Alex dan Bribtu Ambri duduk di depan ruangan operasi Sherina. Sudah 3 jam operasi berlangsung, namun belum ada tanda-tanda pintu ruangan itu akan terbuka.Sedangkan dua orang dosen, sudah izin pulang sejak 1 jam yang lalu."Aku sangat pusing dalam kasus ini. Padahal dalang kejahatan sudah di tangkap. Mereka juga sedang menunggu persidangan pertama. Namun mengapa pembencinya harus melampiaskan kemarahan mereka terhadap Sherina." Bribtu Ambri berkata dengan tatapan tertuju ke arah pintu. "Siapapun, pasti akan membenci anak seorang pembunuh," jawab Alex. Tidak terkecuali dirinya sendiri. Perbuatan keji Heru, membuat ia ikut membenci Sherina. Jika tadi tahu darahnya untuk Sherina, mungkin Alex tidak akan mau memberikannya. Namun melihat nasib Putri bungsu Heru yang seperti ini, ada rasa kasihan terhadap gadis tersebut."Apa yang harus aku lakukan mas? Saat ini keselamatan Sherina sudah terancam. Jika dia selamat, mungkin pelaku akan kembali datang. Bahkan mungkin akan muncul pembunuh lai
Arion duduk di ruang kerjanya. Kondisi tubuhnya yang lemah karena bawaan kehamilan Zahira, membuat pria itu beristirahat selama 2 hari. "Kepala ku benar-benar pusing." Arion memijat pelipis keningnya yang terasa pusing. Karena beristirahat selama 2 hari, pekerjaannya menjadi menumpuk."Apa Zahira sudah bangun?" Arion menghentikan pekerjaannya yang membuat kepala semakin pusing. Senyum tercetak di bibirnya ketika mengingat sang istri. Padahal baru berpisah beberapa jam saja, tapi mengapa sudah rindu seperti ini. Dengan tidak sabar pria itu meraih ponselnya di atas meja. Dilihatnya jam yang sudah menunjukkan jam 10 pagi, seharusnya bumil itu sudah bangun. Namun mengapa tidak membalas pesan darinya. Ada rasa kesal ketika Zahira tidak membalas pesan darinya. Apakah sikapnya yang mendadak manja dan selalu ingin diperhatikan seperti ini karena pengaruh kehamilan sang istri?Sungguh aneh, Zahira yang sedang hamil, seharusnya Zahira yang minta dimanja dan diperhatikan, namun mengapa jadi t
Setelah melakukan transfusi darah, Alex menunggu operasi Sherina selesai. Setelah selesai operasi, ia masih tidak pulang ke rumah, karena Ambri yang merupakan adik sepupunya, meminta agar Alex menemaninya sampai kondisi Sherina dinyatakan stabil dan bisa dirujuk ke RS yang lain. Bribtu Ambri sengaja tidak membiarkan anggotanya ikut serta mengawal, karena takut diketahui oleh para wartawan. Subuh jam 5 pagi, Sherina baru di rujuk ke rumah sakit yang lain. Informasi tentang Sherina benar-benar di tutup rapat. Bahkan mobil yang membawa Sherina keluar dari rumah sakit, bukan mobil ambulans. Di jam 6:30 pagi, Alex baru pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. "Tuan Alex baru pulang?" Sapa asisten rumah tangganya.Alex tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Bagaimana kabar Celine, mbok?" Tanya Alex."Non Celine sangat baik tuan. Hari ini ada kegiatan lomba mewarnai disekolahnya. Lomba bertema ibu dan anak, karena ini untuk memperingati hari ibu." Mbok Darmi berkata dengan waja
Alex terduduk lemas di kursi kerjanya. Tubuhnya tidak bertenaga, kepala juga terasa pusing. Mungkin karena melakukan transfusi darah dan juga tidak tidur semalaman. "Paman Alex, kenapa wajahmu sangat pucat? "Arion duduk di kursi yang ada di depan Alex. Setelah bertanya tentang keadaan Alex, Arion kembali sibuk dengan ponsel ditangannya. Bisa dikatakan sejak menikah, pria itu mengalami penyakit bucin akut."Apa pekerjaanmu sangat banyak sehingga tidak bisa tidur?" Tanya Sebastian dengan wajah serius. Mendapatkan perhatian dari kedua bos besarnya, tentu saja membuat Alex senang. Siapa tahu setelah ini dia akan diberikan cuti panjang. "Semalam aku tidak tidur." Alex mengusap wajahnya. "Kenapa tidak tidur? "Arion memperhatikan wajah Alex yang tampak lesu. "Apa karena Paman Alex kesepian?"Perkataan Arion benar-benar membuat Alek kesal. "Wajar saja dia kesepian, dia sudah menduda sekitar 4 tahun." Sebastian berkata sambil mengangkat 4 jarinya. Kelakuan paman dan keponakan itu membua
Alex memandang Arion. Memilih rumah untuk Arion bukanlah hal yang mudah. Semuanya harus sesuai ketentuan dari Arion. Berbeda dengan Sebastian, yang lebih memilih untuk menerima tanpa banyak protes."Masalah rumah sudah siap. Sebaiknya kalian bawa dulu para istri untuk melihatnya, jika ada yang tidak cocok, akan aku rubah sesuai selera," saran Alex. Sepertinya cuti panjang hanyalah mimpi untuk Alex. Pada kenyataannya, kedua bosnya sedang di mabuk cinta. Dengan seperti ini pekerjaannya pasti akan semakin bertambah."Ya aku akan membawa Zahira ke sana." Arion tersenyum senang. Ketika membayangkan wajah bahagia sangat istri."Aku juga akan mengajak Zia melihat rumah baru kami," kata Sebastian.Alex hanya diam sambil menganggukkan kepalanya. "Apa kamu tidak mau tahu tentang kondisi Sherina?" Alex memandang Arion.Selama ini Arion yang begitu dekat dengan Sherina. Namun kenyataan pahitnyaa justru orang yang paling disayangi merupakan anak dari pembunuhan kedua orangtuanya."Aku tidak mau
Mobil yang dikemudikan oleh sopir pribadi Arion berhenti tepat di sebuah rumah mewah yang akan menjadi tempat tinggal Arion bersama Zahira. Sedangkan mobil yang dinaiki oleh Sebastian berhenti di rumah yang berada di sebelah rumah Arion. Melihat posisi rumah yang mereka ambil, sudah bisa ditebak bahwa paman dan keponakan ini ingin tinggal berdekatan dan menjadi tetangga."Sweet heart, sudah sampai." Arion berkata sambil mengusap pipi istrinya dengan lembut. Pria itu tersenyum ketika melihat Zahira yang tidak membuka matanya sama sekali. "Sweet heart, kita sudah sampai di rumah baru." Arion dengan sabar membangunkan sang istri. Namun lagi-lagi Zahira tidak terganggu dengan suara gangguan dari suami. "Hai nak, Momi kamu kalau tidur sangat nyenyak sekali ya sampai tidak mengetahui apa-apa." Arion mengusap menurut istrinya dan berbicara dengan anak yang masih ada di dalam perut. Pria itu kemudian menempelkan telinganya di perut Zahira. "Apa cium bibir, kalau nggak mau bangun juga dig
Setelah membawa Zahira ke ruang keluarga, Arion membawa istrinya ke ruangan yang lainnya. Di rumah ini, ruangan tidak begitu banyak, tidak sama seperti di masion. Setiap ruang dibuat dengan ukuran luas dan barang-barang furniture berkualitas tinggi dan pasti harganya tidak main-main."By Hira sangat suka." Zahira berkata sambil tersenyum."Tidak ada yang mau dirubah?" Tanya Arion. Dengan cepat Zahira menggelengkan kepalanya. "Tapi nanti kita bakal sering ke villa kan?" "Tentu saja sweet heart." Arion mencium punggung tangan istrinya. Pria itu kemudian membawa istrinya untuk melihat ke lantai 2 dan 3. Karena rumah ini terdiri dari 3 lantai. Pria itu juga menjelaskan setiap ruang yang mereka datangi."Sweet heart, rumah ini sangat besar. Jika hanya memiliki satu anak pasti tidak seru. Seharusnya kita punya banyak anak." Arion tersenyum sambil mengusap perut istrinya.Saat ini Zahira beda di lantai 3 dan menikmati keindahan alam dari atas. "Yang ini saja belum keluar by." Zahira kesa
Mata Sherina terbuka secara perlahan-lahan. Dilihatnya pemandangan yang putih bersih. Aroma disinfektan langsung terhirup di Indra penciuman nya. Otak yang sudah lama istirahat, dipaksa untuk bekerja keras sambil mengingat apa yang telah terjadi. Setelah berusaha mengingat, potongan-potongan peristiwa kembali melintas dipandangnya. Tubuhnya gemetar dengan keringat bercucuran ketika mengingat kejadian tersebut.Sherina mencoba menggerakkan jarinya. Apakah saat ini dia sudah mati? pertanyaan ini sontak muncul di kepalanya. Sebelum kesadarannya hilang Sherina merasakan pandangannya yang mulai gelap. Dia melihat sesuatu yang begitu sangat mengerikan. Apakah itu artinya malaikat pencabut nyawa sudah datang menghampirinya. "Jika sudah mati, aku tidak merasakan sakit lagi." Sherina berkata di dalam hati. Tubuhnya terasa begitu sangat lemah bahkan dia kesulitan untuk berbicara. Yang dirasakannya hanya tenggorokan yang begitu amat kering dan menginginkan air untuk diminum. "Apakah surga