Seketika, ketakutan kembali menyelimuti hati para anggota Black Gloves."Damon, tenang sedikit. Asalkan kita masih hidup, berarti masih ada harapan. Kalaupun monster itu datang, kamu tetap harus tenang. Angkat pistolmu dan tembak dia.""Nyawamu ada di tanganmu sendiri. Kita semua sama. Kita nggak seharusnya menyerah begitu saja!" ucap Alicia untuk menenangkan anggotanya.Tirta mengamati secara diam-diam. Dia merasa wanita ini sangat tenang dan rasional. Situasi sudah begitu kacau, tetapi wanita itu masih bisa menghibur para anggotanya. Dengan kata lain, wanita itu sangat menakutkan."Nona benar. Kita seharusnya melawan dan bukan cuma diam!" Kedua anggota wanita tampak dipenuhi antusiasme."Benar, kita harus melawan monster itu. Sekalipun mati, monster itu harus mati bersama kita!" Pria lainnya mengangkat pistol, mengisyaratkan akan berjuang hingga titik darah penghabisan."Damon, ayo semangat. Kami butuh bantuanmu," ujar Alicia saat melihat suasana hati anggotanya sudah stabil."Dasar
Hati manusia paling sulit diprediksi, terutama sekelompok orang yang sudah terbiasa melanggar hukum. Ketika dihadapkan dengan hidup dan mati, mereka tidak mungkin memikirkan moral lagi.Biasanya, mereka bersedia menuruti perintah Alicia demi kepentingan masing-masing. Namun, di situasi seperti ini, mereka kehilangan perikemanusiaan dan hanya ingin melampiaskan emosi masing-masing!Ketika melihat keempat pria itu mendekat sambil memegang pistol, Alicia dan kedua wanita itu pun memasang ekspresi masam."Mundur! Jangan mendekat atau kami akan menembak kalian!" ancam kedua wanita itu.Damon terkekeh-kekeh dan menimpali, "Sebaiknya kalian jangan melawan lagi. Kalian cuma kambing hitam di mata jalang ini. Dia bisa melihat anggota lain mati, berarti bisa melihat kalian mati juga! Letakkan pistol kalian dan bersenang-senanglah dengan kami!""Benar, Judith. Persetan dengan Black Gloves! Persetan dengan Alicia!" seru seorang pria bernama Jerry yang memperlihatkan tatapan gila."Apa kita perlu ke
"Aku merasa sangat bersalah atas kematian para anggota yang dibunuh monster. Aku juga baru terpikir akan hal ini," ujar Alicia.Ucapan Alicia sontak membuat ketiga pria itu terdiam. Kegilaan mereka telah mereda. Satu per satu menurunkan pistol. Jerry bertanya, "Kamu yakin?"Jelas, siapa yang tidak ingin meninggalkan tempat menyeramkan ini?"Tentu saja, untuk apa aku menipu kalian? Kita ini rekan hidup dan mati," sahut Alicia dengan tegas. Kemudian, dia meneruskan, "Aku bisa memaklumi perbuatan kalian. Setiap manusia akan kehilangan akal sehat di situasi genting. Aku nggak akan mempermasalahkannya.""Baiklah, kami akan menuruti perintahmu. Tolong bawa kami keluar," ujar Jerry setelah bertatapan dengan rekan-rekannya."Wanita ini ternyata tahu banyak hal. Dia bahkan tahu tentang Ramalan Surgaloka. Kalau dia berhasil membuka pintu kehidupan, kita bisa keluar." Tirta berdecak dengan kagum.Sementara itu, Damon yang dicampakkan berseru dengan enggan, "Dasar bodoh! Kalaupun dia tahu jalan ke
'Ternyata nggak ada pintu kehidupan. Wanita ini memang cantik dan postur tubuhnya bagus, tapi dia terlalu licik,' batin Tirta. Selain merasa kecewa, dia makin berwaspada terhadap Alicia.Susanti yang merasa tidak puas mencubit Tirta dan berkomentar, "Mereka itu pelaku kriminal. Kamu masih berharap dia bisa bicara jujur? Jangan tertipu oleh paras wanita yang cantik."Meskipun sudah melihat Alicia membunuh orang, Susanti juga tidak langsung bertindak. Semua orang yang dibunuh Alicia berasal dari Negara Martim. Mereka juga merupakan pelaku kriminal.Menurut Susanti, orang-orang ini pantas dibunuh. Namun, jika tadi Alicia membunuh orang dari Negara Darsia, Susanti pasti tidak akan terus bersembunyi di sini. Susanti akan menangkap Alicia.Melihat 2 wanita dari Negara Martim tampak putus asa, Alicia menghibur, "Nggak apa-apa. Setelah mendapatkan detektor yang hilang dan menemukan makam, kita pasti bisa keluar.""Tapi, Nona ...," ujar kedua wanita itu dengan ekspresi panik. Salah satu dari me
"Nona, ini hanya mitos. Nggak mungkin benar-benar ada," komentar salah satu wanita dari Negara Darsia. Mereka tidak setuju dengan pemikiran Alicia.Alicia menyanggah, "Sebelumnya kalian juga lihat monster itu, 'kan? Itu duyung dari mitos Negara Darsia. Monster itu pun bisa hidup, jadi cerita wanita bertanduk naga itu pasti bukan mitos.""Hanya saja, aku nggak menyangka makam kuno ini begitu besar. Bahkan juga dijaga duyung dan ular raksasa. Takutnya kita nggak bisa menemukan wanita bertanduk naga," lanjut Alicia.Alicia menambahkan, "Sekarang kita cari cara untuk keluar dulu. Kelak kita baru pikirkan cara untuk mencari wanita bertanduk naga."Kedua wanita dari Negara Martim juga tidak terlalu antusias sesudah mengetahui kebenarannya. Saat ini, mereka hanya memikirkan bagaimana caranya menemukan detektor dan keluar dari tempat ini dengan selamat.Hanya saja, mereka sangat kelelahan karena dikejar monster di makam terlalu lama. Mereka yang baru saja duduk untuk beristirahat mulai mengant
"Baik, Nona!"Kedua wanita Negara Martim itu segera mengacungkan pistol, lalu melangkah menuju tempat persembunyian Tirta dengan raut waspada. Alicia mengikuti langkah keduanya dengan ekspresi yang tak kalah serius."Kalau dibiarkan, cepat atau lambat mereka akan menemukan kita. Sebelum mereka membunuh kita, gimana kalau kita serang dan bunuh mereka duluan?" ujar Tirta dengan dingin.Wanita itu membunuh orang tanpa belas kasihan. Tirta tidak berani membiarkannya hidup."Nggak bisa, hanya mereka penjahat yang tersisa. Mereka harus ditangkap hidup-hidup," ujar Susanti dengan keras kepala."Tangkap hidup-hidup? Gimana kalau dalam keadaan separuh mati? Aku bisa patahkan dua tangan dan dua kakinya dulu, gimana? Mengasihani penjahat sama saja dengan menzalimi diri sendiri! Kamu ini polisi, bukan malaikat!" balas Tirta tanpa daya."Oke, deh. Tapi, jangan sampai bahayakan nyawa mereka," kata Susanti sambil mengernyit.Ketika Tirta dan Susanti sedang bicara, kedua wanita Negara Martim di depan
Dor, dor, dor! Tirta melepaskan tiga tembakan ke udara. Salah satunya menembus bahu kurus Alicia. Satu peluru lagi mengenai paha Alicia, sementara yang terakhir memeleset.Meski hanya dua peluru yang mengenai tubuhnya, Alicia tetap kehilangan kemampuannya bergerak. Ngerinya, wanita itu sama sekali tidak menjerit setelah ditembak."Awasi kedua orang ini, aku mau mencari wanita Negara Martim yang satunya lagi," ujar Tirta pada Susanti. Kemudian, dia segera berlari menghampiri lokasi Alicia."Sialan! Gimana pria itu bisa menemukanku," gumam Alicia.Wajah Alicia terlihat kaget sekaligus dipenuhi dendam. Berhubung pahanya tertembak, pada dasarnya dia sudah tidak mampu kabur.Setelah menemukan Alicia dengan mudah, Tirta lalu berseru, "Serahkan pistolmu padaku!"Alicia makin terkejut sewaktu melihat jelas wajah Tirta. Ternyata dia hanya pemuda berusia sekitar 18 tahun!"Aku dikalahkan seorang anak kecil?" gumam Alicia tak percaya."Pertama, aku bukan anak kecil. Kedua, aku menyuruhmu menyerah
"Cari aku kalau ada masalah." Kata-kata ini seperti panah cinta yang dilepaskan berulang kali ke hati Susanti.Di makam kuno bawah air ini, keduanya menghadapi mara bahaya bersama. Susanti juga mulai bergantung pada Tirta."Oke, aku mengerti," ujar Susanti dengan wajah merona.Di saat keduanya bermesraan, Alicia masih menatap Tirta dengan heran. Dia bertanya, "Katakan padaku, kenapa kamu baik-baik saja setelah kutembak? Apa kamu mengenakan rompi anti peluru terbaru yang dikembangkan Negara Darsia?""Apa hubungannya denganmu? Nggak usah banyak tanya!" hardik Tirta tanpa ampun. Dia sama sekali tidak menyukai wanita itu."Kamu ... tolong haluskan nada bicaramu dan jawab aku dengan serius!" kata Alicia dengan ekspresi muram. Dia tidak menyangka Tirta akan bicara sekasar itu padanya.Plak! Tirta langsung menampar Alicia. Dia berkata padanya, "Aku sudah menjawabmu. Kalau kamu banyak omong lagi, aku akan menamparmu lagi!""Kamu ...."Alicia naik darah. Mata birunya menatap Tirta lekat-lekat,
Sebagian besar tamu yang hadir tidak tahu bahwa sebelumnya ada konflik antara Diego dan Tirta. Ketika melihat Diego maju dan memarahi Tirta di depan umum, mereka mengira dia ingin menyenangkan hati Simon.Menyadari hal ini, beberapa tuan muda yang tidak menyukai Tirta dan ingin mengambil hati Simon pun ikut maju dan memarahi Tirta."Pak Diego benar! Untuk membereskan anjing kampung ini, Pak Simon nggak perlu turun tangan sendiri.""Kalau kamu nggak ingin mati, sebaiknya segera minta maaf kepada Pak Simon dan Bu Camila!""Kalau nggak, kami saja sudah cukup untuk memastikan kamu akan mati di sini hari ini!"Di antara mereka, Wirya yang paling berani. Dia bahkan berjalan mendekati Tirta dan mencoba mencengkeram kerah bajunya sambil mengancam, "Kamu nggak dengar itu? Cepat berlutut dan minta maaf!""Kamu benaran berpikir Keluarga Purnomo akan melawan Keluarga Unais demi melindungimu? Jangan mimpi, dasar bodoh!""Dalam situasi seperti ini, Pak Darwan cuma nggak ingin mempermalukan keluargan
"Aku bukan ingin menjadi musuhmu. Aku cuma merasa ini hanya masalah kecil dan kamu nggak perlu terlalu mempersoalkannya," sahut Darwan dengan tenang."Masalah kecil? Pak Darwan, Anda benar-benar pintar bercanda! Wanitaku dipermalukan di depan umum dan kamu menyebutnya masalah kecil?""Walaupun kejadian ini memang dimulai oleh Camila dan aku akui dia bertindak berlebihan, dia tetap pacarku yang suatu hari nanti akan menjadi bagian dari Keluarga Unais.""Bukan cuma anjing kampung ini, bahkan kamu juga nggak berhak menyentuhnya. Jangan salahkan aku kalau aku mengingatkanmu. Aku akan memberi anjing kampung pelajaran. Kalau kamu berani menghalangi, Keluarga Purnomo harus menanggung akibatnya!" ancam Simon dengan ekspresi dingin."Pak Darwan ... sebaiknya kita nggak ikut campur masalah ini ....""Pikirkan matang-matang. Kamu harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak!"Beberapa anggota inti Keluarga Purnomo segera maju dan membujuk agar Darwan tidak lagi melindungi Tirta setelah melihat
"Wah, anjing kampung sepertimu ingin membuatku minta maaf dan mengakui kesalahan? Coba katakan, apa aku melakukan sesuatu yang salah?""Sekalipun aku salah, menurutmu anjing kampung sepertimu punya hak apa untuk memaksaku meminta maaf?""Semua orang di Keluarga Purnomo saja nggak berani bersuara, tapi kamu malah maju. Kamu ini benaran merasa dirimu hebat ya?"Camila yang sedang menikmati pujian dari para pengusaha besar dan kemenangan telaknya atas Bella, langsung melangkah maju dari kerumunan saat mendengar ucapan Tirta. Dia menatap Tirta dengan tatapan merendahkan sambil mencibir sinis."Aku nggak merasa aku hebat, aku hanya merasa sikap sombongmu itu sangat menjijikkan! Kamu perlu diajari dengan baik."Tirta menyeringai dingin, lalu sontak melayangkan dua tamparan keras ke wajah Camila. Wajahnya yang semula cantik langsung bengkak dan merah."Tirta, kamu ...!" Bella tidak menyangka Tirta akan bertindak kasar seperti itu demi membelanya! Hatinya terharu, tetapi di saat yang sama dia
Pada saat yang sama, Camila terus menyombongkan diri kepada Bella dengan angkuh!"Wow ... ternyata dia cucu langsung dari salah satu pendiri negara!""Pantas saja junior dari Keluarga Arshad ini berani bicara sembarangan di acara Keluarga Purnomo. Ternyata karena pacarnya cucu pendiri negara!""Keluarga Purnomo memang besar. Tapi kalau dibandingkan dengan orang-orang di level seperti itu, mereka masih kalah ....""Lagi pula, dia pacar Pak Simon. Tentu saja dia punya modal untuk bersikap arogan."Setelah mengetahui identitas Simon dari Camila, para tokoh besar yang hadir di acara itu tercengang. Sesaat kemudian, semua perhatian dan pembicaraan yang tadinya terfokus pada Tirta dan Bella mulai beralih kepada Camila dan Simon."Pak Simon, kamu dan Bu Camila serasi sekali. Aku presdir dari perusahaan farmasi besar. Setelah acara ini selesai, apa aku boleh mengundangmu untuk makan bersama?""Pak Simon, Bu Camila, aku punya perusahaan properti. Apa aku punya kesempatan mengundang kalian ke ru
Camila memang datang untuk pamer dan membandingkan dirinya dengan Bella. Setelah tahu bahwa Tirta hanyalah seorang pria kampung rendahan, bagaimana mungkin dia melewatkan kesempatan untuk mempermalukan Bella di depan umum?Bahkan, saat mengucapkan kata-kata itu, Camila sengaja meninggikan suaranya agar semua orang di aula bisa mendengarnya."Siapa wanita itu? Cantik, tapi mulutnya terlalu tajam!""Sepertinya dia anggota Keluarga Arshad dari Provinsi Dohe.""Dia berasal dari garis keturunan yang sama dengan ibu Bella, tapi kudengar hubungannya dengan Bella nggak baik.""Itu jelas sekali. Kalau nggak, mana mungkin dia langsung menyerang Bella dengan kata-kata seperti itu begitu masuk."Bisikan mulai terdengar di aula. Bahkan, banyak orang yang mulai mengaitkan peristiwa ini dengan spekulasi yang lebih dalam."Keluarga Arshad cuma mengirim satu anggota muda dan sikapnya seperti ini. Sepertinya, keluarga dari pihak ibu Bella juga nggak mendukung pernikahan ini.""Hehe, itu sudah jelas seka
Ayu berbalik dan melihat Bella yang memakai gaun putih. Riasan wajahnya sangat sempurna. Bella benar-benar cantik.Tubuh Bella langsing, tetapi dadanya berisi. Ayu sangat kagum melihat kecantikan Bella. Wanita biasa tidak bisa menandingi aura Bella yang menonjol.Melihat Bella yang berjalan menghampiri mereka, Tirta langsung berdiri dan berseru dengan mata berbinar-binar, "Bu Bella, akhirnya kamu datang! Hari ini ... kamu cantik sekali, seperti bidadari!"Bella memutar bola matanya, lalu memandang Tirta sembari membalas, "Benaran? Jadi, maksudmu sebelumnya aku nggak seperti bidadari?"Tirta langsung menggeleng dan menyahut, "Bukan begitu maksudku, Bu Bella. Kamu sangat cantik setiap hari. Bidadari pun kalah darimu."Bella tersenyum lebar seraya menimpali, "Dasar gombal! Jangan panggil aku 'Bu Bella' lagi. Panggil namaku saja."Ayu berkata dengan ekspresi bingung, "Ternyata kamu itu Bella. Astaga, kamu cantik sekali! Kenapa kamu bisa menyukai Tirta?"Bella tertawa, lalu duduk di samping
Sebenarnya, pebisnis properti itu sangat berharap Tirta bertunangan dengan Bella. Dengan begitu, Bella tidak bisa menikah dengan konglomerat ibu kota negara. Jadi, status Keluarga Purnomo di ibu kota provinsi tidak akan meningkat.Bahkan, Keluarga Purnomo akan menjadi bahan tertawaan para pebisnis di ibu kota provinsi. Bagi pebisnis properti yang berbicara tadi, ini adalah hal yang bagus.Pebisnis properti itu adalah Sofyan, ayah Diego. Dia adalah Kepala Keluarga Bazan. Mereka adalah keluarga terbesar kedua setelah Keluarga Purnomo di ibu kota provinsi.Tentu saja, Sofyan cukup berpengaruh. Setelah mendengar ucapannya, para pengagum Bella tidak bersuara lagi.Mereka langsung duduk dan menunggu Bella keluar untuk meminta penjelasan kepadanya. Beberapa dari mereka menatap Tirta dengan sinis. Salah satunya berujar, "Cepat kirim pesan kepada Diego dan beri tahu dia tentang pecundang ini ...."Sementara itu, Diego yang menaiki taksi untuk datang ke kediaman Keluarga Purnomo merasa gusar set
Para pengagum Bella lanjut menyindir Tirta."Orang kampungan ini nggak mungkin bisa menandingi mereka semua!""Bisa-bisanya Pak Darwan mengizinkan Bella yang begitu sempurna tunangan dengan orang seperti ini.""Sayang sekali kalau Bella tunangan dengan orang rendahan begini! Bukannya ini sama saja dengan mencelakai Bella?""Pak Darwan, sebenarnya apa kelebihan pria kampungan ini?"Jika Bella tunangan dengan konglomerat dari ibu kota negara, mereka bisa terima. Bagaimanapun, mereka tidak bisa menandingi konglomerat dari ibu kota negara.Namun, Tirta hanya seorang pecundang dari desa. Dibandingkan dengan pria kaya dari ibu kota provinsi, Tirta tidak ada apa-apanya. Atas dasar apa Tirta tunangan dengan Bella? Sangat disayangkan jika wanita sempurna seperti Bella dipasangkan dengan Tirta.Seorang pengagum Bella yang bernama Wirya maju. Dia adalah putra Keluarga Liman yang kaya raya di ibu kota provinsi. Wirya yang cemburu mengancam Tirta, "Hei, apa pun cara yang kamu gunakan untuk memperda
Setelah melontarkan sindiran, para tamu tertawa terbahak-bahak. Mereka menganggap Tirta yang berpenampilan biasa sebagai bahan lelucon. Kalau bukan Darwan yang membawa Tirta masuk, mungkin mereka sudah mengusir Tirta.Ayu berucap, "Tirta, kalau tahu banyak orang kaya menghadiri acara ini, seharusnya aku bawa kamu beli baju dulu sebelum datang. Kalau kamu berpakaian rapi, mereka pasti nggak akan mentertawakanmu."Meskipun Ayu merasa kesal dan ingin mengkritik para tamu, dia lebih khawatir Tirta bersedih. Tirta memang merasa tidak senang, tetapi dia tetap tersenyum kepada Ayu dan menanggapi, "Nggak apa-apa, Bibi. Biarkan mereka mentertawakanku. Bagaimanapun, aku dan Bu Bella tetap akan tunangan."Tirta menambahkan, "Selain itu, kita nggak melakukan kesalahan apa pun. Nggak usah pedulikan omongan mereka."Mendengar ucapan Tirta, Darwan makin mengaguminya. Kemudian, dia menyipitkan matanya dan menegur para tamu, "Ini acara penting, aku nggak mungkin menjadikan reputasi putriku sebagai baha