Share

Bab 3

Author: Vya Kim
last update Last Updated: 2024-12-17 17:56:06

Saat pintu lift tertutup perlahan, Rey melirik sekilas ke arah Hana yang masih sibuk memungut barang-barangnya di lantai.

Rey memicingkan matanya, masih terus memperhatikan Hana dengan raut yang datar.

“Tuan, dia peserta seminar tadi pagi, duduk di barisan depan,” ujar Bastian, ia paham betul dengan tatapan bos-nya yang penuh tanya tertuju pada wanita itu.

Rey hanya mengangguk kecil, ekspresinya tetap datar. Begitu lift tiba di lantai tujuan, ia melangkah keluar dengan tenang namun penuh wibawa. Tatapan tajamnya menyapu ruang kantor, membuat semua yang ada di sana terdiam sejenak.

Di depan ruangan Juna, Dara menyambut dengan senyum canggung. “Tuan Rey, kami sudah menunggu.”

Rey tidak menjawab, hanya memberi anggukan kecil sebelum masuk. Di dalam, Juna menyambutnya dengan senyum ramah, meski jelas terlihat gugup.

“Silakan duduk, Tuan Rey. Nyamankan diri Anda,” katanya.

Rey duduk dengan santai, namun tatapannya menusuk seperti sedang menguliti lawan bicaranya. “Langsung saja,” ucapnya pendek.

Bastian segera meletakkan dokumen di meja. “Ini daftar artis yang akan terlibat dalam proyek drama terbaru Anda,” katanya tegas.

Juna membuka dokumen itu, alisnya berkerut sebelum mendongak. “Maaf, Tuan Rey. Beberapa nama di daftar ini ... mereka punya reputasi kurang baik. Kami tidak bisa mengambil risiko.”

Rey mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Juna tajam. “Risiko?” ucapnya pelan, tapi dingin.

Bastian dengan sigap menghentakkan amplop berisi dokumen tambahan ke meja. “Kami sudah mengurus semua pemberitaan negatif. Tidak ada lagi skandal. Dan, jangan lupa, sponsor terbesar proyek ini berasal dari kami.”

Juna menelan ludah, jelas terlihat panik. “Te-tentu, Tuan Rey. Tapi penulis skrip kami sedang sakit. Kami mengalami kendala...”

Rey mengangkat tangannya, memotong alasan Juna tanpa sepatah kata pun. Bastian melanjutkan dengan nada dingin. “Kami yang akan menyediakan penulis pengganti.”

Rey tidak merespons. Ia berdiri dari duduknya dan melangkah keluar tanpa sedikit pun menoleh pada Juna. Ia terus berjalan melewati koridor, mengabaikan sapaan para pegawai yang berlalu-lalang.

Begitu mereka tiba di lobi, seorang sopir sudah menunggu dengan mobil hitam berkilau di depan pintu utama.

Setelah masuk ke dalam mobil, Rey menyandarkan tubuhnya, memejamkan mata sejenak untuk meredakan lelah yang mengendap sejak pagi. Suara mesin mobil yang halus menjadi latar belakang yang menenangkan.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Sebuah suara notifikasi dari tablet Bastian memecah keheningan. Rey membuka matanya sedikit, sekilas memandang Bastian yang sibuk membaca.

“Ada CV baru untuk posisi penulis,” ujar Bastian sambil menatap layar. “Ini terlihat menarik.”

Rey menutup matanya kembali, nadanya tetap datar. “Panggil dia besok.”

“Baik, Tuan,” jawab Bastian sambil menutup aplikasi.

**

Di apartemen kecilnya, Hana berdiri di tengah kamar yang pernah ia huni dengan harapan besar. Kini, ruangan itu terasa dingin, hampa, dan penuh kenangan pahit.

Dengan tangan gemetar, ia mulai memasukkan pakaian ke dalam koper. Setiap helai pakaian yang ia lipat terasa seperti melepas serpihan hidup yang pernah ia bangun bersama Juna.

Matanya tertuju pada sebuah gaun biru di sudut lemari, gaun yang ia kenakan saat ulang tahun pernikahan pertama mereka. Ingatan akan malam itu membuat dadanya kembali sesak.

Suara Juna yang penuh kasih, janji-janji manis yang ia percayai sepenuh hati, kini hanya terasa seperti kebohongan yang memuakkan.

Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang kembali menyeruak. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengusir bayangan-bayangan menyakitkan itu.

Saat koper akhirnya penuh, ia menutupnya dengan paksa. Tangan kanannya mengusap setitik air mata yang sempat lolos, sementara tangan kirinya menarik koper itu keluar dari apartemen. Setiap langkah yang ia ambil di koridor sempit itu terasa seperti merangkak keluar dari lubang gelap.

Di depan gedung, angin malam menyentuh wajahnya yang lembab. Hana berdiri diam, koper di sampingnya, dan kepalanya menengadah ke langit. Sudah tidak ada jalan untuknya kembali.

Ia melambaikan tangan pada sebuah taksi yang melintas. Saat ia membuka pintu dan masuk, ponselnya tiba-tiba berdering.

“Halo?” katanya pelan, suaranya sedikit bergetar, masih terbawa emosi.

“Selamat sore, ini dari Astroha Entertainment. Kami menerima CV atas nama Hana Varelly. Apakah benar ini Anda?”

Hana terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata di seberang. “I-iya, betul. Saya mengirimkan CV,” jawabnya terbata-bata, jantungnya mulai berdetak kencang.

“Besok pagi pukul 10.00, apakah Anda bisa hadir untuk wawancara?”

Hana tertegun. Air mata yang tadi terasa berat kini mulai menetes, tapi bukan karena sedih, melainkan karena harapan yang tak terduga. Dengan tangan gemetar, ia menutup mulutnya sendiri, menahan rasa tak percaya.

“Sungguh?” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. “Saya akan datang! Terima kasih banyak!”

Setelah panggilan berakhir, ia memandang ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Senyum tipis muncul di wajahnya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa seperti melihat secercah cahaya di hidupnya.

Hana menggenggam ponselnya erat setelah menutup panggilan telepon. Dadanya bergemuruh, antara lega dan cemas.

Tawaran wawancara kerja itu seharusnya menjadi secercah harapan, tetapi bayangan tentang apa yang akan dihadapinya setelah pulang membuat langkahnya berat.

Di dalam taksi, pandangannya mengarah keluar jendela, menatap jalan yang melaju cepat. Suara gemuruh mesin mobil dan hiruk-pikuk lalu lintas terasa seperti latar belakang yang samar.

Ayahnya sudah tiada. Pikiran itu menghantamnya seperti angin dingin yang menusuk. Sudah enam bulan sejak ayahnya pergi akibat serangan jantung.

Kehilangan itu belum sepenuhnya sembuh, dan sekarang ia malah membawa berita yang mungkin akan menghancurkan ibunya.

Pikiran itu membuat dadanya sesak. Mata Hana terasa panas, tapi ia buru-buru mengusap sudut matanya dengan punggung tangan.

‘Tidak, aku tidak boleh menangis. Ibu pasti sudah cukup menderita. Aku tidak boleh membuatnya khawatir lagi.’

Paginya Hana telah memakai setelan terbaiknya untuk interview, berdandan rapi namun tidak mencolok.

Hana berangkat dari rumah ibunya, setelah beberapa menit berkendara, sampailah Hana di depan gedung pencakar langit yang tinggi menjulang, sekali lagi ia samakan alamat yang tertera dengan kartu nama yang Rey berikan kemarin.

Astroha Entertainment, dengan logo bintang berwarna ungu di ujung papan namanya.

Hana memasuki gedung, tak lama setelah di pandu resepsionis, ia telah berada di ruang interview, tampak dingin, sesuai dengan aura pria yang duduk di ujung meja.

Sudah beberapa menit Hana memperkenalkan dirinya saat Rey menatap berkas di tangannya tanpa sedikit pun memberi perhatian pada Hana yang duduk di depannya.

“Kau tampak tak asing.” Rey menatap wanita di depannya.

“Ya, Tuan. Kita sempat bertabrakan karena kecerobohanku.” Hana menunduk sedikit malu, kemudian duduk tegak kembali.

“Jadi, kau orang yang ceroboh?” Pria ini tampaknya sudah memulai sesi wawancara dengan kejam.

Hana menggeleng cepat, “Ti-tidak, Tuan! Itu karena hal pribadi yang tak bisa saya jelaskan di sini!” jawab Hana tegas.

Rey mengangguk kecil, “Kenapa Anda ingin bekerja di sini?” tanyanya, suaranya datar, tetapi menusuk.

Hana meremas tangannya di bawah meja, mencoba meredakan gugup yang melilit tenggorokannya. “Karena saya yakin pengalaman saya menulis bisa memberikan kontribusi positif bagi proyek drama ini.”

Rey mengangkat pandangannya, menatap langsung ke mata Hana. “Keyakinan saja tidak cukup.” Ia meletakkan berkas di meja, suaranya tetap datar.

“Naskah Anda akan diuji. Saya ingin melihat skenario pembuka untuk episode pertama ‘Stolen Heart’ sebelum tengah malam.”

Hana tertegun, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahannya. “Baik, saya akan menyelesaikannya.”

“Bagus,” jawab Rey singkat, sebelum berdiri dan meninggalkan ruangan tanpa memberi waktu untuk membalas.

Saat itu kantor Astroha Entertainment tampak sibuk, tetapi bagi Hana, setiap tatapan terasa seperti penilaian.

Ia duduk di mejanya, menatap layar komputer dengan draft naskah yang telah ia tulis untuk disetorkan sesegera mungkin pada Rey hari ini juga.

“Pendatang baru, ya?” Sebuah suara menyela konsentrasinya.

Seorang wanita dengan rambut pendek berwarna karamel berdiri di depan meja Hana, menyeringai.

Related chapters

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 4

    “Saya Dina, produser proyek ini,” wanita itu memperkenalkan diri, tetapi nada suaranya menyiratkan sesuatu yang lain. “Kita lihat apakah tulisanmu bisa memenuhi ekspektasi Tuan Rey.” Hana hanya mengangguk kecil. “Saya akan melakukan yang terbaik.” “Semoga,” jawab Dina sambil melirik tajam, lalu berlalu dengan langkah ringan. Hana merasa ada tatapan lain dari arah ruangan kaca Rey, tetapi ketika ia menoleh, Rey sudah berbalik, kembali fokus pada layar komputernya. Sore itu di meja kerja, Hana tengah fokus mengetik uji naskah di laptopnya. Jemarinya berhenti sejenak ketika ia merasakan tekanan berat dari target yang harus diselesaikan. Meski begitu, ia mencoba menenangkan diri, mengingat bahwa ini adalah kesempatan besar yang tak boleh ia sia-siakan. “Permisi,” suara Bastian memecah keheningan. Hana mendongak, melihat pria itu berdiri di depan mejanya dengan map di tangan. “Kau diminta untuk ikut rapat sore ini. Tuan Rey ingin kau mendapatkan gambaran lebih jelas tentang proyek

    Last Updated : 2024-12-17
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 5

    Hana terbangun pagi itu dengan rasa letih yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Pertemuan dengan Rey masih teringat di pikirannya, seperti film yang terus diputar ulang tanpa akhir. Kata-katanya yang dingin, tatapan skeptisnya, dan tantangan tersirat itu mengisi pikirannya sejak ia meninggalkan ruangannya. Namun, pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. Sambil menyesap teh hangat di meja makan, ponselnya bergetar di atas meja. Notifikasi email masuk. Hana meletakkan cangkirnya dan meraih ponselnya dengan cepat. Matanya menyipit membaca nama pengirimnya: Astroha Entertainment. Hatinya berdegup kencang. Dengan jari yang sedikit gemetar, ia membuka email itu. [Selamat kepada Yth. Hana Varelly, Anda diterima di Agency Astroha Entertainment sebagai penulis dengan masa training 3 bulan .…]Kalimat itu seperti musik yang mengalun indah di telinganya. Hana menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan teriakan bahagia yang hampir lolos. Senyum lebar merekah di wajahnya. “Ya Tuhan... ak

    Last Updated : 2024-12-17
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 6

    “Apa yang kau lakukan pada wanitaku?”Suara Rey seketika. membuat Hana dan Juna membeku. Dengan Cepat Hana menoleh pada sosok tinggi tegap itu, begitu pula Juna yang reflek melepaskan cengkramannya juga.Pipi Hana memanas, dan jantungnya berdetak tak karuan, tapi dia tidak tahu apakah itu karena malu, marah, atau bingung. Pandangannya terarah pada Rey, yang tampak begitu tenang, seolah ucapan tadi adalah sesuatu yang wajar saja."Tu-Tuan Rey," gumamnya hampir seperti bisikan.Juna, di sisi lain, tampak benar-benar terusik. Rahangnya mengeras, dan matanya menatap tajam pada Rey, penuh dengan rasa tidak percaya sekaligus kemarahan yang terpendam. Tangannya mengepal, seakan mencoba mengendalikan emosinya."Wanitamu?" tanya Juna dengan nada bergetar.Hana menoleh sekilas ke arah Juna. Dia mengenali nada itu, nada pria yang egonya terluka. 'Seharusnya aku merasa puas melihatnya seperti ini. Tapi kenapa aku malah merasa ... canggung?" batin Hana. Matanya kembali pada Rey, yang tetap berdi

    Last Updated : 2024-12-18
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 7

    Ruangan itu terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun sinar matahari menembus tirai yang terbuka.Rey berdiri tegap di dekat meja kerjanya, tak menjawab pertanyaan sang kakek.Sementara kakeknya duduk dengan tenang, tapi sorot matanya penuh tuntutan. Di balik ketenangan itu, ada ambisi besar yang tersirat.Kakeknya, pria yang membangun Astroha Entertainment dari nol, tahu usianya tidak lagi muda. Masa kejayaan sudah berlalu, dan kini dia mengandalkan Rey untuk menjaga warisan itu tetap hidup.Bagi sang kakek, pernikahan Rey adalah langkah strategis, lebih dari sekadar urusan keluarga. Kerja sama dengan keluarga pengusaha lain akan memperkuat perusahaan mereka, memastikan Astroha tetap berada di puncak. Namun, Rey, dengan status lajangnya, dianggap kurang stabil di mata mitra bisnis yang mereka targetkan.Kakek Rey menghela napas panjang, memecah keheningan yang menyelimuti ruangan. Dia bersandar di kursi dengan tongkat di pan

    Last Updated : 2025-01-03
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 8

    Setelah kakeknya pergi, Rey keluar dari ruangannya dengan langkah tenang namun tegas. Sepatu kulitnya berbunyi ringan di atas lantai marmer, menarik perhatian karyawan yang berada di area meja kerja. Semua karyawan serempak berdiri menyambut kedatangan CEO mereka. Di antara mereka, Rocky, salah satu supervisor tim, melangkah maju dan memberi salam dengan hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Rocky dengan nada formal namun penuh rasa hormat. Rey mengedarkan pandangannya ke seluruh area, matanya sekilas berhenti di meja Hana sebelum ia menjawab dengan suara yang tenang namun tegas. “Setelah pulang kerja, mari makan malam bersama untuk penyambutan karyawan baru.” Rocky, yang menangkap maksud itu, melirik cepat ke arah Hana sebelum kembali menatap Rey. “Oh, tentu, Tuan! Saya akan mengatur semuanya.” Rey mengangguk singkat. “Saya yang traktir,” tam

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 9

    Hana tertegun, matanya membesar karena keterkejutan. "Maaf, Tuan? Saya rasa saya salah dengar," katanya gugup, langkahnya secara refleks mundur sedikit. Rey tetap tenang, seolah tidak terganggu oleh reaksi Hana. Ia menghela napas panjang, memperhatikan sekeliling sebentar, lalu kembali menatapnya. "Mari kita bicara di tempat lain," ujarnya dengan nada datar namun penuh keyakinan. Hana membuka mulut hendak menolak, tetapi Rey sudah melangkah mendekat, memberikan isyarat agar ia mengikuti. Meski ragu, Hana akhirnya menurut, pikirannya penuh tanda tanya. Mereka masuk ke dalam mobil Rey, sebuah Mercedes-Benz S-Class yang terlihat mengilap di bawah lampu jalan. Suasana di dalam mobil hening, hanya diisi suara lembut musik klasik dari speaker mobil. Setelah beberapa menit berkendara, mereka tiba di sebuah kafe kecil dengan suasana hangat. Rey memesan ruang makan tertutup yang dirancang khusus untuk privasi

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 10

    Rey baru saja memasuki apartemennya yang luas dan modern, dengan pemandangan kota yang berkilauan di malam hari. Ia melepas jasnya, menggantungnya di sandaran kursi, dan duduk di meja kerjanya. Di depan Rey, tumpukan dokumen menunggu untuk diperiksa, tetapi pikirannya melayang-layang, memikirkan rencana besar yang mulai terbentuk. Saat ia baru hendak membuka salah satu dokumen, teleponnya berdering. Nama "Hana" tertera di layar. Rey melirik ponselnya, lalu menjawab dengan suara tenang. “Ya, Hana?” Ia bersandar di kursi putarnya, menunggu apa yang akan dikatakan wanita itu. Di seberang, suara Hana terdengar jelas meski sedikit gemetar, “Saya bersedia menjadi tunangan palsu Anda.” Mendengar itu, sudut bibir Rey terangkat tinggi, membentuk senyuman penuh kemenangan. Ia menunggu sejenak, menikmati momen itu sebelum menjawab, “Baiklah, akan kusiapkan kontrak kerja sama kita.”

    Last Updated : 2025-01-06
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 11

    Petang menjelang, dan suasana kantor perlahan berubah menjadi sepi. Hana dan timnya baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka hari itu. Naskah yang tengah mereka kerjakan sudah mencapai 80 persen. Dalam hati, Hana merasa bangga karena usahanya untuk terus belajar dan bertanya saat menemui kesulitan benar-benar membuahkan hasil.Rekan-rekan satu timnya pun tampak senang bekerja sama dengannya. Hana adalah tipe orang yang mau mendengarkan kritik dan menerima masukan dengan lapang dada, membuat suasana kerja menjadi lebih nyaman."Bye, Hana! Besok kita tempur lagi! Sepertinya naskah kita sudah selesai sepenuhnya besok. Semangat, ya!" seru Rocky, salah satu rekan yang terkenal enerjik, sambil melambai dengan penuh semangat."Iya, bye! Terima kasih untuk hari ini!" balas Hana ceria, melambai-lambaikan tangannya. Suaranya yang ceria menyelimuti kantor yang mulai sepi, menghangatkan suasana sebelum akhirnya Rocky dan yang lain keluar. TING!

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 77. Perasaan Terdalam

    Hana duduk di bangku taman rumah sakit, bahunya bergetar halus menahan isakan. Ia menggigit bibir, mencoba menahan tangisnya, tapi air mata tetap jatuh tanpa bisa dihentikan.Seharusnya ia tidak merasa sesakit ini. Seharusnya ia kuat.Tapi nyatanya, dadanya terasa sesak.Ia sudah berusaha mempercayai Rey. Berusaha membuka hatinya untuk pria itu, meski bekas luka yang Juna tinggalkan belum sepenuhnya sembuh. Namun, baru saja ia mulai melangkah maju, dunia seolah mengingatkannya bahwa ia bisa dikecewakan lagi.'Kenapa sih, aku harus selalu merasa seperti ini?'Ia menarik napas panjang, tapi justru semakin terasa berat. Tangannya mengepal di atas pangkuannya, gemetar. Ia trauma. Ia takut.Dan yang lebih menyakitkan, justru Juna yang sekarang duduk di sampingnya.Bukan Rey.Juna menatap Hana dengan perasaan campur aduk. Ada rasa bersalah, ada kepedihan, ada keinginan besar untuk menarik gadis itu ke dalam pelukannya, tapi ia tahu ia tidak berhak.Pelan-pelan, ia berlutut di hadapan Hana,

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 76. Rintangan

    Pagi itu, suara notifikasi ponsel membangunkan Hana dari tidurnya. Dengan mata masih setengah terpejam, ia meraih ponselnya di meja samping tempat tidur dan melihat pesan yang masuk.[Pagi, Hana. Kamu udah ke rumah sakit? Kalau belum, aku bisa antar. Jangan sungkan. Sungguh, biarkan aku menebus kesalahanku di masa lalu.]Hana menatap layar ponselnya beberapa detik, jari-jarinya ragu untuk mengetik balasan. Ia menghela napas panjang, lalu menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur, mengusap rambutnya ke belakang sambil merenungkan kata-kata dari Juna.Juna kini terlihat benar-benar berusaha berubah. Sejak kemarin, sikapnya terasa berbeda. Lebih tulus, lebih dewasa. Tapi… apakah itu cukup untuk menghapus semua yang telah terjadi di antara mereka?"Huft, ya sudah… apa boleh buat," gumam Hana pelan.Akhirnya, ia mengetik balasan. [Baiklah, terima kasih. Aku setuju.]Tak butuh waktu lama, Juna membalas. [Aku akan menjemputmu dalam 30 menit.]Hana meletakkan ponselnya, lalu bangkit dar

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 75. Kesempatan Veronica?

    Rey melangkah cepat mendekati Veronica, napasnya sedikit memburu karena ia hampir setengah berlari sejak keluar dari mobil. Ruang tunggu rumah sakit terasa dingin dan sunyi, hanya sesekali terdengar suara langkah perawat yang berlalu-lalang serta desahan napas cemas dari para keluarga pasien lainnya."Veronica!" panggilnya dengan nada mendesak.Wanita itu menoleh, wajahnya sedikit pucat, entah karena cemas atau kelelahan. Ia segera berdiri dari kursinya, menatap Rey dengan sorot mata yang sulit ditebak, ada kecemasan, ada rasa bersalah, dan mungkin sedikit kelegaan karena Rey akhirnya datang."Apa yang terjadi?" tanya Rey tanpa basa-basi.Veronica menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku hendak berkunjung ke rumah kakek, hanya ingin mengobrol santai sambil menikmati kue kesukaannya. Kami berbicara cukup lama, lalu kakekmu pamit ke toilet," jelasnya, suaranya sedikit bergetar. "Tapi setelah hampir tiga puluh menit, dia tak juga kembali. Aku mulai merasa ada yang tidak beres, jadi

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 74. Kekhawatiran

    "Oh iya, Bu," ucap Rey dengan nada ringan, tapi matanya sekilas melirik ke arah Juna dengan sorot penuh kemenangan. "Desainerku akan datang kemari untuk fitting baju tunangan dan baju pengantin juga."Lauren yang baru saja menyesap tehnya nyaris tersedak mendengar ucapan Rey. Ia terbatuk kecil, kemudian tersenyum kikuk sambil menatap Hana. "Mm, iya baiklah. Rasanya cepat sekali," komentarnya, meski ada nada terkejut dalam suaranya.Hana yang sejak tadi berusaha menahan kegelisahan kini merasa lebih salah tingkah. Ia buru-buru menyelesaikan potongan cake di piringnya dan bangkit dari tempat duduknya. "Aku sudah selesai. Ibu, aku bantu cuci piring, ya," ujarnya, menghindari percakapan lebih lanjut.Sementara itu, Rey dengan santai menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Lauren dengan senyum tipis. "Tentu saja, Bu. Jika kita sudah menemukan yang tepat, maka kita harus mengikatnya dengan janji suci. Aku akan menyesal bila kehilangan wanita seperti Hana," ucapnya dengan nada mantap, tat

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 73. Perang Dingin

    Mobil Rey melambat saat tiba di depan rumah Lauren. Ia mengerutkan kening begitu melihat mobil asing terparkir di depan."Siapa itu?" tanyanya, masih memegang kemudi, matanya menyelidiki kendaraan tersebut.Di sampingnya, Hana terdiam. Ia mengenali mobil itu dalam sekejap. Plat nomornya begitu familiar, seperti bayangan dari masa lalu yang enggan pergi.‘Kenapa dia di sini?’ batinnya, dadanya terasa sedikit sesak."Semoga aku salah," gumamnya lirih sebelum membuka pintu mobil dan turun lebih dulu. Langkahnya tergesa, berusaha menahan ketidaknyamanan yang mulai merayap. Rey melangkah santai di belakangnya, sorot matanya waspada, meskipun ekspresinya tetap tenang.Begitu tiba di depan pintu rumah, Hana segera mengetuknya cepat sebelum membuka."Bu, aku pulang!" suaranya lebih tinggi dari biasanya, ada kegelisahan di balik nada panggilannya.Namun, tubuhnya menegang begitu saja saat pintu terbuka dan pemandangan di dalam rumah menyapa matanya.Juna berdiri di depan sofa, tangan terselip

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 72. Kedatangannya Tak Terduga

    Juna tahu persis kelemahan Hana. Jika ia ingin menggoyahkan hati mantan istrinya, cara terbaik adalah melalui orang yang paling berarti baginya, ibunya, Lauren.Dengan keyakinan penuh, ia segera menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya di siang hari yang terik, menuju sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Sepanjang perjalanan, bibirnya melengkung dalam senyuman tipis. Ia tidak akan datang dengan amarah atau paksaan. Tidak. Kali ini ia akan menyerang dengan cara yang lebih halus, cara yang lebih sulit ditolak.Dalam perjalanan, Juna mampir ke sebuah toko kue kecil yang terkenal dengan berbagai macam cake buatannya. Ia memilih dengan hati-hati, dan akhirnya membeli sepotong cake greentea. Bukan tanpa alasan, ia ingat betul bahwa itu adalah favorit Lauren.Setelah transaksi selesai, ia kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan.Setibanya di rumah sederhana milik Lauren, Juna turun dari mobil dengan percaya diri. Tangannya dengan santai menenteng kotak cake yang baru saja dibeliny

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 71. Caption I*******m

    Rey meletakkan gelas kopinya di meja dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. Matanya menatap Hana dengan intensitas yang sulit diartikan, bukan marah, bukan cemburu, tapi sesuatu yang lebih dalam."Jadi dia masih menganggap dirinya bagian dari hidupmu?" suaranya terdengar datar, tapi ada bahaya yang mengintai di balik ketenangan itu.Hana menghela napas, menarik kursi dan duduk. Ia memainkan sendok di hadapannya, bukan karena gugup, tapi lebih kepada memberi dirinya waktu untuk berpikir sebelum menjawab."Aku tidak peduli lagi apa yang dia pikirkan. Aku sudah membuat keputusanku, Rey," katanya akhirnya, suaranya lembut tapi tegas.Rey memperhatikan ekspresinya, mencari tanda-tanda keraguan, tapi tidak menemukannya. Itu seharusnya membuatnya lega, Hana benar-benar sudah melepaskan masa lalunya.Tapi tetap saja, sesuatu dalam dirinya tidak bisa menerima begitu saja tindakan Juna."Aku akan menangani ini," ucapnya akhirnya sambil menatap Hana intens.Hana langsung menatapnya taj

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 70. Forget-Me-Not

    Ruangan itu terasa suram. Meja jabatannya yang sudah usang tak lagi berkilau seperti saat pertama kali ia duduki bertahun-tahun lalu. Segalanya terasa basi, seperti dirinya yang tak lagi punya taring dalam dunia bisnis ini.Juna duduk di kursinya, jemarinya dengan malas mengetuk permukaan meja, sementara matanya terpaku pada layar ponselnya.Di sana, terpampang wajah Hana.Senyumnya. Sorot matanya. Segalanya tentang perempuan itu masih sama seperti dulu, masih memikat, masih mampu menusuk ke dalam hatinya tanpa ampun.Tapi kali ini, bukan rasa cinta manis yang memenuhi dadanya.Melainkan obsesi yang merayap seperti racun.Juna tersenyum kecil, senyum yang tidak seharusnya dimiliki seseorang yang waras. "Kau menghancurkanku sampai ke palung terdalam, tapi aku terima, Hana ... aku memang pantas mendapatkannya ... Dan kini... Begini ya rasanya mencintaimu? Aku rasanya gila ... Lebih gila lagi menginginkanmu."Suara itu liri

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 69. Pengakuan tanpa Kata

    Dalam kehangatan air di dalam bathtub ... suasana mencair.Uap tipis mengepul di sekeliling mereka, mengaburkan batas antara air dan udara, antara realitas dan keinginan yang tak terelakkan. Setiap gerakan kecil menyebabkan riak lembut di permukaan air, seakan mengiringi detak jantung mereka yang tak beraturan.Rey bersandar di sisi bathtub, tatapannya tak beranjak dari wajah Hana.Wanita itu duduk di depannya, kulitnya yang lembap berkilauan di bawah bias cahaya yang redup. Air yang hangat membungkus tubuh mereka, namun kehangatan sesungguhnya berasal dari sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih berbahaya dan sulit untuk dipadamkan."Katakan, Hana …" Suara Rey serak, seperti gumaman yang beresonansi di dalam dada. "Apa yang kau rasakan untukku?"Ia tidak terburu-buru, tidak memaksanya dengan sentuhan atau ciuman, tetapi dengan kehadiran di depan Hana, ia ingin keberadaannya terasa bukan hanya dalam pikiran Hana.Hana menatapnya.Sejenak, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kedalaman

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status