"Jarak dari sini ke ibu kota setidaknya empat jam penerbangan. Waktu kita sampai, mungkin segalanya sudah terlambat," ucap Alif sambil menghela napas.Saat melihat ekspresi Alif, Ian sudah menduga ada masalah yang dicemaskan kakaknya. Dia juga mengernyit frustrasi. Namun, apa keuntungan memang lebih penting dari nyawa seseorang?"Aku tahu! Kita cari Pak Martin! Kak Darwin pernah bilang kalau kita punya masalah, kita bisa mencari Pak Martin. Dia pasti bisa membantu! Bukannya dia juga yang menyelamatkan Ayah?" ucap Alif sambil menarik Ian pergi.Tak berapa lama, Alif tiba-tiba melepaskan tangan Ian dan berkata, "Kamu tetap di sini. Awasi Sheila dan tenangkan orang-orang di perusahaan."Ian juga mencemaskan Paula, tetapi sekarang perusahaan butuh seorang pemimpin. Jadi, dia tidak membantah dan langsung mengangguk setuju.Alif menoleh pada Koa yang masih berlari di belakang. Dia berkata padanya, "Koa, cepat hampiri lokasi Kak Darwin. Cari cara untuk memberitahukan bahaya yang mengincar Pau
Rhea segera menghubungi nomor Paula, tetapi tidak ada yang menerima panggilan. Kemudian, Rhea bertanya kepada dokter yang berada di dalam mobil dengan suara bergetar, "Dokter, gimana kondisinya?""Dia cuma menghirup gas beracun. Untungnya, jumlah yang dihirup nggak terlalu banyak. Dia akan siuman dalam beberapa jam," jelas dokter."Hentikan mobilnya!" perintah Rhea sambil menepuk kursi sopir. Begitu mendapat jawaban pasti, wanita itu langsung menyuruh sopir menghentikan mobil.Ketika melihat tingkah panik Rhea, sopir pun khawatir wanita itu akan meraih setir dan membunuh mereka semua. Dia segera menghentikan mobil di pinggir jalan.Rhea pun bergegas turun dan menelepon pengawal. Dia mengutus 2 pengawal untuk membantu Charlie di rumah sakit, lalu mengutus sisanya ke TKP untuk mencari Paula.Kemudian, Rhea segera menghentikan taksi untuk kembali. Namun, sebelum tiba, Paula sudah meneleponnya. Wanita itu berkata, "Rhea, aku baik-baik saja."Rhea akhirnya merasa tenang. Dia bertanya, "Kamu
Usai berbicara, Aurel terbatuk karena asap yang tebal. Kemudian, dia tidak berbasa-basi dengan Paula lagi dan menghantamkan tongkatnya ke kepala Paula.Namun, Paula tidak merasakan sakit apa pun. Seseorang menariknya ke pelukan. Paula mengangkat kepalanya, tetapi malah melihat wajah yang sangat tidak ingin dilihatnya."Richie?" Paula merasa heran. Kenapa Richie menghalangi pukulan Aurel untuknya? Apa ini hanya sandiwara Richie dengan Aurel?"Kamu baik-baik saja, 'kan? Maaf, aku datang terlambat," ujar Richie sambil menatap Paula dengan penuh kasih sayang. Dia sama sekali tidak peduli pada kepalanya yang berdarah.Paula mendorongnya dengan tidak acuh, lalu bertanya, "Tipu muslihat apa lagi yang kalian mainkan?"Richie terburu-buru untuk menjelaskan, tetapi Aurel merespons terlebih dahulu, "Haha. Baguslah kalau kamu datang. Kamu nggak berniat membunuh Paula sejak awal, 'kan? Kamu ingin aku menjadi penjahat, lalu kamu menjadi pahlawan. Benar begitu?"Tatapan Aurel seperti orang yang kehil
Richie masih berharap bisa mendapatkan kembali kasih sayang dari kakeknya dengan cara memanfaatkan Paula. Jadi, dia jelas tidak ingin menyakiti Paula saat ini.Melihat keraguannya, Aurel mencibir dan langsung melemparkan pemantik ke arah Richie. Naluri untuk bertahan hidup membuat Richie secara refleks menarik Paula untuk dijadikan tameng.Paula yang ketakutan segera mencoba meraih pemantik itu. Namun pemantik tersebut tidak jatuh ke arahnya, melainkan ditendang ke samping oleh seseorang sebelum dia sempat menyentuhnya."Nona Paula!" seru Winelli yang tiba-tiba muncul. Dia menendang Richie hingga jatuh dan menarik Paula ke belakangnya untuk melindunginya.Melihat ada penyelamat yang datang, Richie segera bangkit dan berusaha mendekati Winelli untuk mencari perlindungan. Pria itu berseru, "Cepat tangkap Aurel si gila itu. Dia mau membakar kami!"Aurel tidak menyangka akan ada seseorang yang muncul dan mengacaukan rencananya. Kini, dia tak punya jalan keluar lagi. Jika Paula keluar dari
Aurel berlari keluar dari gedung dan tiba-tiba bertabrakan dengan seorang petugas pemadam kebakaran yang datang."Ah!" Richie menjerit kesakitan.Petugas pemadam kebakaran segera menyemprotkan alat pemadam api ke tubuhnya, lalu api di tubuh Richie pun padam dengan cepat."Aurel, aku mau balas dendam!" marah Richie. Dia berusaha bangkit dan berlari ke arah Aurel untuk mencekiknya.Namun, dua petugas pemadam kebakaran menahannya dan tidak membiarkannya bergerak. Salah satu dari mereka memelototinya dan berucap dengan tegas, "Tubuhmu mengalami banyak luka bakar. Jangan bergerak sembarangan!"Baru setelah kemarahannya mereda, Richie merasakan sakit yang menusuk di seluruh tubuhnya. Ketika petugas pemadam kebakaran mengangkatnya ke tandu, dia sudah tidak bisa melihat keberadaan Aurel lagi.Richie bersumpah akan memastikan Aurel membayar harga yang setimpal atas kejadian ini. Setelah keluar dari gedung, Aurel merasa pusing karena menghirup terlalu banyak asap. Petugas medis yang berjaga di l
Setelah duduk di luar selama beberapa menit, perasaan Paula sudah sepenuhnya tenang. Ketika dia berencana untuk menghubungi Rhea, tiba-tiba panggilan video dari Darwin masuk."Kamu nggak apa-apa?" Suara dan langkah Darwin terdengar sangat cemas. Dia sepertinya baru keluar dari ruang rapat, diikuti oleh beberapa orang penting yang berpengaruh.Orang-orang itu memandang Darwin dengan kesal. Mereka merasa bahwa tindakannya adalah bentuk penghinaan dan tantangan terhadap mereka.Salah satu orang berteriak dengan nada marah untuk menghentikan Darwin, "Pak Darwin, kamu pasti tahu betapa pentingnya rapat ini. Apa kamu yakin mau meninggalkan rapat di tengah jalan?"Darwin menoleh dan menatapnya dengan dingin, lalu mendengus tanpa berkata apa-apa. Dia terus berjalan keluar. Orang itu terlihat sangat marah. Matanya membelalak seakan ingin mencabik-cabik Darwin.Paula yang melihat hal itu merasa sedikit khawatir. Dia segera berujar sambil menggeleng, "Aku nggak apa-apa, kamu lanjutkan pekerjaanmu
"Kita ke sana," ucap Darwin.Darwin cukup puas karena Alif tidak termakan hasutan Sheila. Dia akan membuat wanita itu menerima ganjaran setimpal atas perbuatannya."Kak Darwin, kakakku barusan bilang kalau Paula berhasil diselamatkan berkat bantuan Pak Martin," lapor Koa usai membaca pesan dari Alif.Darwin mengernyit. Martin selalu berniat membawa Paula ke luar negeri. Dia yakin pria itu pasti diam-diam merencanakan sesuatu. Hanya saja, Darwin tidak berbuat apa-apa karena yakin Martin tidak akan menyakiti Paula.Tepat ketika Darwin sedang memikirkannya, Martin tiba-tiba menelepon. Emosinya seketika memuncak begitu mendengar kata-kata pria itu."Pak Darwin, Paula hampir mati kali ini. Bukankah ini bukti kalau kamu sama sekali nggak mampu melindunginya?" ucap Martin dengan nada semenyebalkan biasanya.Darwin menahan amarahnya dan membalas, "Terima kasih banyak atas bantuanmu, Pak Martin.""Salah, aku nggak membantumu. Aku hanya menyelamatkan Paula demi alasan pribadi," balas Martin."Ng
Paula mencemaskan Rhea dan ingin menyusulnya. Namun, Winelli menghentikannya dan berkata, "Nona Paula harus istirahat.""Tapi, Rhea ...," ucap Paula."Tenang saja, ada orang-orang yang mengikuti Nona Rhea," kata Winelli sambil membantu Paula berjalan ke gerbang kompleks.Begitu Winelli melambaikan tangan, sebuah Rolls-Royce segera berhenti di depan mereka. Paula tidak punya pilihan selain masuk ke dalam mobil."Nggak perlu cemas. Pak Darwin sudah mengutus tenaga ekstra untuk melindungi Nona dan Nona Rhea," hibur Winelli saat melihat raut khawatir di wajah Paula.Paula mengangguk. Sebelum mobil tiba di area vila Bayfront, dia menerima panggilan video dari Rhea.Wajah Rhea di layar terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Paula, lihat, nih. Ini alat-alat yang kubeli untuk menyiksa Richie. Nanti aku akan menyiksanya habis-habisan."Paula mengamati kantong yang dibawa Rhea dengan cermat. Terdapat beberapa alat penyiksaan seperti air cabai, tongkat setrum, alat jepit jari, dan lain sebagainya