Darwin bersandar di jendela dengan ekspresi dingin. Bahunya yang lebar menghalangi cahaya di luar jendela.Ketika melihat keduanya keluar dari ruang USG, Darwin bertanya dengan suara rendah, "Apa sudah beres?"Tatapannya tanpa sadar tertuju pada perut Paula yang rata. Sementara itu, ekspresi Willy tampak kebingungan. Dia mengambil hasil tes dari tangan Paula, lalu menyerahkannya kepada Darwin."Ya. Dari hasil USG, usia kehamilannya sudah sebulan lebih. Detak jantung janin sudah bisa dirasakan dan perkembangannya sangat baik. Hasil tes darah juga nggak masalah. HCG naik 2 kali lipat. Tapi, Paula kurang darah dan harus mengonsumsi makanan bergizi," lapor Willy.Darwin menerima hasil tes itu dengan ekspresi masam. Suasana seketika menjadi suram. Paula tidak berani melihat wajah Darwin sehingga bertanya pada Willy, "Dokter, kapan aku bisa menggugurkan kandunganku? Makin cepat makin bagus."Paula khawatir dirinya merasa makin enggan untuk menggugurkan kandungannya. Sebelum Willy menjawab, D
Perasaan Paula sungguh campur aduk. Dia mengerti maksud Darwin, pria ini hanya menginginkan anaknya. Setelah melahirkan, Paula bisa terlepas dari semuanya dan melewati kehidupan bahagia tanpa beban.Sementara itu, Darwin dan Rhea akan memperlakukan anak ini dengan baik. Anaknya pun akan mendapatkan sumber daya terbaik di dunia ini sehingga Paula tidak perlu mencemaskan apa pun. Namun, Paula tidak akan memiliki hubungan apa pun dengan anaknya lagi.Paula merasa bingung. Bisa dibilang, dia sebatang kara dan hanya memiliki anak ini sebagai keluarga. Dia tidak tahu apakah dirinya bisa merelakan anak ini atau tidak nanti."Paman, apa aku boleh mempertimbangkannya dulu? Aku akan memberimu jawaban nanti," tanya Paula.Darwin mengangguk dengan murung sambil membalas, "Oke. Kalau begitu, biar kuantar pulang.""Jangan, Paman. Kamu turunkan aku di depan saja, aku takut Rhea melihat kita," tolak Paula. Hari ini, dia sebenarnya berniat mencari apartemen dan pekerjaan.Darwin merasa kesal mendengar
Begitu mendengar pertanyaan Rhea, jantung Paula sontak berdetak kencang. Dia menggigit bibir sambil menatap Rhea dan merasa ingin sekali memberi tahu kebenarannya. Namun, jika Rhea tahu dirinya hamil karena minum-minum dengannya waktu itu, bahkan gagal bertunangan karena masalah ini, mungkin wanita ini akan merasa bersalah.Lagi pula, Paula belum membuat keputusan tentang hubungannya dengan Darwin. Dia masih belum tahu bagaimana caranya memberi tahu Rhea semua ini."Nggak mungkin, aku hanya masuk angin," jawab Paula."Mengejutkanku saja, aku kira Richie si bajingan itu melakukan sesuatu padamu," balas Rhea.Saat berikutnya, Darwin yang sudah setengah sadar muncul di depan pintu kamar mandi. Sorot mata yang dingin tertuju pada Paula saat bertanya, "Ada apa?"Rhea segera menjelaskan, "Nggak apa-apa, Paman. Paula hanya masuk angin.""Ada obat di ruang kerjaku. Rhea, cepat ambilkan," ujar Darwin dengan murung."Oh, oke." Rhea mengiakan, lalu berpesan, "Paula, kamu tunggu aku di kamar. Aku
Paula juga tidak menyangka dia akan bertemu mereka di sini. Dia bahkan mendengar rumor yang disebarkan oleh Richie. Namun, dia tidak takut, juga tidak akan menghindar!Begitu melihat Paula, ekspresi Richie menjadi masam dan senyumannya membeku. Dia bersandar di sofa dengan culas, lalu terkekeh-kekeh sinis dan berkata, "Dunia ini memang sempit. Paula, berani sekali kamu muncul di hadapanku lagi. Kamu sudah bosan hidup, ya?"Paula berpura-pura tidak mendengarnya. Dia bahkan tidak mendongak menatap Richie, melainkan hanya meletakkan bir di meja dan berucap, "Pak, ini birnya. Silakan.""Berhenti!" seru Richie. Paula pun berbalik. Tatapannya yang dingin tertuju pada Richie dan Aurel sekarang. Dia bertanya, "Kenapa, Pak?"Richie memerintahkan dengan sorot mata penuh kebencian, "Berlutut dan tuangkan bir itu untukku!"Entah mengapa, amarah Richie melonjak saat melihat Paula mengenakan seragam kelinci seperti itu. Dulu, wanita ini sangat kaku dan selalu menghindar saat Richie hendak menyentuhn
"Pak Darwin?" Begitu berada di pelukan Darwin, Paula langsung membuka matanya. Pelukan ini terasa agak dingin karena Darwin baru datang dari luar. Meskipun demikian, Darwin memeluknya dengan erat, seperti khawatir ada harta karun yang rusak.Paula pun tidak bisa mengendalikan suasana hatinya lagi. Air mata berderai di wajahnya. Dia berkata, "Perutku sakit sekali ....""Jangan takut." Darwin membawanya ke Maybach hitam, lalu langsung mengemudikan mobilnya ke rumah sakit.Willy memeriksa kondisi Paula. Setelah selesai, dia menoleh menatap Darwin sembari mengernyit. "Kenapa kamu cemas sekali? Biasanya kamu nggak begitu."Darwin tidak memedulikan godaan temannya itu dan hanya bertanya, "Gimana kondisinya?""Perutnya ditendang. Dia mengalami syok dan kontraksi janin, tapi nggak ada masalah serius. Yang penting istirahat dengan tenang," jawab Willy.Begitu mendengarnya, Darwin sontak mengepalkan tangan dengan erat. Pena di tangannya sampai patah karena tenaganya terlalu besar."Tsk, tsk, tsk
"Siapa takut!" Yuni mendengus dan meneruskan, "Tapi, hasilnya baru akan keluar beberapa hari lagi. Biaya hidup di ibu kota sangat mahal. Kondisi kesehatan ayahmu kurang baik, aku juga nggak bekerja. Kamu harus menghidupi kami.""Ya." Paula mengiakan. Tidak masalah kalau mereka benar-benar orang tuanya. Kalaupun bukan, mereka akan pergi sendiri setelah hasil tes DNA keluar.Sesudah pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes, Paula mengurus prosedur check-in hotel untuk mereka.Yuni jelas merasa tidak puas dengan hotel ini. Dia mengernyit sambil merepet, "Kenapa tempat ini terpencil sekali? Ada bau aneh juga di kamarnya.""Ini sudah kamar terbaik yang bisa kuberikan untuk kalian," jawab Paula."Jangan kira kami bodoh karena dari desa, ya. Aku sudah dengar orang kaya di kota selalu tinggal di hotel bintang 5. Kamu sudah tinggal di kediaman Keluarga Ignasius selama 20 tahun, masa seperti ini perlakuanmu terhadap orang tuamu?" tegur Yuni."Kamar di hotel ini sudah mencapai ratusan ribu per ma
Paula berbalik, lalu berucap dengan ekspresi dingin, "Kalian nggak perlu ikut campur urusanku dengan Aurel.""Aku ibumu, kamu seharusnya menurutiku!" bentak Yuni langsung.Paula merasa pusing menghadapi wanita ini. Dia sampai tidak tahu harus mengatakan apa sehingga hanya berujar, "Kita bicarakan lagi setelah hasil tes DNA keluar. Kuharap kita nggak bertemu untuk beberapa hari ini."....Setelah memesan kamar hotel untuk Yuni dan Kamil, uang Paula pun berkurang lagi. Dia menghela napas dan bertekad untuk segera mencari pekerjaan. Jika tidak, dia bisa mati kelaparan.Sebenarnya, Paula mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan sebelumnya. Namun, tekanan dari Keluarga Ignasius dan Keluarga Antoro membuat mereka mengurungkan niat. Perusahaan kecil tidak berani menyinggung kedua keluarga itu, sedangkan perusahaan besar tidak mempekerjakan lulusan baru yang tidak berpengalaman.Sampai sekarang, Paula masih belum tahu apakah dirinya akan menerima tawaran dari Darwin atau tidak. Dia juga tidak ta
"Aku ayah anakmu! Kamu mau membuat keputusan sendiri?" tegur Darwin sambil menatap Paula lekat-lekat.Hati Paula bergetar, air matanya berlinang lagi. Dia sudah bisa merasakan kehadiran anaknya, ada sebuah nyawa di perutnya. Jika bukan karena buntu, mana mungkin dia membuat pilihan seperti ini?Paula menggeleng. Kesedihannya sungguh mendalam hingga dirinya tidak bisa berkata-kata. Darwin menyingkirkan ekspresi dinginnya saat melihat ini."Aku akan memperkenalkan diriku ulang. Aku Darwin Sasongko, usiaku 30 tahun, lulusan Universitas Cambel, tinggi badaku 186 sentimeter, aset pribadiku puluhan triliun." Darwin menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Percayalah, aku bisa memberimu dan anak kita kehidupan bahagia."Paula berhenti menangis. Dia menatap pria di hadapannya, teringat pada kejadian malam itu. Aurel memberinya obat sehingga dia kehilangan kesadaran. Seorang pria gendut ingin menciumnya, jadi Paula pun terkejut dan berlari ke luar. Kebetulan sekali, dia menabrak Darwin.Karen