Sejujurnya Chiara belum tahu alasan Yanuar memerintahnya ikut pergi ke Lombok. Terlebih menghadiri pertemuan dengan berbagai orang yang dilahirkan sebagai konglomerat. Namun, kebanyakan dari mereka memiliki sifat menyebalkan dan mata keranjang.Meskipun tubuh Chiara sudah ditutupi dengan pakaian Yanuar, tetap saja banyak mata yang memandanginya. Seakan-akan tergiur seperti melihat makanan enak. Ia tak bisa bertahan lama-lama di tempat itu, tapi tuannya masih asyik mengobrol dengan Yabes dan para pria lain.“Pak?” Chiara berusaha memanggil, tapi Yanuar tak mendengar karena efek musik yang kelewat keras.Akhirnya ia memberanikan diri untuk menarik kemeja di bagian siku Yanuar. Hingga kemudian, pria itu berhasil menoleh dengan kerutan samar di kening. Melalui gerak bibir, Yanuar bertanya.“Ini masih lama?” balas Chiara ketika Yanuar mendekatkan sebelah telinga ke wajahnya. “Saya mau balik ke kamar hotel sekarang.”Alih-alih langsung menjawab, Yanuar malah melempar seringai. “Oh, akhirnya
Apa yang diujarkan Yanuar benar adanya. Tak lama setelah pria itu pergi keluar untuk berenang, staff hotel mengetuk pintu. Makanan yang dipesan Yanuar untuknya sudah di depan mata.Ada sup ikan dan beberapa lauk juga buah-buahan di sana. Semenjak Chiara lahir ke dunia ini, belum pernah sekalipun ia mendapat sarapan dengan paket super lengkap. Bahkan sereal ditambah susu yang biasa orang kaya nikmati itu ada di depannya.“Jauh-jauh datang ke Lombok, nginap di hotel berbintang, nggak mungkinlah aku cuma makan sereal?” gumamnya seraya menimbang-nimbang. “Kenikmatan gratis ini nggak akan aku sia-siakan. Makanan mahal lho ini!”Bersama cengiran lebarnya, Chiara menyantap sup ikan ditambah nasi satu porsi. Ia mengambil lauknya juga untuk menambah kenikmatan. Sesi sarapannya itu diakhiri dengan menyambar potongan buah melon dan beberapa butir anggur merah.“Mimpi apa aku semalam bisa makanan seenak ini?” katanya lagi. “Mana gratis pula.”Setelah cukup memenuhi kebutuhan perutnya, pandangan C
Kedua netra Chiara membelalak. Diikuti dengan bibirnya yang terbuka begitu mendengar ucapan Yanuar yang jelas menuduhnya. Tanpa babibu, ia sontak menghambur dan menutup mulut pria itu dengan kedua tangan.“Bapak udah gila, ya?” katanya syok. “Kalau ada yang dengar gimana? Bapak mau dianggap menuduh asisten sendiri?”Yanuar mencoba menepis kedua tangan Chiara yang mungil, tapi tak langsung berhasil. Ia mengerahkan tenaga luar biasa banyak baru sukses mengenyahkan si gadis. Sayangnya kekuatan Yanuar membuat tubuh kecil Chiara terhuyung dan nyaris jatuh kalau saja tak ada yang sigap menopangnya.Chiara merasakan tangan membelenggu punggungnya kuat-kuat. Tangannya pun refleks menahan dada Yanuar yang hampir menempel dengannya. Kini napasnya tertahan saat menyadari mata ditatap mata dan juga helaan napas yang terasa jelas mengenai wajahnya kini.Dalam sekian detik, Chiara membenarkan posisinya dengan kembali berdiri. Ia mengusap beberapa bagian pakaiannya yang lumayan berantakan. Sementar
Chiara baru saja keluar dari kamar Yanuar setelah diusir. Ya, perintah untuk mencari pakaian dalam tuannya dicabut dadakan, seperti tahu bulat. Merasa beruntung memang, tapi Chiara masih bergeming di depan pintu. Memerhatikan lekat, lalu menggaruk rambut saat bingung menyerbu.“Emang asisten orang kaya sampai begininya ya buat cari cuan?” Ia menggeleng heran kemudian. “Masa pakaian dalam aja minta dicariin, masalahnya itu barang pribadi banget, lho! Astagaaa ….”“Barang pribadi apa, Chia?”Gadis itu sontak berjengkit saat mendapati sosok Yabes sudah di sampingnya. Menjejeri dirinya sambil menatapnya penuh tanda tanya.“Bukan apa-apa, Pak!” jawabnya cepat.Mata Yabes yang sudah sipit itu dipaksa menyipit membuat pandangan menyelidik. “Oh gitu ….” Pria itu sedikit menjeda sebelum melanjutkan, “Omong-omong kamu kelihatannya sering banget ke kamar Yanu. Ada urusan apa, Chia?”Mengerjap cepat, Chiara kontan menggerakkan kepala. “Biasalah, Pak … diminta buat—“Mulutnya langsung mengatup saa
“Tetap di dekat saya, jangan jauh-jauh. Oke?” ujar Yanuar masih memegangi pergelangan tangan Chiara. Mengantisipasi agar si gadis tak pergi ke mana-mana.Chiara tergagap, matanya sesekali tertuju pada tautan Yanuar. Hingga akhirnya ia berpikir satu hal. Sebenarnya, apa tugasnya datang ke pesta dekat pantai seperti ini, sih?“Pak, sebenarnya—“ Sayangnya, ucapannya terjeda begitu tuannya menyela tanpa berpikir.“Itu minuman apa?”Yanuar melihat gelas yang digenggam Chiara. Tampak khawatir kalau-kalau si gadis menenggaknya dan berakhir mabuk seperti semalam. Ia tak sanggup lagi membawa Chiara dan menggendongnya hingga kamar.“Jus jeruk, tadi dikasih sama Kak Lily.”“Lily?” Kerutan samar muncul di kening Yanuar, merasa mustahil karena sepengetahuannya, rekannya bernama Lily tak seramah itu pada orang baru. Terlebih pada gadis yang jelas berada di bawah kelasnya.“Kalian udah saling kenal?” tanya Yanuar lagi.Chiara seketika mengangguk pelan. “Ya, begitulah,” jawabnya setengah ragu. Nyat
Chiara masih memandangi wajah lelah Yanuar yang terlelap di ranjang. Ia sudah bekerja keras membawa pria ini pindah ke tempat tidur setelah ambruk di sofa. Rupanya Yanuar mabuk, makanya omongannya melantur.Untung saja Chiara memiliki pertahanan hati yang kuat. Ia tak semudah itu termakan ucapan Yanuar tadi. Bagaimana mungkin seorang asisten sepertinya bisa memancing tuannya untuk turn on?“Heleh, namanya juga mabuk pakai dipercaya.” Chiara terus meyakinkan diri dan menganggap perkataan Yanuar hanya angin lalu.Setelah memberikan selimut dan menutupi tubuh Yanuar hingga dada, Chiara memutar tubuh. Tangannya mulai sibuk mengambil beberapa pakaian yang teronggok di lantai. Hingga kemudian, tatapnya menangkap sebuah pakaian dalam yang masih berada di dalam kemasan.Chiara mengambilnya, menatapnya sesaat sebelum melirik pada Yanuar yang tertidur pulas. “Ternyata beli baru, emang yang lama belum ketemu?” gumamnya pada diri sendiri.Tanpa diminta, Chiara bergerak mencari apa yang menjadi al
Jika Yanuar sempat memecatnya ketika menjadi pemagang, maka berbeda dengan Mark. Pria bermata biru itu memberikan tawaran fantastis padanya. Salah satunya program magang dan pekerjaan yang layak ketika Chiara sudah lulus kuliah.Saat Mark menjelaskan deret tawaran yang ada, Chiara sempat mendapati Yanuar yang menatapnya tajam. Seakan tak suka berdampingan dengan Yabes karena tukar kursi penumpang. Namun Chiara tak benar-benar mempedulikan tuannya, toh kebaikan Yabes dan Mark demi mengantisipasi agar ia tak mabuk lagi.“Hubungi aku kalau berminat ya, Chia.” Mark kembali mengingatkan sambil mengusap pelan kepalanya seperti kakak laki-laki pada adiknya.Chiara mengangguk dan melambaikan tangan sesaat ketika pria itu melenggang pergi. Di tangan ada kartu nama Mark yang terlihat jelas terpampang nama perusahaan. Di mana kantor yang dipimpin Mark memiliki banyak cabang di luar negeri, salah satunya di Prancis.Seulas senyum terbit di bibir Chiara saat membayangkan dirinya mulai bekerja di l
Chiara menyibakkan tirai jendelanya yang sudah ditutup beberapa hari ini selama ia pergi ke Lombok. Tidak ada cahaya matahari yang biasa masuk ke dalam. Bersama helaan napas panjangnya, Chiara menjatuhkan diri di ranjang sambil memandangi jendela yang menampakkan betapa birunya langit kala itu.Menyadari waktunya tak bisa banyak digunakan bersantai-santai, Chiara bangkit dari tempat tidur dan mengeluarkan barang bawaan dari tas. Ia memilah beberapa pakaian, lalu menaruhnya di ember khusus pakaian kotor yang berada di dekat pintu kamar mandi.Baru Chiara melangkah hendak mencuci muka, pintu didorong dari luar tanpa ketukan atau salam. Semenjak tinggal di rumah megah ini, ia sudah terbiasa dengan sikap Endah yang asal menyelonong masuk. Seperti tidak memiliki sopan santun sesama manusia.“Kenapa, Mbak?” tanyanya langsung, sebab sudah malas menghadapi wanita itu.Endah menggerakkan tangan, menunjuk ke belakang menggunakan ibu jarinya. “Dipanggil sama Pak Yanu,” katanya. “Sekarang ya, jan