"Kalau bertemu monster, kalian mungkin akan mati sebelum kami.""Sekalipun berhasil menemukan detektor itu, kalian tetap nggak akan bisa menggunakannya tanpa kata sandi!"Dua wanita Martim lainnya membalas seraya tersenyum dingin. Mereka sangat sadar bahwa Black Gloves selama ini telah mencuri banyak harta karun dari makam-makam bangsawan dan menyelundupkannya ke luar negeri.Kejahatan mereka sudah cukup untuk dijatuhi hukuman mati. Baik keluar maupun tetap di sini, hasilnya tetap sama yaitu kehilangan nyawa. Bagi mereka, mati di sini mungkin adalah pilihan yang lebih baik. Selain itu, mereka juga bisa menyeret Tirta dan Susanti."Apa yang harus kita lakukan sekarang ...," tanya Susanti. Ekspresinya menjadi pucat saat menyadari situasi ini."Nggak apa-apa. Meski nggak takut mati, mereka pasti takut disiksa," ucap Tirta. Dia berpikir sejenak, lalu tiba-tiba mendapatkan ide."Kamu punya ide apa?" tanya Susanti yang penasaran."Kita lepaskan pakaian mereka, lalu buang ke tempat ular raksa
"Bocah Terkutuk ... sikap apa lagi yang kamu harapkan? Aku bahkan ingin sekali menghajarmu sampai hancur lebur," marah Alicia.Wanita itu sudah ditendang oleh Tirta sebanyak empat atau lima kali. Rasa sakit yang membakar dan rasa malu yang mendalam membuatnya sangat marah.Alicia yang hampir gila dengan penghinaan ini pun melihat Tirta dengan penuh kebencian. Jika bukan karena sudah tertembak empat kali, mungkin dia sudah menyerang Tirta."Dasar wanita kejam! Sudahlah, aku malas berurusan denganmu. Cepat tunjukkan di mana detektor itu berada," ucap Tirta. Dia hampir menendang Alicia lagi, tetapi dihentikan oleh tatapan Susanti."Oke, aku akan tunjukkan tempatnya," ujar Alicia. Dia berdiri dengan susah payah sembari menahan amarah dan rasa sakit. Wanita itu mulai berjalan pincang untuk mengarahkan jalan."Nona, kamu terluka. Biar kami bantu ...." Dua wanita Martim bergegas membantunya, meski mereka juga terluka. Akan tetapi, tatapan mereka yang mengarah pada Tirta masih penuh kebencian.
"Kalian menjauhlah. Jangan mengganggu aku mengeluarkan peluru," ucap Tirta dengan tenang."Judith, kita mundur saja. Kalau luka Nona nggak diobati, dia bakal kehabisan darah dan mati," ucap salah satu wanita Martim yang lebih pendek sambil mundur beberapa langkah."Ini belati, bukan pisau bedah. Gimana kamu bisa menggunakannya untuk mengeluarkan peluru? Kamu yakin nggak akan membahayakan nyawa nona kami?" tanya Judith. Dia sepertinya tidak mau mundur dan sangat tidak percaya pada Tirta."Hmph, aku bisa mengeluarkan peluru dengan pisau dapur sekalipun. Jangan banyak bicara atau aku akan membuatmu seperti nona kalian," jawab Tirta dengan tegas. Dia tidak lagi peduli pada Judith dan fokus pada luka Alicia.Tirta menekan beberapa titik di sekitar bahu wanita itu. Dengan cekatan, dia menggunakan belati untuk membuka luka di bahu Alicia. Anehnya, darah tidak mengalir lagi. Pria itu segera menjepit peluru dari dalam daging Alicia dan membuangnya ke tanah."Ih, tanganku jadi kotor. Lap dulu de
Ucapan Susanti membuat orang berpikir yang tidak-tidak. Tirta mengangkat alis seraya berucap, "Oke, aku bakal dari belakang ...."Jantung Tirta bahkan sempat berdebar kencang. Dia pun berpura-pura ingin melepas celana dalam yang menempel pada tubuh Alicia yang montok dan putih. Pria itu juga sengaja mendekatkan tubuhnya ke arah Alicia, seolah-olah ingin melakukan hal tersebut."Bocah Darsia, apa yang mau kamu lakukan? Dasar nggak tahu malu!" maki Alicia dengan kesal. Wajahnya memerah karena malu dan marah, tetapi tubuhnya masih lumpuh dan tidak bisa bergerak. Jika bisa bergerak, Alicia pasti sudah menyerang Tirta. Dia sangat membenci pria. Jika berada dalam situasi normal, Alicia sudah lama menembak pria yang memperlakukannya dengan cara seperti itu."Cuih. Dasar bajingan! Aku salah omong. Maksudku, cepat ambil peluru dari belakangnya. Bukan melakukan hal itu!" maki Susanti yang kesal dengan tindakan Tirta. Dia segera menarik pria itu menjauh dari Alicia."Bocah, apa yang kau mau laku
Tirta membalas, "Jangan bawel. Aku nggak butuh arahan darimu."Dengan satu gerakan, Tirta merobek baju yang diterimanya menjadi dua bagian dan mulai membalut luka Alicia.Dalam hati, pria itu membatin, 'Kedua wanita ini benar-benar bodoh. Mereka baru saja dikhianati oleh Alicia, tapi sekarang malah khawatir tentang lukanya. Bagaimanapun, aku nggak dekat sama mereka. Jadi, terserah mereka saja.'Sambil memegang sepotong kain, Tirta melewati celah di antara kaki Alicia. Hal ini membuat tangannya tak sengaja menyentuh bagian intim Alicia .... Dengan celana dalam yang tertarik, bisa dikatakan tangan Tirta sudah menyentuh bagian tersebut ...."Hmm ...." Alicia merasakan sensasi aneh yang sangat intens. Tubuhnya terasa seperti kesetrum sehingga dia tidak bisa menahan desahan. Setelah mengeluarkan suara, rasa malu dan kemarahan membuat Alicia menggigit bibirnya kuat-kuat.Setelah beberapa saat, Tirta akhirnya menyelesaikan pembalutan. Dia memberi tahu, "Oke, sudah beres."Kemudian, Tirta mero
"Sialan! Kenapa secepat ini ketemu monster?"Mata Tirta membelalak dan hatinya mendadak diliputi perasaan gelisah. Dia melihat bayangan hitam berkelebat dan mendekat dari kejauhan.Samar-samar terlihat bahwa bayangan hitam yang bergerak dengan kecepatan tinggi itu menyerupai wujud manusia."Apa benar itu monsternya?" tanya Alicia dengan ekspresi ngeri di wajah cantiknya.Meskipun Alicia sempat mengancam akan membuat Tirta dan monster itu mati bersama, saat ini dia sendiri tidak bisa mengendalikan ketakutan di hatinya."Nona, nyawa lebih penting. Ayo kabur!"Judith dan seorang wanita Negara Martim lainnya tidak ingin mati. Mereka menggenggam Alicia erat-erat dan segera berlari."Kita balik juga!" ujar Tirta.Lorong makam ini terlalu sempit. Tidak ada hal baik yang akan terjadi jika monster itu tiba di sini. Mereka sama sekali tidak bisa melawannya.Tirta segera membuat keputusan, lalu berlari menuju tempat semula sambil menggandeng Susanti."Roarr!"Bayangan hitam di dekat mereka meraun
Duyung ini bertubuh kokoh, tingginya mencapai dua meter lebih dan lengannya sebesar paha manusia dewasa. Di antara para duyung, dia terbilang berukuran raksasa! Siapa yang tahu seberapa kuat serangannya?Satu-satunya jalan keluar dari lapangan adalah melalui sisi gua yang telah diledakkan. Duyung itu sudah mulai mencari-cari mereka. Jika mereka terus bersembunyi di sini, cepat atau lambat Tirta dan yang lainnya akan ditemukan!"Gimana agar kita bisa kabur?" gumam Tirta yang mulai panik.....Sementara itu, di luar waduk di pintu masuk Desa Persik."Bu Susanti dan Pak Tirta sudah berada di dalam air selama dua hari. Mereka belum juga keluar ...."Waktu terus berjalan. Niko, Troy, dan Harris makin lama makin khawatir dan gelisah.Selain mereka, ada juga belasan polisi lain yang masih menunggu. Pasukan besar yang tadinya berada di sana sudah bubar.Beberapa perahu kecil bersandar di samping waduk. Sejumlah peralatan menyelam terletak di atasnya.Tidak lama setelah Susanti dan Tirta memasu
Melihat tekad di mata Nabila, Niko dan yang lainnya pun berhenti membujuknya."Baiklah, kami coba pikirkan cara lain untuk menemukan Bu Susanti dan Pak Tirta."Troy, Harris, dan lainnya segera berkumpul untuk membahas ulang rencana mereka buat terjun ke dalam air."Nak, Tuhan pasti melindungi Tirta. Kamu nggak usah terlalu khawatir," ucap Agus. Dia dan Betari menghampiri Nabila, menghapus air mata dan menghibur sang putri."Terima kasih, semuanya. Aku pulang dulu untuk memasak buat kalian. Setelah Tirta ditemukan, aku akan menyuruh dia berterima kasih dengan benar pada kalian," ujar Melati pada para polisi itu.Melati meminta Nabila menjaga Ayu. Kemudian, dia dan Arum kembali ke klinik untuk memasak."Jangan sedih, Bi. Tirta pasti kembali dengan selamat," hibur Nabila pada Ayu yang terus berlinang air mata.Namun, kata-kata hiburan itu tidak memberi kelegaan sama sekali pada Ayu. Dia terus menangis sambil menyandar di bahu Nabila."Tirta, kamu harus pulang dengan selamat. Kalau nggak,
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b