Yang merespons Susanti adalah desisan ular. Detik berikutnya, ekor ular yang tebal dan kokoh seketika menyapu ke arah kaki Susanti. Kemudian, ular itu hendak melahap Tirta!"Kalau tahu akan seperti ini, aku nggak bakal memaksamu kemari ...." Susanti tampak sungguh menyesal. Dia memejamkan matanya dengan putus asa.Akan tetapi, beberapa detik kemudian, ular itu malah tidak membunuh Tirta. Apa yang sebenarnya terjadi? Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki seseorang."Tirta ... apa itu kamu?" Meskipun hatinya diliputi kepanikan sampai-sampai tidak bisa bergerak, Susanti tetap mengerahkan tenaga untuk membuka matanya.Kemudian, adegan berikutnya pun membuat Susanti tercengang. Entah sejak kapan, Tirta sudah berjalan ke depan ular raksasa itu. Langkah kakinya sangat lambat, tetapi sangat stabil.Sementara itu, ular yang seharusnya melahap Tirta malah mundur saat melihat Tirta maju. Matanya pun menunjukkan kebingungan, ketakutan, dan kepanikan layaknya manusia.Ular itu takut pada Tirta? P
Segera, Tirta datang ke hadapan Susanti dan mencengkeram lehernya. Ucapan Susanti sepertinya membuat Tirta marah besar!"Hei! Lepaskan aku! Aku bisa kehabisan napas!" seru Susanti. Meskipun punya pistol, Susanti tidak berani sembarangan menembak karena takut melukai Tirta. Dia sudah yakin bahwa pria di depannya ini bukan Tirta."Sebaiknya jaga sikapmu kalau bicara denganku. Kamu hanya punya 2 pilihan, tunduk atau mati!" bentak Tirta sambil mencampakkan Susanti."Uhuk, uhuk ...." Susanti sungguh ketakutan. Dia seperti baru lolos dari pintu neraka. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk mengembalikan Tirta.Untuk sekarang, Susanti hanya bisa berpura-pura tunduk. Dia mengangguk dan berkata, "Oke, aku akan menurutimu ...."Srek, srek! Ular raksasa itu kembali ke hadapan Tirta. Dia mengeluarkan selembar kertas emas dari mulutnya. Terlihat tulisan aneh di atasnya.Begitu Tirta mengayunkan tangan, kertas itu sontak terbang ke tangannya dan menghilang. Susanti sungguh tercengang dengan pemanda
Menurut Susanti, kedua kemungkinan ini sama-sama berdampak buruk bagi Tirta. Meskipun sekarang Tirta terlihat begitu hebat dan berwibawa, Susanti lebih menyukai Tirta yang nakal dan mesum."Cepat sedikit," perintah Tirta dengan tegas saat melihat Susanti termangu.Ketika Susanti mendongak, dia mendapati Tirta sudah berjarak 7 sampai 8 meter darinya. Dia pun bergegas mengikuti dan tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kamu mau membunuhku atau membawaku keluar? Kamu mau membawaku ke mana?"Bagaimanapun, Susanti tentu merasa cemas. Tirta menghentikan langkah kakinya, lalu pelan-pelan berbalik dan sontak berkelebat ke hadapan Susanti. Dia berkata, "Kamu sudah mati sejak tadi kalau aku ingin membunuhmu. Jangan ribut, cerewet sekali."Selesai berbicara, Tirta menjulurkan tangan dan seberkas cahaya berwarna perak sontak masuk ke kening Susanti."A ... apa yang kamu lakukan?" Susanti merasa pandangannya menggelap. Pada akhirnya, dia pun kehilangan kesadaran.....Entah berapa lama kemudian,
"Kenapa aku bisa di sini?" Tidak berselang lama, Tirta siuman. Dia pun terkejut melihat situasi di sekitar.Pada saat yang sama, Tirta merasakan tubuhnya dipenuhi oleh energi dahsyat. Dia memeriksanya dengan mata tembus pandang dan tercengang dengan penglihatannya.Mutiara berwarna perak di dalam tubuhnya memiliki jejak seperti kilat. Selain itu, ada api merah menyelimuti mutiara tersebut.Tirta tidak mengerti apa yang terjadi. Dia mengamati ke sekeliling, tetapi tidak melihat jejak ular raksasa itu. "Di mana ular sialan itu?"Tiba-tiba, Tirta menemukan Susanti yang tidak sadarkan diri. Dia memanggil 2 kali, tetapi tidak ada respons apa pun sehingga buru-buru menghampiri untuk memeriksa."Dia nggak keracunan ataupun terluka. Dia cuma kelelahan. Syukurlah," ucap Tirta yang memeluk Susanti. Kemudian, dia mencoba membangunkan Susanti, tetapi tidak bisa karena tubuh Susanti terlalu lemah."Di sini nggak ada makanan apa pun. Sudahlah, kasih dia minum darahku saja." Sesudah berpikir sejenak,
"Uhuk, uhuk .... Kalau begitu, kita cari cara untuk keluar." Tirta tak kuasa menelan ludah saat bertemu pandang dengan Susanti. Sejujurnya, Tirta memahami arti tatapan itu. Polisi wanita ini menyukai dirinya!Namun, Tirta tidak ingin melakukan apa pun untuk sekarang. Dia hanya bisa menahan hasrat dalam hatinya."Sepertinya ini pusat makam kuno. Coba kita keliling dulu, mungkin ada jalan keluar di sini," ucap Susanti sambil meraih tangan Tirta dan mulai mencari-cari di lapangan.Jalan yang mereka lewati sebelumnya lagi-lagi tertutup. Tempat ini sama dengan lapangan di luar, sama-sama terdapat 8 pintu batu dan semuanya tertutup rapat.Tirta mencoba meninju salah satu pintu batu itu, tetapi gagal. Pintu batu itu terlalu kokoh. Padahal, tinju Tirta bisa menghancurkan kaca anti peluru."Hais, apa gunanya membuat begitu banyak pintu batu. Nggak ada satu pun yang bisa dibuka," ujar Tirta yang mulai merasa putus asa. Dia pun terduduk di lantai dengan lelah."Seingatku, wanita itu menyentuh pin
Seketika, ketakutan kembali menyelimuti hati para anggota Black Gloves."Damon, tenang sedikit. Asalkan kita masih hidup, berarti masih ada harapan. Kalaupun monster itu datang, kamu tetap harus tenang. Angkat pistolmu dan tembak dia.""Nyawamu ada di tanganmu sendiri. Kita semua sama. Kita nggak seharusnya menyerah begitu saja!" ucap Alicia untuk menenangkan anggotanya.Tirta mengamati secara diam-diam. Dia merasa wanita ini sangat tenang dan rasional. Situasi sudah begitu kacau, tetapi wanita itu masih bisa menghibur para anggotanya. Dengan kata lain, wanita itu sangat menakutkan."Nona benar. Kita seharusnya melawan dan bukan cuma diam!" Kedua anggota wanita tampak dipenuhi antusiasme."Benar, kita harus melawan monster itu. Sekalipun mati, monster itu harus mati bersama kita!" Pria lainnya mengangkat pistol, mengisyaratkan akan berjuang hingga titik darah penghabisan."Damon, ayo semangat. Kami butuh bantuanmu," ujar Alicia saat melihat suasana hati anggotanya sudah stabil."Dasar
Hati manusia paling sulit diprediksi, terutama sekelompok orang yang sudah terbiasa melanggar hukum. Ketika dihadapkan dengan hidup dan mati, mereka tidak mungkin memikirkan moral lagi.Biasanya, mereka bersedia menuruti perintah Alicia demi kepentingan masing-masing. Namun, di situasi seperti ini, mereka kehilangan perikemanusiaan dan hanya ingin melampiaskan emosi masing-masing!Ketika melihat keempat pria itu mendekat sambil memegang pistol, Alicia dan kedua wanita itu pun memasang ekspresi masam."Mundur! Jangan mendekat atau kami akan menembak kalian!" ancam kedua wanita itu.Damon terkekeh-kekeh dan menimpali, "Sebaiknya kalian jangan melawan lagi. Kalian cuma kambing hitam di mata jalang ini. Dia bisa melihat anggota lain mati, berarti bisa melihat kalian mati juga! Letakkan pistol kalian dan bersenang-senanglah dengan kami!""Benar, Judith. Persetan dengan Black Gloves! Persetan dengan Alicia!" seru seorang pria bernama Jerry yang memperlihatkan tatapan gila."Apa kita perlu ke
"Aku merasa sangat bersalah atas kematian para anggota yang dibunuh monster. Aku juga baru terpikir akan hal ini," ujar Alicia.Ucapan Alicia sontak membuat ketiga pria itu terdiam. Kegilaan mereka telah mereda. Satu per satu menurunkan pistol. Jerry bertanya, "Kamu yakin?"Jelas, siapa yang tidak ingin meninggalkan tempat menyeramkan ini?"Tentu saja, untuk apa aku menipu kalian? Kita ini rekan hidup dan mati," sahut Alicia dengan tegas. Kemudian, dia meneruskan, "Aku bisa memaklumi perbuatan kalian. Setiap manusia akan kehilangan akal sehat di situasi genting. Aku nggak akan mempermasalahkannya.""Baiklah, kami akan menuruti perintahmu. Tolong bawa kami keluar," ujar Jerry setelah bertatapan dengan rekan-rekannya."Wanita ini ternyata tahu banyak hal. Dia bahkan tahu tentang Ramalan Surgaloka. Kalau dia berhasil membuka pintu kehidupan, kita bisa keluar." Tirta berdecak dengan kagum.Sementara itu, Damon yang dicampakkan berseru dengan enggan, "Dasar bodoh! Kalaupun dia tahu jalan ke
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b