan sudah pasti riasan wajah full make up. Berbeda jauh dengan Zia, gadis itu berpenampilan sopan namun tetap modis dan elegan. Make up nya juga tidak terlalu tebal, namun tetap terlihat sangat cantik. Sebastian mengusap wajahnya dengan kasar, ketika memberikan penilaian meskipun hanya dalam pikirannya. "Saya tidak tanya tentang kamu jomblo atau enggak, yang saya tanyakan, kamu sudah putuskan ikut saya atau Arion?" Sebastian memperjelas pertanyaannya. Agar jawaban si sekretaris tidak mengambang.Wajah gadis cantik itu merah karena malu setelah mendengar perkataan Sebastian.Sebastian ingin tertawa ngakak ketika melihat wajah Zia yang sudah merah seperti tomat masak. Namun jujur, dia
Setelah berpisah di ruangan berkunjung dengan istrinya, David merasa tidak tenang. Pria itu mondar-mandir di dalam kamar dan entah sudah jam berapa sekarang. Berada di tempat terkurung seperti ini, membuatnya tidak tahu sekarang sudah sore atau malam. Di sini waktu terasa begitu lama berlalu. Entah di mana istrinya bersembunyi karena dirinya tidak memberitahukan tempat yang harus dikunjungi Dewi. David hanya berpesan untuk pergi jauh. David berdiri sambil memegang jeruji besi dan memandang ke depan. Jantungnya berdegup dengan cepat saat melihat sosok yang jalan mendekat ke arahnya. Wanita itu datang dengan wajah yang begitu sangat cantik dan masih memakai mini dres berwarna maron seperti tadi siang. "Sayang kamu masih di sini?" David tersenyum dan memegang tangan istrinya.Dewi tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. "Bagaimana kamu bisa datang ke sini?" David masih tidak percaya ketika istrinya bisa tahu kamar tahanan yang ditempatinya."Apa sih yang aku gak tahu tentang kam
Begitu banyak yang dilalui. Pada akhirnya ia sampai ke detik penuh kebahagiaan seperti ini. Dimana Alex mengucapkan ijab kabul untuknya.Air mata Fatimah menetes ketika bayangan kedua orang tua beserta kakaknya melintas dipandangnya. Mau seperti apapun orang-orang membenci keluarganya, namun dia tetap menyayangi mereka. Jika acara resepsi telah selesai, Fatimah ingin berkunjung ke makam keluarganya. Ia ingin memberi tahu kepada papi, mami berserta Alina, bahwa ia sudah menikah. Pernikahan yang diselenggarakan hanya dalam hitungan hari. Namun tetap saja berlangsung dengan mewah. Hanya saja tamu yang diundang sangat terbatas. Apa yang dialami Fatimah, membuat ia memiliki trauma jika berhadapan dengan orang banyak. "Padahal sudah janji, nikahnya sederhana." Fatimah berkata sambil memandang wajah tampan suaminya. "Ini sudah sangat sederhana," jawab Alex dengan santainya.Fatimah tersenyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. Meskipun wujudnya telah berubah, si cantik Celine masih te
"Nona Fatimah, Apa kamu bisa melihatku?" Dokter yang berdiri di depan Fatimah bertanya dengan tenang. Lagi-lagi Fatimah tidak menjawab Dia menangis dan detik kemudian memeluk Alex dengan erat. "Jika kamu tidak bisa melihat, aku siap menjadi matamu. Aku akan selalu bersamamu dan menjagamu. Kamu jangan sedih." Alex berbisik di telinga Fatimah, sambil mengusap punggung gadis tersebut. Fatimah menggelengkan kepalanya. "Aku akan selalu bersama denganmu. Aku tidak akan mempermasalahkan apapun." Lagi-lagi Alex berusaha meyakinkan gadis tersebut. Mengetahui mata Fatima tidak bisa melihat, tentu saja membuat ia kecewa. Namun cinta tidak dilihat dari fisik. Apapun kekurangan calon istrinya, Ia akan siap menerimanya. "Fatimah, bisa katakan seperti apa pandanganmu saat ini?" Tanya Vandra dengan cemas."Aku sudah bisa melihat." Fatimah mengusap air matanya dan kemudian menatap Alex. "Kamu bisa melihatku?" Alex begitu bahagia setelah mendengar jawaban dari Fatimah.Fatimah menganggukkan kepa
"Mas, aku gugup." Fatimah berkata sambil terus menggenggam tangan Alex. Hari ini adalah hari yang sangat ia nantikan. Dimana perban wajah dan perban mata akan dibuka. Namun entah mengapa Fatimah merasa takut dan juga gugup. Bagaimana jika operasi wajahnya gagal. Bisa saja wajahnya akan tampak menyeramkan. Atau mata yang tidak bisa melihat. "Jangan takut, operasi kamu pasti berjalan dengan sangat baik. Setelah ini kamu akan menjadi wanita tercantik." Alex paham dengan apa yang dirasakan calon istrinya. Karena itu dia menghibur calon istrinya tersebut. "Setelah buka perban, ternyata hasilnya di luar harapan. Apakah Mas masih mau dengan aku?" Fatimah berkata dengan nada sedih. Rasa cintanya sudah sangat besar untuk Alex, ia tidak akan sanggup jika kehilangan pria tersebut."Di luar harapan seperti apa maksudnya?" Alex tersenyum dan kemudian mencium punggung tangan Fatimah. "Banyak kan hasil operasi yang gagal. Misalnya saja setelah operasi wajahnya jadi aneh, atau mungkin menyeramkan
Meskipun diminta untuk beristirahat, namun Alex tidak menuruti perintah Vandra. Dengan setia ia menunggu Fatima di depan ruangan observasi. "Tuan Alex, nona Fatimah sudah sadar." Dokter yang memantau kondisi Fatimah langsung memberi tahu Alex. Mereka sangat kagum melihat cinta Alex yang begitu tulus untuk Fatimah. Didunia ini sangat langka bisa di temukan pria seperti Alex. Pria yang mencintai tanpa memandang fisik. "Benarkah? Apakah saya bisa langsung melihatnya?" Alex yang sudah tampak kelelahan, langsung bersemangat ketika mendengar kabar tentang calon istrinya."Silahkan." Dokter berkaca mata itu membersihkan Alex untuk masuk. "Jika nanti nona Fatimah meminta minum, anda berikan saja minum sedikit. Di sana sudah ada gelas minum serta takarannya. Nona Fatimah boleh minum persatu jam." Dokter berkaca mata itu menjelaskan.Dengan cepat Alex menganggukkan kepalanya. Ia langsung masuk ke ruangan operasi. Hal pertama yang dirasakannya, rasa sakit dan perih. Ia tidak bisa membayangkan
Alex menunggu di depan ruang operasi bersama dengan Arion dan Sebastian. Namun karena operasi berjalan sangat lama, Arion dan Sebastian pulang. Kini tinggal Alex seorang yang menunggu. 20 jam menunggu akhirnya lampu yang menyala di ruang operasi dipadamkan. Ini pertanda bahwa operasi telah selesai. Namun tetap saja Alex merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat. Bagaimana jika operasi tidak berjalan dengan baik. Hal itu rasanya tidak mungkin, mengingat tim dokter yang disediakan oleh Arion bukanlah tim Dokter sembarangan. Bahkan Arion mendatangkan dokter-dokter dari luar negeri yang memang sudah terkenal dengan kemampuan dibidangnya masing-masing. Pintu ruangan terbuka, tim Dokter pun keluar dari dalam ruangan. "Dokter Vandra, bagaimana kondisinya?" Alex langsung bertanya dengan Vandra yang merupakan ketua tim."Operasi berjalan dengan lancar namun pasien masih dalam keadaan kritis. Dalam artian kita akan menunggu selama 24 jam untuk memantau kondisi pasien. Jika kondisi pa
Arion sibuk mengganti popok putrinya yang sedang pup. Dengan sangat telaten, pria tampan itu membersihkan pantat bayinya dengan tisu basah. Setelah bersih barulah memasangkan popok yang baru. Arion sangat menikmati perannya menjadi seorang ayah. Ketika putri kecilnya menangis, ia yang bangun lebih dulu. Jika bayi cantik itu bangun karena merasa tidak nyaman dan meminta diganti pipok, Arion tidak akan membangunkan istrinya, dia yang akan menganggti sendiri."Anak Daddy sudah wangi." Arion tersenyum dan mencium pipi bulat putrinya. "Kamu sangat cantik, Mirip mommy." Arion berkata sambil memandang Zahira yang tertidur lelap. Bayi cantik itu memandang Arion dengan bibir bulat. Seakan ia sedang berbicara dengan Daddy nya. Wajah bayi cantik itu sangatlah sempurna. Hidung mancung, bibir kecil, warna kulit putih kemerahan dan rambut yang berwarna coklat. Meskipun paras wajahnya mirip Zahira, namun warna kulit, hidung, mata, Serta alis, milik sang Daddy. Sepertinya bayi cantik itu sangat p
"Paman, sudah 1 bulan aku disini. Aku bosan mencium aroma obat dan juga aroma desinfektan. Aku rindu aroma kamar. Aku rindu dengan tempat tidur yang empuk seperti di dalam kamar ku. Paman, Aku ingin pulang. Apa Paman bisa meminta izin dengan dokter?" Tanya Shelina. Alex diam beberapa saat. "Ya Paman, aku sudah tidak mau lagi merasakan seperti ini. aku ingin pulang saja. Aku sudah lelah merasakan jarum suntik yang selalu menusuk kulit ku. Aku juga sudah bosan minum obat, hingga lidah ku terasa pahit. Aku ingin menikmati hidup, makan yang banyak tanpa larangan. Minum-minum yang manis dan segar. Aku juga ingin makan bakso dengan cabe rawit." Shelina sudah seperti orang yang pasrah dan putus asa. Ia tidak ingin menghabiskan sisa umurnya di atas tempat tidur pasien. "Kamu jangan bicara seperti itu. Dokter sedang mengatur jadwal operasi kamu. Ada orang yang bersedia mendonorkan mata serta ginjalnya." Alex memberi tahu Shelina. Setelah mendengar ini, ia berharap Shelina akan bersemang
Mendengar perkataan Arion, Zahira pun menganggukkan kepalanya. Dia kembali mengejan. Satu kali, dua kali hingga 3 kali, akhirnya terdengar suara bayi memenuhi ruangan. Suaranya benar-benar ngebas dan melengking. "Bisa dipastikan bakal jadi rocker." Dokter yang membantunya berkata dengan tertawa. Bayi perempuan itu benar-benar sangat cantik dengan hidung yang mancung seperti Daddy nya. Sedangkan bibir kecil seperti mommy nya. "Ini tidak mirip dengan dokter Zahira." Dokter itu langsung memberikan penilaian sambil mengamati wajah cantik bayi tersebut."Iya, mirip dengan Daddy nya," kata suster yang satunya. "Ini mirip dokter Zahira." Suster yang sedang membersihkan bayi cantik itu ikut berbicara. "Mirip sekali dengan dokter Zahira," kata dokter anak yang sedang memeriksa detak jantung bayi. Arion dan Zahira tampak kebingungan ketika melihat tim medis yang ribut memperdebatkan masalah anak yang mirip ibu atau mirip ayahnya. "Sebaiknya kalian jangan berkelahi. Kami membuat dan saling
Didalam mobil Sebastian duduk di posisi tengah. Sedangkan Zahira di sebelah kiri dan Zia disebelah kanan. Pria itu tampak kewalahan ketika menghadapi istri, serta istri dari keponakannya. Rambutnya ditarik dari sebelah kanan dan kiri. Hingga dia harus merasakan sakit di kulit kepalanya. Mengapa kedua wanita ini begitu sangat kejam hingga menyiksanya seperti ini. Sebenarnya yang salah siapa, apakah calon anak dan juga calon keponakannya? Sebastian hanya bisa pasrah ketika rambutnya di tarik dari segala arah. Bukan hanya rambut saja yang ditarik Zahira dan Zia, tangan kiri kanan juga menjadi sasaran kesakitan kedua wanita tersebut.Selama perjalanan ke rumah sakit, Sebastian merasakan penderitaan yang luar biasa. Kedua wanita itu yang akan melahirkan, namun dia juga merasakan kesakitan yang tidak kalah hebatnya. Belum lagi Zia yang mengomel karena menganggap ini semua karena ulah Sebastian.Namun rasa kesal di hatinya mendadak hilang ketika melihat wajah Zia yang begitu sangat kesaki