"Mak kan sudah bilang menerima lamaran, masa mau dibatalin, apa nggak kasihan sama anakmu yang manisnya kebangetan ini. Lagipula kan emak sudah ngasih restu?" Raya menggerutu."Ya, Karena emak malu punya anak gadis yang udah mau nikah tapi masih saja pecicilan nggak jelas kayak begini," keluh Bu Hartati sambil berlalu."Iya, bener bi, batalin aja," Nita ikut mengompori.Mendengar pembelaan Nita untuk ibunya, mata Raya membulat sempurna. Tak lama, ia menarik tangan Nita, menyeretnya kedapur."Lebih baik kau bantu aku kocok telurnya, siapa tahu setelah aku menikah kau akan menyusul.""Ogah. Kau yang disuruh kenapa harus aku yang mengerjakan!""Karena kau adalah sahabat baikku. Seorang sahabat kan harus membagi kesusahannya. Benarkan?" Bujuk Raya sambil tersenyum lebar."Dasar, giliran susah aja kau bagi padaku, pas lagi seneng, kau ngilang dari peredaran. Bahkan bayangan hilalnya saja tidak tampak," cibir Nita sambil mencebik kesal pada Raya.****Alex terpaku menatap laptop di hadapann
"Aku akan menikah, jadi mungkin aku tak bisa lagi selalu ada untukmu. Maaf, ada perasaan calon istriku yang harus kujaga," entah mengapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya, karena tak lama Alex terlihat mengigit bibirnya. Seolah tak yakin jika ia bisa mengatakan kalimat seperti itu dihadapan Stella."Oh maaf, aku bisa mengerti. Tapi, bisakah hubungan kita dekat seperti ini setelah kau menikah nanti?" Bujuk Stella.***Cukup lama Alex terdiam, tatapan mata Stella yang selalu membuatnya luluh, kini sekuat tenaga dihindarinya. Membuat dada pemuda itu turun naik karena berusaha mengontrol perasaannya.Stella masih menatap Alex, menunggu jawaban darinya. Melihat reaksi Alex yang tak biasa membuat gadis itu berjalan mendekat.Tangan Stella meraih kerah baju Alex dan merapikannya. Tak lama tangan itu turun ke dasinya, hal yang sama ia lakukan lagi, merapikannya hingga akhirnya, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang pemuda itu."Entah mengapa, aku merasa akan kehilangan dirimu. Apa kau
Tubuh Stella akhirnya menghilang di balik pintu itu, ia sudah pergi meninggalkan Alex yang masih terpaku menatap pintu."Kau benar, Stella. Kita hanya bisa jadi teman saja. Tak lebih. Selama ini aku sangat bodoh karena terlalu mengharapkan balasan cinta darimu dan mengharapkan dirimu menjadi milikku, meskipun aku tahu, cintamu tak akan pernah bisa kugapai," lirih Alex.***Satu bulan kemudian."Impianmu menikahi pria kaya akhirnya terkabul juga. Aku iri denganmu, nggak nyangka gadis menyebalkan dan perhitungan seperti dirimu bisa punya nasib yang beruntung seperti ini," ucap Nita sambil melihat Mbak Ningsih, seorang Makeup artist yang sibuk merias wajah Raya."Maaf ya, nasibku memang beruntung," balas Raya terkekeh."Tapi, aku senang kau nikah sama si bule kesasar itu daripada Mas Dhani yang pengkhianat itu.""Jangan lupa bikin video akad nanti yang bagus trus dishare yang banyak biar si pengkhianat itu menyesal karena melepaskan Raya yang manis dan imut imut ini," cicit Raya membuat
"Hanya kau saja yang tiba tiba teringat makanan dihari pernikahan. Biasanya pengantin itu mengulas senyum manis, berusaha meninggalkan kesan bahagia di hari spesial. Sedang kau, malah sibuk mikirin empek-empek. Kadang aku berpikir, benarkah keputusanku menikahi gadis aneh dan menyebalkan seperti dirimu ini? Ah, sudahlah tak ada gunanya juga aku bicara," sungut Alex sambil melirik Raya yang masih memamerkan deretan giginya itu.****"Ah, aku lelah."Raya menguap lebar saat hendak mencuci wajahnya. Dengan langkah terseret ia menuju kamar mandi rumahnya, tak lupa sekalian membawa handuk dibahunya."Kau mau mandi, nak?" Tanya Bu Hartati yang tak sengaja berpapasan dengan putrinya."Iya mak, cape. Mana badanku bau dan lengket karena keringat.""Ya sudah sana, cepetan. Langsung mandi, jangan sambil nyanyi, ngayal atau semedi dulu didalam. Takut suami mu kelamaan nunggu atau mau pakai kamar mandinya juga.""Iya."" ... lagian emak kok sekarang mirip kayak mertua bawel di sinetron cumi tengku
"Dan kau Raya, layani Alex dengan baik ya," lanjut Bu Hartati lagi, sambil berlalu meninggalkan anak perempuannya yang masih terlihat bengong."Mereka ngomong apa sih? Ngasah pisau? Ngos-ngosan, emangnya ada yang mau tawuran? Ah sudahlah, mending aku pakai skincare malam dulu. Biar wajah glowing. Agar kecantikan dan parasku yang imut-imut ini tak lekang dimakan waktu, he ... he ...!"Raya berjalan menuju kamarnya yang berada tepat diantara ruang tamu dan kamar Rifky, adiknya, yang sementara ditempati oleh Bu Sekar dan Pak Bambang, bapak dan ibu mertuanya yang memilih menginap di rumah mereka.****Rumah Bu Hartati masih sedikit ramai karena hajatan pernikahan Raya. Masih tampak beberapa orang yang Asyik mengobrol di ruang tamu termasuk Pak Bambang, bapak mertuanya. Membuat Raya sedikit sungkan dan memilih cepat cepat masuk ke kamarnya.Tangan rampingnya membuka lemari pakaian miliknya dan mengambil sebuah piyama tidur. Mengganti baju handuk yang dipakainya dengan piyama kesukaannya be
Pagi akhirnya menjelang, matahari mulai memancarkan sinarnya ketika Raya membuka jendela kamarnya. Ia melirik Alex yang masih tenggelam dalam mimpinya. Membuatnya menarik selimut yang dipakai pemuda itu.Raya merenggang tubuhnya, pagi ini ia bangun sedikit kesiangan, karena lelah akibat acara akad nikah dan dilanjut dengan acara resepsi sederhana dirumahnya semalam, membuat tidurnya sangat lelap.Yah, sebuah resepsi sederhana yang diminta Raya. Gadis itu beralasan jika hajatan sederhana sudah cukup untuk memberitahu para tetangga jika ia sudah menikah, lagipula ia merasa tak enak jika menggelar resepsi mewah dikampungnya karena mertuanya sudah berjanji akan menggelar sebuah resepsi mewah di Jakarta. "Ayo cepat bangun! Sudah pagi, apa kata emakku kalau melihat menantunya masih ngorok seperti ini?" Hardik Raya."Ah, kau sangat berisik, nona!" Ketus Alex sambil menutup kepalanya dengan bantal."Ayo bangun, dasar pemalas!""Argghh!""Kau bilang aku pemalas. Kau yang berisik!""Ya sudah j
"Aku suka Sambal Pete, Gulai Tempoyak dan Pindang Ikan Patin seperti ini. Rasanya segar. Jadi ingat dulu pernah makan di rumah salah seorang teman. Kebetulan ia juga berasal dari Palembang." Bu Sekar mengomentari masakan khas Palembang itu."Ah, syukurlah. Tadinya saya takut ibu nggak suka. Karena disini makanan ini adalah menu favorit kami," balas Bu Hartati."Hmm ... Kelihatannya enak?" Lanjut Bu Sekar."Tentu bu, ayo kita sarapan dulu," ajak Bu Hartati."Ah iya."Alex keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Pemuda itu terpaksa mencuci rambutnya untuk menutupi kebohongan perihal malam pertamanya. Ia malas jika harus meladeni kicauan Ibunya jika mendapatinya tidak mandi besar.Sesuai dengan perkiraan, semua orang masih mengulum senyum kala ia melintas, membuat rasa kesalnya menjadi, dengan langkah cepat ia meninggalkan mereka yang masih terus menatapnya.***"Ah, lama lama aku bisa stres kalau begini," rutuknya.Raya masih duduk diatas ranjang ketika Alex kembali masuk keda
"Ya tuhan, ampuni kesalahanku. Entah mengapa aku bisa memiliki istri limited edition dan menyebalkan seperti ini?" Sungut Alex sambil terus masuk kedalam kamar Raya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memejamkan matanya.****"Apa kau baru saja mengatakan sesuatu?" Tanya Raya yang tak ada sengaja mendengar ucapan Alex.Alex bangkit dari ranjang, ia menatap Raya sambil mendengkus kesal, niatnya untuk beristirahat terpaksa harus di tunda karena ia yakin jika istrinya tak akan membiarkannya tidur dengan tenang sebelum meladeninya berdebat."Iya aku bilang kau sangat lucu, seperti Doraemon. Kenapa kau tak suka?""Benarkah? Ah, itu artinya kau mengataiku gendut. Doraemon kan si kucing besar, aku nggak suka.""Itu lebih bagus dari pada Patrick yang kepalanya runcing itu.""Patrick itu Bintang laut, tentu saja kepalanya runcing. Kalau kotak namanya Spongebob, dan itu kau.""Ke-kenapa aku kau samakan dengan si kuning kepala kotak itu?""Iya, karena kau tidak bisa membedakan mana Do