“Gue dengar-dengar, Abi main ngelabrak rumah lo lagi, Nu?” Yanuar membuang napas berat. Ia menghentikan laju treadmill yang sebelumnya ia gunakan sekitar 10 menit. Bersama keringat yang mengucur deras, ia menyambar handuk kecil dan menyampirkannya ke leher. Pertanyaan dari kawannya itu tak ia pedulikan untuk beberapa saat hingga Yabes datang bergabung. Yanuar memilih duduk di bangku sambil menetralisir tenaga sekaligus napasnya yang terengah-engah. “Gosipnya udah menyebar ke mana-mana ya, gue pikir cowok nggak doyan bergosip,” sahut Yanuar yang nada bicaranya jelas tengah menyindir. “Gue dengar langsung dari Lele, adik lo,” imbuh Endra, pria yang tadi sempat melayangkan tanya. Kini Endra menuntaskan kegiatannya dan menghampiri Yanuar yang rautnya sudah tak enak dipandang. uUsai menenggak beberapa kali, Yanuar menengadah menatap Endra. “Sejak kapan lo dekat sama adik gue?” tanyanya datar. “Sampai dia bisa seterbuka itu cerita ke lo soal masalah privasi kakaknya?” Tidak hanya hid
Ingin sekali Chiara berterima kasih sebanyak-banyaknya pada pelayan warung makan nasi Padang. Kalau saja pelayan itu tidak mengantar pesanannya, Chiara pasti sudah ditodong banyak sekali pertanyaan. Dan sekarang, tiga piring porsi sudah di depan mata, tampak menggiurkan sekali.“Ayo dimakan dulu, Pak, mumpung masih hangat.”Chiara berusaha menjeda pertanyaan sekaligus kecurigaan Bapak setelah mendengar Ardan mengatakan tentang status bosnya. Sudah jelas, Bapak akan bertanya-tanya. Mengapa bisa anak gadisnya bekerja di bawah seorang duda kaya raya?Pikiran Bapak memang jarang ditemui ayah-ayah di luaran sana. Bapak terlalu takut jika putrinya ini akan terjebak atau dimanfaatkan tanpa sadar di awal. Padahal Chiara jauh lebih pintar berhati-hati.Ardan memulai lebih dulu untuk menyantap isian piring yang telah dipesan Chiara. Pria itu tampak lahap dan senang bukan kepalang. Mungkin sudah sekian bulan tak mendapat kesempatan mengonsumsi makanan mahal tersebut.“Kamu nggak mau membela diri
Napas Chiara terhela panjang. Ia menekuri selembar kertas yang belum lama ini diberikan Yanuar padanya. Isinya daftar kebutuhan pria itu yang harus dipenuhi Chiara sebagai asisten.Mengingat sekarang sudah menunjukkan waktu tujuh malam, mau tak mau Chiara harus pergi ke minimarket untuk membeli barang. Tiap langkah yang ia seret menuju pintu utama terasa berat sekali.“Ingat, jangan makan gaji buta,” sindir Yanuar yang entah sejak kapan berada di ruang tamu. Menyebabkan Chiara menjeda gerak tangan yang hampir menggapai kenop pintu. “Kerja itu yang semangat, jangan malas-malasan.”Ingin sekali Chiara melempar umpatan pada pria itu, tapi ia masih berusaha bertahan. “Yang waras yang ngalah,” balasnya lirih, tapi masih bisa didengar Yanuar.“Kamu ngatain saya nggak waras, Bocah Tengil?” teriak Yanuar seraya mengejar Chiara, tapi diurungkan karena si gadis sudah lari tunggang langgang. Sengaja menghindari amukan tuannya.Bersama napas tersengal, Chiara kembali melangkah pelan. Napasnya ham
Tatapan Chiara masih menyipit. Menggambarkan mata yang penuh selidik pada Yanuar yang tadi tiba-tiba meminta koper dari tangannya. Chiara tak mengerti, mengapa tuannya itu bisa berubah kepribadian menjadi sosok yang peduli bawahan sepertinya?Belum lama ini, Yanuar juga meyakinkannya agar tidak perlu khawatir soal tanggapan orang lain. Sebab Yanuar tidak akan membiarkan hal itu menimpanya lagi. Chiara setengah percaya. Tepatnya masih skeptis pada kebaikan Yanuar yang kelihatannya dingin dan menyebalkan itu.“Seandainya mata kamu itu laser, muka saya sudah jelas banyak yang bolong karena kamu lihatin terus dari tadi,” celetuk Yanuar tanpa menoleh sedikit pun.Chiara kelabakan seketika. Ia membuang wajah ke sisi lain hingga mendapati jendela yang menampilkan pemandangan laut dari ketinggian. Jantungnya nyaris copot karena baru ini ia menyaksikan alam yang terbentang luasnya.“Kalau mau ngomong, tinggal ngomong,” tambah Yanuar yang dibalas dengkusan pendek dari Chiara. “Sekarang kayaknya
Sejujurnya Chiara belum tahu alasan Yanuar memerintahnya ikut pergi ke Lombok. Terlebih menghadiri pertemuan dengan berbagai orang yang dilahirkan sebagai konglomerat. Namun, kebanyakan dari mereka memiliki sifat menyebalkan dan mata keranjang.Meskipun tubuh Chiara sudah ditutupi dengan pakaian Yanuar, tetap saja banyak mata yang memandanginya. Seakan-akan tergiur seperti melihat makanan enak. Ia tak bisa bertahan lama-lama di tempat itu, tapi tuannya masih asyik mengobrol dengan Yabes dan para pria lain.“Pak?” Chiara berusaha memanggil, tapi Yanuar tak mendengar karena efek musik yang kelewat keras.Akhirnya ia memberanikan diri untuk menarik kemeja di bagian siku Yanuar. Hingga kemudian, pria itu berhasil menoleh dengan kerutan samar di kening. Melalui gerak bibir, Yanuar bertanya.“Ini masih lama?” balas Chiara ketika Yanuar mendekatkan sebelah telinga ke wajahnya. “Saya mau balik ke kamar hotel sekarang.”Alih-alih langsung menjawab, Yanuar malah melempar seringai. “Oh, akhirnya
Apa yang diujarkan Yanuar benar adanya. Tak lama setelah pria itu pergi keluar untuk berenang, staff hotel mengetuk pintu. Makanan yang dipesan Yanuar untuknya sudah di depan mata.Ada sup ikan dan beberapa lauk juga buah-buahan di sana. Semenjak Chiara lahir ke dunia ini, belum pernah sekalipun ia mendapat sarapan dengan paket super lengkap. Bahkan sereal ditambah susu yang biasa orang kaya nikmati itu ada di depannya.“Jauh-jauh datang ke Lombok, nginap di hotel berbintang, nggak mungkinlah aku cuma makan sereal?” gumamnya seraya menimbang-nimbang. “Kenikmatan gratis ini nggak akan aku sia-siakan. Makanan mahal lho ini!”Bersama cengiran lebarnya, Chiara menyantap sup ikan ditambah nasi satu porsi. Ia mengambil lauknya juga untuk menambah kenikmatan. Sesi sarapannya itu diakhiri dengan menyambar potongan buah melon dan beberapa butir anggur merah.“Mimpi apa aku semalam bisa makanan seenak ini?” katanya lagi. “Mana gratis pula.”Setelah cukup memenuhi kebutuhan perutnya, pandangan C
Kedua netra Chiara membelalak. Diikuti dengan bibirnya yang terbuka begitu mendengar ucapan Yanuar yang jelas menuduhnya. Tanpa babibu, ia sontak menghambur dan menutup mulut pria itu dengan kedua tangan.“Bapak udah gila, ya?” katanya syok. “Kalau ada yang dengar gimana? Bapak mau dianggap menuduh asisten sendiri?”Yanuar mencoba menepis kedua tangan Chiara yang mungil, tapi tak langsung berhasil. Ia mengerahkan tenaga luar biasa banyak baru sukses mengenyahkan si gadis. Sayangnya kekuatan Yanuar membuat tubuh kecil Chiara terhuyung dan nyaris jatuh kalau saja tak ada yang sigap menopangnya.Chiara merasakan tangan membelenggu punggungnya kuat-kuat. Tangannya pun refleks menahan dada Yanuar yang hampir menempel dengannya. Kini napasnya tertahan saat menyadari mata ditatap mata dan juga helaan napas yang terasa jelas mengenai wajahnya kini.Dalam sekian detik, Chiara membenarkan posisinya dengan kembali berdiri. Ia mengusap beberapa bagian pakaiannya yang lumayan berantakan. Sementar
Chiara baru saja keluar dari kamar Yanuar setelah diusir. Ya, perintah untuk mencari pakaian dalam tuannya dicabut dadakan, seperti tahu bulat. Merasa beruntung memang, tapi Chiara masih bergeming di depan pintu. Memerhatikan lekat, lalu menggaruk rambut saat bingung menyerbu.“Emang asisten orang kaya sampai begininya ya buat cari cuan?” Ia menggeleng heran kemudian. “Masa pakaian dalam aja minta dicariin, masalahnya itu barang pribadi banget, lho! Astagaaa ….”“Barang pribadi apa, Chia?”Gadis itu sontak berjengkit saat mendapati sosok Yabes sudah di sampingnya. Menjejeri dirinya sambil menatapnya penuh tanda tanya.“Bukan apa-apa, Pak!” jawabnya cepat.Mata Yabes yang sudah sipit itu dipaksa menyipit membuat pandangan menyelidik. “Oh gitu ….” Pria itu sedikit menjeda sebelum melanjutkan, “Omong-omong kamu kelihatannya sering banget ke kamar Yanu. Ada urusan apa, Chia?”Mengerjap cepat, Chiara kontan menggerakkan kepala. “Biasalah, Pak … diminta buat—“Mulutnya langsung mengatup saa