Share

Bab 5

Author: Hana Pangestu
Aku tertawa sinis, mengalihkan pandangan ke jalan yang ramai. Setelah menenangkan diri beberapa saat, aku menoleh kembali dan menyindirnya, "Steve, aku bukan tempat daur ulang sampah. Nggak peduli seberapa besar aku mencintaimu dulu atau seberapa banyak aku berkorban untukmu, sejak hari kamu memilih untuk mengkhianatiku, kamu sudah nggak pantas menerima cintaku lagi."

Aku berbalik hendak pergi, tetapi tak bisa menahan diri untuk menoleh lagi dan menambahkan, "Sekalipun semua pria di dunia ini lenyap, aku tetap nggak akan sudi melihatmu lagi, sungguh menjijikkan."

Mungkin sikapku yang begitu tegas sedikit melukai hati Steve. Tiba-tiba, dia melangkah maju, meraih tanganku dan mulai memohon, "Nora, aku mencintaimu. Aku sangat menghargai enam tahun kebersamaan kita. Tapi, Dewita sudah mau meninggal, dia begitu menyedihkan dan malang. Permintaan terakhirnya sebelum meninggal hanyalah ... "

"Lepaskan aku!"

"Nora, aku bersumpah, setelah Dewita ... "

Aku tak membiarkannya menyelesaikan omong kosongnya. "Plak!" Aku menampar sisi wajahnya yang lain sekuat tenaga.

Sempurna. Sekarang wajahnya memiliki jejak lima jari yang simetris. Wajah tampannya pun terlihat lebih konyol.

"Steve, ingat baik-baik, aku telah banyak mendonorkan darah untuk menyelamatkan nyawamu. Sebagai balasannya, jadilah manusia lebih baik dan berhenti membuatku muak!" usai bicara, aku berbalik dan pergi tanpa sedikitpun ragu.

...

Aku tidak memberitahu keluarga besar atau teman-teman tentang pembatalan pernikahan, hanya memberitahu nenek dan tanteku.

Nenekku hampir berusia delapan puluh tahun. Setelah kehilangan kakek dan ibuku, kesehatannya terus menurun.

Aku khawatir kabar ini akan membuatnya semakin lemas.

Namun, diluar dugaanku, nenek menerima kenyataan ini dengan tenang. Dia hanya marah dan sedih sebentar, lalu menenangkanku, "Lebih baik kamu mengetahui sifat asli orang itu lebih awal. Kalau ini terjadi setelah menikah dan sudah punya anak, itu akan lebih menyakitkan. Kamu masih muda, cantik dan sukses, nggak perlu terburu-buru mencari pasangan baru. Bahkan kalau nggak menemukannya, selama kamu bahagia, nenek akan selalu mendukungmu."

Tante bilang meskipun nenek sudah tua, hatinya tetap jernih.

Dia telah melihat banyak hal dari perjalanan hidup ibuku yang penuh penderitaan.

Setelah mendapat dukungan dari nenek dan tante, aku merasa jauh lebih baik dan segera bangkit kembali. Aku langsung kembali bekerja.

Sekarang aku adalah pemilik perusahaan, jadi aku harus bekerja lebih keras untuk diriku sendiri.

Setelah rapat pagi, aku baru saja kembali ke kantorku, Angel, asistenku mengetuk pintu dan masuk ke dalam.

"Kak Nora, Pak Steve datang."

Aku terkejut, Steve datang ke kantor?

Belum sempat bertanya alasannya, Steve sudah muncul di depan pintu kantorku.

Aku melambaikan tangan, menyuruh Angel kembali bekerja.

Steve masuk, tetapi hanya berdiri di dekat pintu, tidak mendekat. Dengan suara datar, dia berkata, "Aku baru saja menjemput Dewita dari rumah sakit, kebetulan lewat sini, jadi mampir untuk ambil barang-barangku."

Dulu, meskipun dia tidak selalu datang ke kantor, dia punya ruang kerja sendiri di sini dengan beberapa barang pribadinya.

Aku mengabaikannya, menundukkan kepala dan melanjutkan pekerjaanku.

Melihat sikap acuh tak acuhku, Steve tampak canggung, lalu menutup pintu dan pergi.

Namun, beberapa detik kemudian, pintu kantorku diketuk lagi.

Aku mendongak dan terkejut melihat Dewita berdiri di sana.

Apa yang dia lakukan di sini?

Aku menatapnya dengan dingin dan berkata, "Steve nggak ada di sini. Kalau kamu mencarinya, pergi saja ke kantornya."

Dewita masuk dan menutup pintu, lalu berkata dengan lembut, "Kak, aku datang mencarimu."

Aku mengernyit, menatapnya dengan bingung.

Beberapa saat kemudian, aku tiba-tiba menyadari sesuatu dan mengejeknya, "Apa lagi yang mau kamu ambil dariku?"

Suamiku, gaun pengantinku, perhiasanku, bahkan seluruh acara pernikahanku, apakah semua itu belum cukup?

Dewita berjalan perlahan mendekat. Wajahnya yang pucat membuatnya tampak seolah bisa pingsan kapan saja.

Aku tidak mengerti, jika kondisinya separah itu, mengapa dia tidak beristirahat di rumah sakit saja?

Apa dia sudah menyerah untuk pengobatannya?

"Kak, aku mau kamu menjadi saksi pernikahan kami," katanya dengan lembut, tetapi mencengangkan. Lalu melanjutkan, "Identitasmu istimewa, hanya dengan kamu yang memberikan restu, para tamu nggak akan menggosip ... "

Begitu mendengar itu, kepalaku hampir meledak!

"Dewita Tira ... " Aku tertawa dingin, berdiri dan menatapnya. Aku mencoba menahan amarah, tetapi rasanya hampir meledak.

"Dasar nggak tahu malu sekali! Kamu nggak takut semua tamu di acara pernikahanmu akan menghujanimu dengan caci maki?" ujarku dengan muak. Jika bukan karena dia tampak seperti akan tumbang kapan saja, aku pasti sudah menamparnya!

Benar-benar keterlaluan!

Dewita menangis tersedu-sedu, "Kak ... sejak kecil kamu selalu lebih baik dariku dalam segala hal. Aku selalu iri denganmu. Sekarang aku bahkan terkena penyakit mematikan, aku hanya mau menikah dengan Kak Steve sebelum meninggal dan punya pernikahan yang indah ... kak, setelah aku meninggal ... Kak Steve akan kembali menjadi milikmu. Aku nggak akan bisa merebutnya lagi darimu ... "

Aku tak tahan lagi, menunjuk ke arah pintu, "Pergi! Cepat keluar sebelum aku menamparmu!"

"Kak ... " Dewita menangis lebih keras dan berjalan ke arahku, meraih lenganku dengan erat. "Aku tahu aku sudah merebut banyak hal darimu, aku minta maaf. Sungguh ... ini permintaan terakhirku. Kumohon, bantu aku sekali ini saja ... "

"Lepaskan aku," ujarku yang benar-benar tidak tahan dengan sentuhannya dan kata-katanya yang keterlaluan.

"Kak ... kumohon ... "

"Lepaskan!" Aku semakin marah melihatnya tetap memegang lenganku dan mengguncangnya. Dengan gerakan kasar, aku menepis tangannya.

"Aaa!" Dewita menjerit dan jatuh dengan keras. Aku reflek mengulurkan tangan untuk menolongnya, tetapi sudah terlambat.

Dia terjatuh cukup kuat.

Dan kebetulan, pada saat yang sama, Steve masuk dan melihat semuanya!

"Dewita!" ujarnya dengan ekspresi wajah yang berubah drastis. Dia bergegas mendekat, panik dan khawatir.

"Dewita, kamu nggak apa-apa? Sakit nggak? Katakan padaku ... " tanya Steve sambil menggendongnya dengan perlahan, terlihat sangat panik dan tidak tega.

Aku terpaku melihat adegan ini. Aku ingin menjelaskan, tetapi merasa itu sia-sia.

Ekspresi Steve sudah menunjukkan bahwa dia tak akan memercayai kata-kataku.

Dan benar, setelah menggendong Dewita, dia menatapku dengan marah dan berkata, "Nora! Kamu sudah tahu kondisinya, tapi masih tega menyakitinya! Kok tega sekali kamu?! Setidaknya dia itu adikmu!"

"Kak Steve, jangan marahi kakak ... dia nggak sengaja ... " ujar Dewita dengan lemah di pelukannya.

Aku hanya tertawa sinis dan berkata dengan datar, "Bawa dia pergi, jangan sampai dia mati di kantorku, buat sial saja."

Steve tampak terkejut, terlihat jelas tidak percaya bahwa diriku akan mengatakan hal yang begitu kejam.

"Nora, aku bahkan sampai nggak mengenal dirimu! Aku yang mengkhianatimu, tapi bisa-bisanya kamu sekejam ini dengan orang yang sudah sekarat? Kamu nggak takut kena karma?"

Aku tersenyum dan membalas, "Kamu yang nggak tahu berterima kasih, kamu yang bersalah, kamu juga nggak takut terkena karma. Kalau begitu, aku juga nggak perlu takut."

Steve masih ingin bicara, tetapi Dewita yang ada dalam pelukannya mengerang kesakitan, "Kak Steve ... "

Steve segera menunduk dan melihat darah di sudut bibir Dewita. Dia langsung panik dan cemas, lalu berkata, "Dewita, bertahanlah! Aku akan segera membawamu ke rumah sakit!"

Related chapters

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 6

    "Nora, kalau sampai terjadi sesuatu pada Dewita, kamu harus tanggung jawab!" Steve memperingatkanku dengan wajah muramnya sebelum bergegas pergi, menggendong Dewita dalam pelukannya.Aku terpaku di tempat untuk waktu yang lama, pikiranku dipenuhi dengan ekspresi kejam dan kemarahan Steve padaku.Janji-janji setia di masa lalu kini terasa sangat menusuk. Sejak kapan dia berubah? Kenapa aku tidak menyadarinya sama sekali?Aku larut dalam kesedihan, sampai akhirnya Angel masuk dan bertanya dengan cemas apakah aku baik-baik saja. Barulah aku tersadar dari lamunan.Meratapi pria brengsek seperti itu tidak ada gunanya. Aku menguatkan diri dan kembali fokus pada pekerjaan.Menjelang siang, ponselku berdering.Melihat nama Sari di layar, aku langsung menolak panggilan itu.Tak lama kemudian, ponselku berdering lagi.Kali ini dari ayahku.Aku mulai curiga, apa mungkin Dewita sudah meninggal?Setelah ragu sejenak, akhirnya aku pun mengangkat telepon itu.Namun, begitu aku mendekatkan ponsel ke t

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 7

    Aku menutupi mata yang perih dengan sapu tangan, menarik napas dalam-dalam, tak ingin tahu siapa yang duduk di sebelahku.Namun tiba-tiba, ayahku muncul dengan nada sangat hormat dan rendah hati, "Pak Billy, maaf atas ketidaknyamanannya, kursi VIP ada di sana, duduk di sana akan lebih nyaman.""Nggak perlu, aku duduk di sini saja," jawab pria yang dipanggil Billy itu dengan tenang, tapi tetap penuh wibawa.Ayahku masih ingin mengatakan sesuatu, tapi MC sudah memanggil masing-masing orang tua pengantin naik ke panggung. Sari segera datang dan menariknya pergi.Aku mendongak, menenangkan diri dan belum sempat mengembalikan sapu tangan itu, langsung terdengar suara menggema di seluruh aula, "Ayo, kita persilakan saksi pernikahan hari ini, Bu Nora Tira untuk naik ke atas panggung!"Seketika, lampu sorot menyala ke arahku. Aku terkejut dan tidak siap.Keributan yang tadinya memenuhi ruangan langsung mereda, membuat suasana sunyi senyap. Aku tahu, semua tamu terkejut dan heran. Ada yang mera

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 8

    Dewita menatapku dengan mata berkaca-kaca, bahkan terisak saat mulai berbicara.Mendengar setengahnya saja, aku sudah paham. Dia sedang menjual kesedihan di depan semua orang, memainkan trik manipulasi!"Terima kasih kepada kakakku karena telah merestui cinta antara aku dan Kak Steve. Terima kasih karena dia telah membuat diriku bisa pergi dari dunia ini tanpa penyesalan. Aku berharap kalian nggak mengejek kakakku, dia adalah kakak terbaik di dunia."Dewita menangis saat mengucapkan kata-kata itu. Aula yang tadinya penuh dengan ejekan dan suara riuh mendadak sunyi. Semua tamu kini benar-benar serius menatap ke arah panggung. Tidak ada lagi yang tertawa dan mencemooh.Aku juga melirik ke arah para tamu. Entah hanya khayalanku atau tidak, tapi aku menangkap sosok seorang pria tampan dengan mata setajam bintang di malam hari. Bibir tipisnya melengkung.Dia seperti tersenyum, tapi tidak sepenuhnya. Seakan sama sekali tidak tersentuh oleh aksi dramatis Dewita.Dewita berbalik menatapku deng

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 9

    Situasi di tempat resepsi mendadak menjadi kacau balau. Para tamu mengangkat ponsel mereka, sibuk merekam dan mengambil foto.Aku sendirian dan jelas berada dalam posisi yang lemah. Untungnya, orang tua Steve masih tahu malu, mereka buru-buru naik ke atas panggung untuk melerai."Pak Gaius! Bu Sari! Ini pernikahan anak-anak kita, banyak tamu yang melihat! Hentikan!""Jangan halangi aku! Aku harus menghajar anak durhaka ini hari ini! Dasar pembawa sial! Kelahiranmu hanya mendatangkan sial untukku!"Gaius benar-benar kehilangan kendali, wajahnya tampak ganas. Bahkan orang tua Steve tak sanggup menariknya pergi.Tiba-tiba, Sari berteriak, "Hentikan! Dewita pingsan! Cepat, tolong dia!"Gaius langsung terhenti. Dia menoleh dan tanpa pikir panjang mendorongku ke samping, lalu berlari ke arah putri kesayangannya. Dengan panik, dia berkata, "Apa yang terjadi? Cepat panggil ambulans!"Orang-orang yang tadi mengelilingiku langsung bubar. Semua berlari menuju pengantin yang kini tergeletak tak sa

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 10

    Kenapa dia bisa datang ke pernikahan aku dan Steve?Aku benar-benar tak habis pikir, apa mungkin ada kesalahan?Tapi, mengingat orang itu jarang muncul di hadapan publik dan sekali muncul justru menyaksikan drama besar seperti ini, sepertinya perjalanannya kali ini tidak sia-sia.Tiba-tiba ponselku berdering, menarikku kembali dari pikiran yang berantakan.Dari ujung telepon, terdengar suara Wenny yang penuh kemarahan dan emosi, "Steve dan Dewita benar-benar menjijikkan! Aku hampir saja melempar ponselku saking kesalnya! Untung saja kamu nggak takut dan balas menyerang mereka! Mantap! Biar mereka kapok!"Aku menghela napas, bersandar di kursi dengan satu tangan menutupi dahi, "Jangan bilang ini sudah tersebar di seluruh media sosial?""Menurutmu? Drama langka seperti ini sulit ditemukan, bahkan sinetron paling dramatis pun nggak akan bisa mengalahkannya. Netizen sekarang terpecah jadi dua kubu, saling hujat dengan sengit."Aku memejamkan mata, kepalaku semakin sakit.Aku memang ingin m

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 11

    Ada yang hampir mati?Efek obat tidur membuat kepalaku masih berat dan linglung. Aku membuka pintu dan melihat Steve berdiri di sana. Dengan nada penuh kepuasan, aku bertanya, "Dewita sudah mati?"Ucapan itu langsung membuatnya murka."Nora! Kejam sekali kamu!" ujarnya marah dengan wajah yang tampak muram, ekspresi ini belum pernah kulihat sebelumnya.Aku mengernyit, malas berdebat dengannya. Aku langsung mendorongnya keluar dan bersiap menutup pintu.Namun, gerakannya lebih cepat. Dengan kasar, dia menendang pintu hingga terbuka, lalu mencengkeram lenganku."Steve, apa yang kamu lakukan?! Kamu menerobos masuk ke rumahku?! Aku bakal lapor polisi!" teriakku marah, berusaha keras melepaskan diri. Dalam kemarahan, aku menamparnya lagi.Namun, dia mengabaikannya dan malah menyeretku keluar, memaksaku masuk ke dalam mobilnya."Steve, kamu sudah gila?! Berhenti! Turunkan aku!""Kondisi Dewita sangat kritis. Kamu harus ikut ke rumah sakit!" teriak Steve langsung menginjak gas dan mobil melesa

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 12

    Aku menatap Steve dan merasa tak perlu lagi menyembunyikan apapun. Dengan nada mengejek, aku berkata, "Kamu baru tahu sekarang? Dewita dan Ken itu adik kandungku, satu ayah!"Mata Steve membelalak lebih besar, "Ayah yang sama? Tapi mereka hanya lebih muda dua tahun darimu ... ""Ya benar, ayah bajinganku itu selingkuh saat aku baru berusia satu tahun atau mungkin lebih awal. Dia melakukan segala cara untuk menceraikan ibuku, hanya agar bisa membawa wanita licik ini dan anaknya masuk ke rumah."Steve tampak semakin syok, pandangannya berpindah antara Gaius dan Sari."Kenapa kamu nggak pernah cerita soal ini?" gumamnya pelan, ekspresinya sulit ditebak, seolah baru menyadari sesuatu yang salah."Aku nggak suka menyebarkan aib keluarga. Lagipula, untuk apa aku repot-repot cerita? bukannya kamu selalu menganggap dirimu pintar? Kenapa nggak bisa menyadari ini?"Aku dan Dewita bisa punya golongan darah langka yang sama, orang normal sekalipun seharusnya bisa curiga.Melihat Steve terdiam, aku

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 13

    Perawat mengernyit dan bertanya, "Kamu minum obat tidur?""Iya, aku minum dua butir sebelum tidur. Baru ... " Aku melirik jam digital di depan ruang gawat darurat, melanjutkan, "Sekitar empat jam yang lalu."Perawat langsung menggeleng dan menjawab, "Kalau begitu nggak bisa, tes darahmu pasti nggak lolos."Aku mengangkat tangan dengan santai dan menatap mereka yang kini menatapku dengan mata terbelalak. Dengan tenang, aku berkata, "Maaf, bukan aku yang menolak menyelamatkannya, tapi aku benar-benar nggak bisa."Emosi Gaius langsung meledak, "Nora, kamu sengaja mempermainkan kami?! Kamu tahu nggak bisa donor darah, kenapa nggak bilang dari tadi?!""Aduh, jangan menuduhku sembarangan! Steve yang menyeretku ke sini secara paksa, aku bahkan nggak tahu apa-apa," jawabku sambil berkedip polos, lalu melirik mereka satu per satu."Nora, kamu ... " Steve menatapku dengan geram, wajahnya penuh amarah, tetapi dia juga tak bisa berbuat apa-apa.Melihat mereka semua terpojok seperti ini, suasana ha

Latest chapter

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 50

    Benar-benar keterlaluan! Beraninya datang ke kantorku dan membuat keributan, mana mungkin aku membiarkannya pergi begitu saja?Aku langusng meraih ponsel dan menelepon polisi.Sepertinya ayah bajinganku masih ditahan di tahanan. Bagus juga kalau mereka bisa jadi pasangan suami istri yang menemani satu sama lain di sana!Begitu mendengar aku berkata, "Halo, pak polisi ... " Sari langsung panik dan semakin menggila. Dia melewati meja kerjaku, berlari ke arahku dan mulai menghujaniku dengan pukulan menggunakan berkas-berkas yang ada."Beraninya lapor polisi?! Dasar pembawa sial! Gara-gara kamu, ayahmu masih ditahan sekarang!""Polisi bilang dia ditahan karena kasus prostitusi dan harus ditahan puluhan hari! Kamu benar-benar kejam! Lebih kejam dari ibumu seratus kali lipat! Keluarga yang tadinya baik-baik saja, kamu hancurkan sampai sebegitu berantakan! Nggak ada satu pun yang bisa hidup tenang!""Kenapa bukan kamu saja yang kena penyakit mematikan ini? Kenapa nggak mati saja dan menyusul

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 49

    Bagaimana mungkin ada orang sebaik itu di dunia ini?Aku sama sekali tidak berpikiran macam-macam, hanya murni merasa dia adalah orang yang luar biasa.Meskipun berasal dari keluarga terpandang dan sibuk dengan urusan besar, dia sama sekali tidak menunjukkan sikap merendahkan saat aku mengundangnya makan. Dia bahkan dengan sopan dan elegan langsung menyetujuinya.Setelah puas menikmati perasaan bahagia ini, aku mulai bingung, di mana tempat yang pantas untuk makan malam ini?Dengan status seperti Billy, sudah pasti dia terbiasa dengan standar hidup yang sangat tinggi.Restoran mewah biasa saja mungkin tidak cukup untuknya.Untungnya, Wenny berasal dari keluarga yang menjalankan bisnis kuliner kelas atas.Aku langsung mengirimnya pesan.[Wenny, aku mau undang orang yang sangat penting makan malam sebagai bentuk terima kasih, tolong rekomendasikan restoran yang suasananya mewah.]Dia langsung membalas, [Kapan?][Besok malam.][Datang saja ke Arch Alley, aku minta manajer untuk siapkan ru

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 48

    Namun kenyataannya, baginya ini hanyalah perkara sepele.Aku menggenggam ponsel, ragu-ragu untuk beberapa saat. Haruskah aku menghubunginya lebih dulu untuk mengucapkan terima kasih?Setelah berpikir panjang, berdasarkan prinsip hidupku selama ini, aku memutuskan tetap harus berterima kasih.Menerima bantuan orang lain tanpa menunjukkan rasa terima kasih, bukanlah prinsipku.Apakah dia menerima atau tidak, itu urusan dia. Tapi aku sendiri harus menunjukkan sikap yang pantas.Jadi, aku mengambil kartu nama yang diberikan Mudi padaku saat meninggalkan pabrik militer hari itu, lalu meneleponnya dengan penuh hormat."Halo Bu Nora," jawab Mudi di balik telepon.Aku langsung paham, mungkin ini nomor kerja Billy.Dengan statusnya, dia tidak mungkin sembarangan membagikan nomor pribadi."Halo Pak Mudi, aku mau berterima kasih secara langsung atas bantuan Pak Billy kemarin. Bisakah aku bertemu dengannya?" tanyaku langsung mengutarakan maksudku."Tunggu sebentar, aku akan menanyakannya dulu.""B

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 47

    Steve menatapku dengan penuh kebencian sebelum berlari keluar sambil menggendong Dewita tanpa sepatah katapun.Aku berdiri di tempat dan bingung.Apa maksud dari tatapan itu?Seolah-olah dia sangat membenciku.Apa dia marah karena aku tidak membiarkannya menghabiskan empat triliun itu?Aku tidak tahu bagaimana keadaan Dewita setelahnya.Yang jelas, setelah mendapatkan gelang giok peninggalan ibuku, aku kembali ke Kota Belian dengan hati yang puas. Hari itu juga, aku pergi ke makam ibu untuk memberitahunya kabar baik ini.Saat malam semakin larut, pikiranku mulai tenang. Aku menatap gelang giok itu dan kembali dilanda kebingungan.Enam triliun ... bagaimana aku bisa membalas budi sebesar ini kepada Billy?Aku harus mencari waktu besok untuk membicarakannya dengannya. Bagaimanapun juga, uang itu harus kulunasi, kalau tidak, aku tak akan bisa tenang seumur hidup.Namun, sebelum sempat menemui Billy, masalah lain justru datang lebih dulu.Pagi-pagi saat aku baru tiba di kantor, aku melihat

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 46

    Aku tak berani membayangkan bagaimana kejadian ini akan berkembang dan menjadi bahan perbincangan banyak orang.Aku juga tak tahu apakah ini berkah atau malah bencana bagiku.Namun, yang jelas saat ini, aku telah mendapatkan kembali semua harga diriku dan sekaligus memberikan tamparan keras pada Steve dan Dewita.Saat ini, bahkan jika aku harus mati untuk Billy, aku rela."Nora, sejak kapan kamu mengenal Pak Billy?" tanya Steve yang tak lagi bersikap angkuh dan menatapku dengan mata melotot.Aku memeluk erat kotak beludru di tanganku, lalu menatap mereka dengan senyuman santai, menjawab, "Bukan urusanmu.""Kamu ... "Aku yang sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, jadi tak ada alasan untuk berlama-lama di sini. Aku bersiap untuk meninggalkan acara lebih awal.Dewita yang kesal karena merasa dipermalukan melampiaskan emosinya pada Steve, "Ayo pergi! Untuk apa tetap di sini? Semua yang kumau sudah hilang!"Steve hanya berdiri terpaku. Dia terlihat seperti orang yang baru saja mendapat pu

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 45

    Billy duduk di tempat tertinggi, matanya juga bertemu denganku, lalu mengangguk kecil padaku.Detik sebelumnya, aku merasa seperti jatuh ke jurang, tetapi detik berikutnya aku seperti hidup kembali.Hatiku dipenuhi kebahagiaan yang luar biasa dan aku tersenyum padanya dari kejauhan.Aku merasa sangat berterima kasih. Meskipun gelang giok itu tidak kembali ke tanganku, setidaknya jatuh ke tangan Billy. Itu adalah akhir terbaik yang bisa kubayangkan."Enam miliar! Ada yang mau menawar lebih tinggi?""Enam miliar sekali, enam miliar dua kali, enam miliar tiga kali! Terjual! Pemilik baru gelang giok putih ini adalah Pak Billy Solene!" ujar juru lelang begitu semangat hingga suaranya hampir pecah.Seluruh ruangan meledak dalam sorak-sorai dan tepuk tangan. Semua orang menoleh ke belakang, menatap lantai dua dengan penuh antusias.Namun, Billy tetap duduk tenang, seolah ini adalah hal yang sepele baginya. Dia tampak seperti seorang raja yang menerima penghormatan dari banyak orang.Di sampin

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 44

    Aku menahan diri sekuat tenaga agar air mataku tidak jatuh.Rasa sakit terdalam datang dari orang yang dulu paling kucintai.Keputusasaan dan kebencian memenuhi dadaku, bahkan jemariku pun bergetar.Setelah beberapa saat, tiba-tiba aku merasa lega. Aku menoleh ke arahnya dan bertanya, "Kalau aku terus menaikkan harga, kamu akan tetap mengikutinya?"Tatapan Steve bergetar, seolah dia juga merasakan sakit, lalu dia berbisik, "Nora, jangan keterlaluan!"Aku mengabaikannya, tersenyum tipis, lalu mengangkat papan, "Dua triliun seratus miliar!"Paling buruk, aku akan menjadi bahan tertawaan dunia, menjual perusahaanku untuk membayar denda dan memulai semuanya dari nol.Namun, kalau aku menang, bukankah itu berarti dia akan mengalami kerugian besar dan merasakan sakit yang sama?"Nora!" Seperti yang kuduga, begitu aku menyebut angka itu, Steve langsung kehilangan ketenangannya.Namun, Dewita yang naik tidak mengerti situasinya.Melihat Steve tidak segera menawar lagi, bahkan saat juru lelang

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 43

    Setelah mendengar penjelasan dari juru lelang, aku semakin yakin ini memang gelang giok milik ibuku. Gelang ini awalnya beredar di kalangan kolektor barang antik di Kota Belian. Awalnya nilainya diremehkan, tetapi setelah bertemu dengan seorang ahli, barulah gelang ini diakui sebagai barang berharga dan akhirnya muncul di lelang ini."Harga awal untuk gelang giok susu ini, empat puluh miliar."Begitu juru lelang menyebutkan harga, seseorang langsung mengangkat papannya, "Lima puluh miliar.""Enam puluh miliar."""Enam puluh empat miliar."Aku tetap tenang dan tidak terburu-buru menawar. Aku ingin melihat dulu bagaimana situasinya berkembang.Namun, tiba-tiba Dewita mengangkat papan lelangnya, "Seratus miliar!"Ruangan mendadak riuh, semua orang menoleh ke arah mereka.Aku terkejut, wanita munafik ini benar-benar mulai menyerang."Seratus miliar sekali, seratus miliar dua kali, seratus miliar ... "Sebelum juru lelang menyelesaikan hitungannya, aku akhirnya mengangkat papan, "Seratus se

  • Ditinggal Tunangan, Bos Besar Mulai Mengejarku   Bab 42

    Tapi, aku tiba-tiba teringat, beberapa hari lalu, Steve pernah bilang kalau dia tidak punya cukup uang tunai sebanyak dua triliun saat ini.Aku pun kembali optimis, kalau mereka tidak punya cukup uang, berarti peluangku untuk menang masih besar.Acara lelang segera dimulai.Rumah lelang ini termasuk salah satu yang terbaik di dunia dan setiap tahunnya, acara lelang amal mereka selalu menarik banyak orang kaya dari dalam maupun luar negeri.Di antara para tamu, aku melihat beberapa wajah yang familiar, mereka adalah orang-orang kaya dari Kota Belian.Barang yang dilelang di awal berupa lukisan terkenal dan guci antik dengan harga terendah pun mencapai puluhan miliar.Para miliarder itu begitu semangat menawar, seperti hanya sedang membeli sayur di pasar.Aku diam-diam merasa kagum sekaligus cemas, bagaimana kalau aku tidak bisa memenangkan lelang untuk gelang itu?Sementara itu, Steve dan Dewita duduk berdampingan, sesekali berbisik satu sama lain. Mereka terlihat mesra, seolah lupa bah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status