Share

Bab 5

Author: Vya Kim
last update Last Updated: 2024-12-17 18:15:27

Hana terbangun pagi itu dengan rasa letih yang masih tersisa dari malam sebelumnya. Pertemuan dengan Rey masih teringat di pikirannya, seperti film yang terus diputar ulang tanpa akhir.

Kata-katanya yang dingin, tatapan skeptisnya, dan tantangan tersirat itu mengisi pikirannya sejak ia meninggalkan ruangannya.

Namun, pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. Sambil menyesap teh hangat di meja makan, ponselnya bergetar di atas meja. Notifikasi email masuk. Hana meletakkan cangkirnya dan meraih ponselnya dengan cepat.

Matanya menyipit membaca nama pengirimnya: Astroha Entertainment. Hatinya berdegup kencang. Dengan jari yang sedikit gemetar, ia membuka email itu.

[Selamat kepada Yth. Hana Varelly, Anda diterima di Agency Astroha Entertainment sebagai penulis dengan masa training 3 bulan .…]

Kalimat itu seperti musik yang mengalun indah di telinganya. Hana menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan teriakan bahagia yang hampir lolos. Senyum lebar merekah di wajahnya.

“Ya Tuhan... aku diterima,” gumamnya pelan, hampir tak percaya.

Sisa email itu memberikan rincian tentang masa pelatihan tiga bulan, evaluasi berkala, dan kemungkinan kontrak dua tahun jika ia dinyatakan lulus. Bagi Hana, ini adalah awal dari segalanya, kesempatan untuk membuktikan bahwa ia layak berada di sini.

Ia menutup ponselnya dan menatap piring sarapan di depannya. Segalanya terasa lebih manis pagi itu, bahkan roti panggangnya yang sedikit gosong.

Keesokan harinya, Hana melangkah masuk ke kantor Astroha Entertainment untuk hari pertamanya sebagai pegawai training. Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata, tetapi juga seperti mimpi buruk yang baru dimulai. Ia sadar bahwa tugas yang menantinya tidak akan mudah.

Setelah menempatkan barang-barangnya di meja kecil yang diberikan untuknya, seorang anggota tim senior mendekat.

“Hana Varelly?” tanyanya.

Hana mengangguk, mencoba menenangkan debaran di dadanya. “Ya, itu saya.”

“Bagus, ayo kita mulai. Kau diminta melanjutkan skrip Stolen Heart. Ini proyek penting, jadi lakukan yang terbaik,” katanya sambil menyerahkan setumpuk dokumen dan file digital.

Di depan layar komputer, Hana menatap naskah yang sudah dikerjakan sebagian. Ia membaca ulang dialog-dialog yang telah ditulis, mencoba memahami alur dan emosi yang ingin disampaikan. Namun, kecemasan mulai merayapi pikirannya.

“Bagaimana kalau aku tidak cukup baik?” pikirnya.

Tangannya sempat berhenti di atas keyboard. Namun, ia mengingat kembali alasannya berada di sini. Ia harus membuktikan bahwa ia mampu.

Dengan tekad baru, ia mulai mengetik, menuangkan emosinya ke dalam karakter dan cerita drama itu.

Hana bekerja dengan hati-hati, memastikan setiap kalimat yang ditulis memiliki makna.

Ia membayangkan konflik yang dialami oleh tokoh utama, mencoba menggali lebih dalam rasa sakit dan perjuangan mereka, rasa yang juga ia rasakan selama ini.

Beberapa jam kemudian, setelah memastikan bahwa naskahnya telah selesai, Hana menyerahkannya kepada salah satu staf untuk diperiksa.

Belum sempat ia merasa lega, Bastian menghampirinya dengan wajah serius.

“Hana, Tuan Rey ingin kau ikut rapat di BG TV sekarang. Bersiaplah,” katanya singkat.

Hana terdiam sejenak. “Saya? Ke BG TV? Tapi—”

“Tidak ada tapi,” potong Bastian sambil melirik arlojinya. “Cepat bersiap. Tuan Rey menunggu di lobi.”

Dalam perjalanan ke BG TV, Hana duduk di mobil dengan jantung yang berdebar kencang. Di sebelahnya, Rey duduk diam dengan ekspresi dingin seperti biasa.

Kehadirannya saja sudah cukup membuat Hana merasa semakin gugup.

Namun, tiba-tiba Rey berkata, “Aku tidak mengatakan naskahmu buruk.”

Hana menoleh, terkejut. Itu adalah pertama kalinya ia mendengar Rey berbicara setelah suasana interview yang sedikit memanas.

“Kalau begitu ….” Hana hampir tak tahu harus berkata apa.

“Percaya diri,” potong Rey dengan nada datar.

“Kau akan mewakili perusahaan. Jangan tunjukkan keraguan.”

Hana menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. Kata-kata Rey yang singkat itu terasa seperti perintah yang tak bisa ditolak.

Di ruang rapat BG TV, Hana duduk di meja panjang dengan perasaan canggung. Orang-orang mulai memasuki ruangan, masing-masing membawa dokumen dan laptop.

Rey, yang duduk di ujung meja, melirik ke arahnya sebelum memberi isyarat kecil. “Jelaskan skripmu. Singkat.”

Hana merasakan pandangan semua orang tertuju padanya. Kakinya terasa gemetar, tetapi ia mencoba mengendalikan diri.

“Baik, saya Hana Varelly,” katanya dengan suara yang agak bergetar. “Skrip Stolen Heart melanjutkan konflik emosional antara dua tokoh utama yang ….”

Kata-kata Hana mengalir perlahan, meskipun sesekali ia merasa gugup. Saat ia selesai, ia melirik Rey, berharap setidaknya ada tanda bahwa ia telah melakukan hal yang benar.

Rey hanya mengangguk kecil, tanpa ekspresi, sebelum melanjutkan diskusi dengan pihak stasiun TV.

Hana menghela napas pelan. Ini baru awal, tapi ia tahu bahwa ia telah melewati langkah pertama.

Rapat berlangsung panas meskipun hampir semua pihak menyetujui revisi naskah yang diajukan Hana.

Rey tetap duduk dengan sikap tenang di ujung meja, matanya tajam mengamati setiap diskusi. Namun, satu orang terus menunjukkan ketidaksenangannya, Juna!

“Saya rasa jalan cerita ini terlalu klise,” komentar Juna dengan nada sinis, meskipun yang lain tampak sudah puas.

“Penonton mungkin akan merasa bosan dengan konflik seperti ini.”

Hana menggenggam pulpen di tangannya lebih erat. “Konflik ini justru menjadi inti dari perkembangan karakter utama. Kita harus fokus pada bagaimana emosi mereka berkembang, bukan hanya pada alurnya,” jawabnya, mencoba mempertahankan nada profesional.

Juna tertawa kecil, mencemooh. “Oh, jadi kau ahli psikologi sekarang?”

Ruangan hening. Mata-mata lain berpindah antara Hana dan Juna, tapi tak ada yang berani ikut campur.

Rey, yang tampak tak terpengaruh oleh ketegangan, hanya mengamati tanpa sepatah kata. Akhirnya, salah satu produser mengintervensi.

“Sudah cukup, Juna. Mayoritas tim setuju dengan naskah ini. Kita lanjutkan saja.”

Hana menghela napas lega saat rapat akhirnya selesai. Tapi amarah yang ia tahan selama diskusi tadi masih membara. Ia berjalan cepat ke toilet, menghindari semua orang. Di dalam bilik kecil itu, ia bersandar pada dinding dingin, mencoba mengatur napas.

“Kenapa harus dia?” gumamnya lirih, memejamkan mata. Bayangan masa lalu bersama Juna memenuhi pikirannya, seperti racun yang terus menggerogoti hatinya.

Ia menghela napas panjang, membasuh wajahnya di wastafel, dan menatap cermin. “Aku hanya perlu bertahan. Begitu surat cerai keluar, dia tidak akan punya kuasa apa pun lagi atas hidupku.”

Namun, saat ia melangkah keluar dari toilet, suara yang familiar menghentikan langkahnya.

“Hebat sekali,” kata Juna dengan nada mengejek, berdiri di lorong sepi. “Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa sejauh ini.”

Hana berhenti, memutar tubuh, mencoba bersikap tegar. “Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan omong kosongmu, Juna.”

Tapi Juna melangkah mendekat, ekspresi sinisnya semakin tajam. “Kau tidak layak berada di proyek ini. Semua orang tahu itu. Kau hanya wanita penggoda yang tahu cara memanfaatkan CEO Rey untuk mendapatkan posisimu.”

Hana merasakan darahnya mendidih, tapi ia menolak untuk menunjukkan kelemahannya. “Aku di sini karena kemampuanku, bukan karena seseorang. Tidak seperti dirimu yang hanya tahu cara meremehkan orang lain.”

Juna tertawa kecil, lalu tiba-tiba mencengkeram lengan Hana. “Jangan pura-pura suci, Hana. Aku tahu siapa dirimu sebenarnya.”

Hana terkejut, mencoba melepaskan diri, tapi cengkeraman Juna terlalu kuat. “Lepaskan aku, Juna!” desisnya.

Saat itu, di kejauhan Rey memperhatikan dua manusia yang sedang bersitegang itu, perlahan ia mendekat, suara langkahnya pelan terdengar di ujung lorong.

Rey muncul, matanya tajam seperti elang, memperhatikan situasi. Wajahnya tetap datar, tapi ada auranya dingin yang membuat suasana semakin tegang.

Dengan nada tenang, Rey tiba-tiba bertanya di belakang mereka, “Apa yang kau lakukan pada wanitaku?”

Related chapters

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 6

    “Apa yang kau lakukan pada wanitaku?”Suara Rey seketika. membuat Hana dan Juna membeku. Dengan Cepat Hana menoleh pada sosok tinggi tegap itu, begitu pula Juna yang reflek melepaskan cengkramannya juga.Pipi Hana memanas, dan jantungnya berdetak tak karuan, tapi dia tidak tahu apakah itu karena malu, marah, atau bingung. Pandangannya terarah pada Rey, yang tampak begitu tenang, seolah ucapan tadi adalah sesuatu yang wajar saja."Tu-Tuan Rey," gumamnya hampir seperti bisikan.Juna, di sisi lain, tampak benar-benar terusik. Rahangnya mengeras, dan matanya menatap tajam pada Rey, penuh dengan rasa tidak percaya sekaligus kemarahan yang terpendam. Tangannya mengepal, seakan mencoba mengendalikan emosinya."Wanitamu?" tanya Juna dengan nada bergetar.Hana menoleh sekilas ke arah Juna. Dia mengenali nada itu, nada pria yang egonya terluka. 'Seharusnya aku merasa puas melihatnya seperti ini. Tapi kenapa aku malah merasa ... canggung?" batin Hana. Matanya kembali pada Rey, yang tetap berdi

    Last Updated : 2024-12-18
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 7

    Ruangan itu terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun sinar matahari menembus tirai yang terbuka.Rey berdiri tegap di dekat meja kerjanya, tak menjawab pertanyaan sang kakek.Sementara kakeknya duduk dengan tenang, tapi sorot matanya penuh tuntutan. Di balik ketenangan itu, ada ambisi besar yang tersirat.Kakeknya, pria yang membangun Astroha Entertainment dari nol, tahu usianya tidak lagi muda. Masa kejayaan sudah berlalu, dan kini dia mengandalkan Rey untuk menjaga warisan itu tetap hidup.Bagi sang kakek, pernikahan Rey adalah langkah strategis, lebih dari sekadar urusan keluarga. Kerja sama dengan keluarga pengusaha lain akan memperkuat perusahaan mereka, memastikan Astroha tetap berada di puncak. Namun, Rey, dengan status lajangnya, dianggap kurang stabil di mata mitra bisnis yang mereka targetkan.Kakek Rey menghela napas panjang, memecah keheningan yang menyelimuti ruangan. Dia bersandar di kursi dengan tongkat di pan

    Last Updated : 2025-01-03
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 8

    Setelah kakeknya pergi, Rey keluar dari ruangannya dengan langkah tenang namun tegas. Sepatu kulitnya berbunyi ringan di atas lantai marmer, menarik perhatian karyawan yang berada di area meja kerja. Semua karyawan serempak berdiri menyambut kedatangan CEO mereka. Di antara mereka, Rocky, salah satu supervisor tim, melangkah maju dan memberi salam dengan hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Rocky dengan nada formal namun penuh rasa hormat. Rey mengedarkan pandangannya ke seluruh area, matanya sekilas berhenti di meja Hana sebelum ia menjawab dengan suara yang tenang namun tegas. “Setelah pulang kerja, mari makan malam bersama untuk penyambutan karyawan baru.” Rocky, yang menangkap maksud itu, melirik cepat ke arah Hana sebelum kembali menatap Rey. “Oh, tentu, Tuan! Saya akan mengatur semuanya.” Rey mengangguk singkat. “Saya yang traktir,” tam

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 9

    Hana tertegun, matanya membesar karena keterkejutan. "Maaf, Tuan? Saya rasa saya salah dengar," katanya gugup, langkahnya secara refleks mundur sedikit. Rey tetap tenang, seolah tidak terganggu oleh reaksi Hana. Ia menghela napas panjang, memperhatikan sekeliling sebentar, lalu kembali menatapnya. "Mari kita bicara di tempat lain," ujarnya dengan nada datar namun penuh keyakinan. Hana membuka mulut hendak menolak, tetapi Rey sudah melangkah mendekat, memberikan isyarat agar ia mengikuti. Meski ragu, Hana akhirnya menurut, pikirannya penuh tanda tanya. Mereka masuk ke dalam mobil Rey, sebuah Mercedes-Benz S-Class yang terlihat mengilap di bawah lampu jalan. Suasana di dalam mobil hening, hanya diisi suara lembut musik klasik dari speaker mobil. Setelah beberapa menit berkendara, mereka tiba di sebuah kafe kecil dengan suasana hangat. Rey memesan ruang makan tertutup yang dirancang khusus untuk privasi

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 10

    Rey baru saja memasuki apartemennya yang luas dan modern, dengan pemandangan kota yang berkilauan di malam hari. Ia melepas jasnya, menggantungnya di sandaran kursi, dan duduk di meja kerjanya. Di depan Rey, tumpukan dokumen menunggu untuk diperiksa, tetapi pikirannya melayang-layang, memikirkan rencana besar yang mulai terbentuk. Saat ia baru hendak membuka salah satu dokumen, teleponnya berdering. Nama "Hana" tertera di layar. Rey melirik ponselnya, lalu menjawab dengan suara tenang. “Ya, Hana?” Ia bersandar di kursi putarnya, menunggu apa yang akan dikatakan wanita itu. Di seberang, suara Hana terdengar jelas meski sedikit gemetar, “Saya bersedia menjadi tunangan palsu Anda.” Mendengar itu, sudut bibir Rey terangkat tinggi, membentuk senyuman penuh kemenangan. Ia menunggu sejenak, menikmati momen itu sebelum menjawab, “Baiklah, akan kusiapkan kontrak kerja sama kita.”

    Last Updated : 2025-01-06
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 11

    Petang menjelang, dan suasana kantor perlahan berubah menjadi sepi. Hana dan timnya baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka hari itu. Naskah yang tengah mereka kerjakan sudah mencapai 80 persen. Dalam hati, Hana merasa bangga karena usahanya untuk terus belajar dan bertanya saat menemui kesulitan benar-benar membuahkan hasil.Rekan-rekan satu timnya pun tampak senang bekerja sama dengannya. Hana adalah tipe orang yang mau mendengarkan kritik dan menerima masukan dengan lapang dada, membuat suasana kerja menjadi lebih nyaman."Bye, Hana! Besok kita tempur lagi! Sepertinya naskah kita sudah selesai sepenuhnya besok. Semangat, ya!" seru Rocky, salah satu rekan yang terkenal enerjik, sambil melambai dengan penuh semangat."Iya, bye! Terima kasih untuk hari ini!" balas Hana ceria, melambai-lambaikan tangannya. Suaranya yang ceria menyelimuti kantor yang mulai sepi, menghangatkan suasana sebelum akhirnya Rocky dan yang lain keluar. TING!

    Last Updated : 2025-01-06
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 12

    Hana akhirnya sampai di depan gedung pencakar langit dengan logo besar bertuliskan "BG TV."Gedung itu berdiri megah, memancarkan aura arogan. Hana menatapnya dengan mata tajam, penuh kebencian. Seolah dengan pandangannya saja, ia mampu meruntuhkan seluruh bangunan.Setelah menarik napas panjang, ia melangkah masuk. Suara langkah sepatunya menggema di lantai lobby yang sepi. Tanpa ragu, ia menuju lift, menekan tombol menuju lantai tempat Juna berada.Ketika pintu lift terbuka, lantai itu masih dipenuhi beberapa karyawan yang lembur. Namun, Hana tidak peduli. Pandangannya lurus ke depan, langkahnya mantap, hingga ia berhenti di depan pintu ruangan Juna.Di luar, ia melirik sekilas meja wanita yang sering ia lihat bersama Juna, si wanita j*lang Dara. Wanita itu tampak masih menunggu, entah untuk pekerjaan atau untuk menunggu Juna.Hana tak mengetuk pintu. Ia langsung mendorongnya dengan kuat dan masuk ke dalam ruangan.Juna yang s

    Last Updated : 2025-01-07
  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 13

    Di sebuah ruangan kerja yang megah, Tuan Noh duduk di belakang meja kayu mahoni yang besar dan elegan. Di sekitarnya, rak-rak penuh buku dan penghargaan bisnis berjajar rapi, menandakan betapa panjang dan gemilang perjalanan hidupnya sebagai seorang pengusaha.Di atas meja, tergeletak sebuah berkas dengan tulisan Hana Varelly di sudutnya. Tuan Noh menyandarkan tubuhnya di kursi, tangannya perlahan membuka berkas itu. Sebuah CV sederhana terlihat di dalamnya, memuat informasi tentang seorang wanita muda dengan riwayat pendidikan dan pengalaman kerja yang tak terlalu mencolok.Namun, yang membuatnya berhenti adalah kolom data keluarga. Di sana, tertera nama Federic Varelly sebagai ayah Hana. Tatapannya berubah tajam, jari-jarinya mengetuk ringan permukaan meja.“Federic Varelly ...,” gumamnya dengan nada rendah, mengingat nama yang begitu familiar baginya. Federic adalah rekan bisnis lamanya yang dulu sangat ia hormati, seorang pria yang dikenal karena kecer

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 42

    Sebelum Rey sempat membuka mulut untuk menjawab, mobil mereka melambat, mendekati sebuah tempat dengan cahaya warna-warni yang berkelap-kelip di kejauhan.Luminaria Park.Hana langsung teralihkan. Matanya berbinar melihat area pintu masuk yang dihiasi lampu gantung berbentuk bintang dan lentera warna-warni. Ada suara musik dari wahana, tawa anak-anak, dan aroma manis dari gerai makanan di sekitar area.Begitu mobil berhenti di parkiran, Hana segera membuka pintu dan turun dengan penuh semangat. Ia berbalik, menepuk jendela mobil Rey yang belum juga keluar."Ayo, Rey!" serunya girang.Rey turun perlahan, jauh lebih santai dibandingkan Hana. Ia sempat mengusap wajahnya sejenak sebelum menutup pintu mobil dan berdiri tegak. Melihat Hana yang begitu antusias, ia hanya bisa menggeleng kecil."Seperti anak kecil saja," gumamnya pelan, tapi senyum tipis terselip di sudut bibirnya.Hana menatapnya tak sabar. Saat melihat Rey mas

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 41

    'Hubungan?' batin Hana, seketika pipinya merona lebih merah. Ia mengingat bagaimana ia bisa berakhir di apartemen Rey kemarin. Kenangan samar itu membuat jantungnya berdebar lebih kencang.Mata Hana melebar, refleks berbalik menghadap Rey. "Rey …, maafkan aku …, yang kemarin itu aku dalam pengaruh alkohol! A-aku akan tetap mematuhi peraturan kontrak hubungan palsu ini…, t-tapi…"Hana sebentar menunduk, menggigit bibirnya. Dengan suara nyaris berbisik, ia melanjutkan, "Apa kau … memakai pengaman?"Wajahnya memanas seketika. Ia bahkan terpejam mengatakannya, matanya mengerut lebih rapat karena menahan malu, sementara jemarinya memilin ujung blouse-nya tanpa sadar.Rey berdecih kecil. Kedua sudut bibirnya sedikit tertarik, matanya menyipit penuh godaan. Bahunya bahkan sedikit bergetar menahan tawa.Dengan langkah tenang, Rey mendekat, mencondongkan tubuhnya hingga bibirnya nyaris menyentuh telinga Hana. Suaranya terdengar rendah dan berbahay

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 40

    Break syuting akhirnya tiba. Kru dan para pemain berbondong-bondong menuju meja tempat makanan kotak dibagikan. Suasana sedikit riuh dengan suara mereka yang bercengkerama, membahas adegan yang baru saja mereka lakukan atau sekadar mengeluhkan betapa panasnya cuaca hari ini. Hana ikut mengambil jatahnya. Begitu membuka kotak, ia melihat deretan sushi tertata rapi di dalamnya. Alisnya mengernyit sejenak sebelum beralih ke pilihan lainnya, bulgogi. "Ah, ini sushi. Aku tak suka," gumamnya, lalu segera mengganti pilihannya dengan bulgogi. Ia pun beranjak pergi menuju meja tempat teman-temannya duduk, tanpa sadar bahwa seseorang berdiri tak jauh darinya. Juna. Pria itu juga baru saja mengambil makan siangnya, tanpa sengaja berdiri di samping Hana saat memilih. Tatapannya mengikuti sosok wanita itu yang pergi tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Ia menurunkan pandangan ke kotak sushi di tangannya, m

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 39

    Dara berjalan keluar dari toilet dengan langkah cepat, napasnya memburu menahan amarah yang bergolak di dadanya. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, jari-jarinya gemetar akibat emosi yang nyaris tak bisa ia kendalikan. Hana. Perempuan itu benar-benar berani menantangnya! Dengan wajah kesal, pandangan Dara menyapu lokasi syuting, mencari sosok yang bisa melampiaskan emosinya. Matanya dengan cepat menangkap keberadaan Juna yang masih berdiri di tempat yang sama, bersandar santai pada pagar pembatas area syuting. Namun, yang membuat darah Dara semakin mendidih adalah arah tatapan Juna, pria itu sedang memperhatikan Hana dari kejauhan. Hana, yang berjalan di antara kru dan tim produksi, tampak tidak peduli dengan keberadaan mereka berdua. Ia sibuk berbicara dengan rekan-rekannya, fokus pada pekerjaannya, seolah Juna bukan siapa-siapa lagi baginya. Dada Dara naik turun dengan cepat. Napasnya tersengal menah

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 38

    Setibanya di lokasi syuting, Hana langsung mencari rekan-rekan satu timnya. Area itu sudah dipenuhi oleh kru produksi yang sibuk mempersiapkan peralatan dan memastikan semua berjalan lancar. Beberapa anggota tim agensi tengah mengurus artis mereka, ada yang membantu wardrobe, memastikan kostum para pemeran sesuai dengan karakter mereka, ada pula yang bertanggung jawab dalam makeup dan hairstyling, membuat para aktor dan aktris tampak sempurna di depan kamera. Yang lain sibuk berkoordinasi dengan sutradara dan manajer produksi, mengatur jadwal syuting, serta memastikan kebutuhan para artis terpenuhi. Hana, sebagai penulis, memiliki tugasnya sendiri. Ia berdiri di dekat monitor, memperhatikan bagaimana adegan demi adegan diambil, memastikan dialog yang diucapkan para pemeran sesuai dengan naskah yang telah ia susun. Ia juga mengamati latar belakang, set dekorasi, dan properti yang disorot kamera, semua harus sesuai dengan kon

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 37

    Lift pun berhenti di lantai demi lantai, mengurangi jumlah orang di dalamnya. Perlahan suasana menjadi lebih lenggang, memberi ruang untuk bergerak.Rey tentu saja langsung menarik diri dari Hana begitu ada celah. Ia kembali berdiri tegak di sampingnya dengan sikap santai, seolah tidak pernah terjadi apa pun.Sementara itu, Hana menundukkan kepala. Wajahnya terasa panas, bahkan telinganya pun ikut memerah. Ia masih bisa merasakan hawa tubuh Rey begitu dekat tadi.Napasnya belum sepenuhnya stabil, dan jari-jarinya tanpa sadar memilin ujung blouse-nya, sebuah kebiasaan yang selalu ia lakukan saat gugup.Rey, di sisi lain, tampak menikmati ekspresi canggung yang ditunjukkan Hana. Bahkan, senyum tipis masih tersungging di bibirnya, meski samar.Ketika akhirnya lift sampai di lantai yang dituju, mereka berdua keluar tanpa kata. Rey berjalan lebih dulu, langkahnya tegap dan penuh percaya diri, meninggalkan Hana yang masih berusaha menenangkan d

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 36

    Rey sudah duduk di dalam mobilnya, baru saja berhenti di depan lobi apartemen. Tangannya terangkat untuk melihat jam. Tepat sepuluh menit.Dari kaca depan, ia melihat Hana berlari kecil mendekat dengan napas terengah-engah, wajah polos tanpa riasan. Begitu masuk ke dalam mobil, Hana langsung bersandar lega, tangannya menekan dadanya, masih berusaha menstabilkan napasnya yang tersengal.Rey menoleh dan menatapnya diam-diam. Lalu tanpa peringatan, tubuhnya condong lebih dekat, wajahnya mendekati wajah Hana.Hana terkesiap, punggungnya otomatis menegang."T-Tuan...," rintihnya lirih, tangannya meremas jok mobil dengan gugup.Jarak di antara mereka semakin menipis. Hana bahkan bisa merasakan hembusan napas Rey begitu dekat. Jantungnya berpacu liar, pikirannya mulai dipenuhi berbagai kemungkinan.Namun, alih-alih melakukan sesuatu seperti yang Hana pikirkan, Rey hanya mengulurkan tangannya untuk ... memakaikan sabuk pengaman.

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab 35

    Hana berdiri terpaku di depan cermin, matanya menelusuri bayangannya sendiri dengan ekspresi campur aduk, kaget, panik, dan frustasi.Bajunya masih sama seperti semalam, kusut dan berantakan. Bahkan kancing atasnya terbuka lebar."Astaga!"Tangannya refleks menutup bagian depan bajunya sambil menggigit bibir. Ia benar-benar tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi semalam. Dan sekarang, ia harus segera berangkat kerja, tapi ...Ia tidak membawa baju ganti!Hana mengacak-acak rambutnya sendiri, frustasi. Kalau dia datang ke kantor dengan pakaian ini, teman-temannya pasti langsung curiga!"Mampus aku ..." gumamnya pelan.Tidak ada pilihan lain. Mau tak mau, ia harus meminta izin terlambat pada Rey.Hana melirik ke arah ruang ganti, menunggu Rey selesai berganti pakaian. Tangannya sibuk menyisir rambutnya dengan gelisah, berharap setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti orang yang baru mengalami kejadian ... men

  • Ditinggal Suami, Dinikahi CEO   Bab. 34

    Hana menatap Rey yang berada di atasnya, tetapi dalam pikirannya yang sudah kacau karena alkohol, ia mengira ini hanya mimpi.Alih-alih panik atau terkejut, ia justru tersenyum samar, lalu dengan tangan yang masih lemas, ia meraih dasi Rey dan menariknya perlahan. Rey sempat membelalak, tapi tak segera bergerak. Jarak di antara mereka semakin mengecil, hingga ia bisa merasakan napas hangat Hana menyentuh kulitnya.Hana memainkan ujung dasi itu dengan jemarinya, melonggarkan ikatan dasi di leher Rey sebelum terkekeh."Santailah, Tuan ...," bisiknya dengan suara bergetar. "Ups, maksudku ... Rey. Kau bilang kita harus santai saat berdua, kan?"Rey diam, tatapannya mengunci ke wajah wanita di depannya ini. Bibir Hana yang lembap masih bergerak, terus meracau dalam gumaman yang nyaris seperti bisikan.Setiap ekspresi yang Hana tunjukkan sekarang terasa begitu jujur. Tawanya, caranya berbicara, semua tanpa filter. Menampilkan sisi lai

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status