"Aku belum mendengar keputusanmu?""Asal kau mengabulkan satu keinginanku. Maka lamaranmu akan kuterima.""Baik, tapi sebelum itu, bisa kau ceritakan alasannya mengapa kau terus saja mendesakku agar menerima perjodohan ini?"" ... Setelah itu, baru aku katakan padamu apa keinginanku," jelas Raya.****Palembang, satu minggu kemudian."Apa kau menerima lamaran ini, Raya?"Bu Hartati memandang Raya, putri sulungnya, dengan pandangan menusuk seolah menunggu jawaban tegas darinya . Raya menelan ludah, karena tak biasanya ibunya bersikap seperti ini padanya.Bu Sekar ditemani suami keduanya, Pak Bambang dan tentu saja Alex, kini sudah berada di rumahnya. Meskipun sudah mengetahui niat dan kedatangan mereka dari Raya seminggu yang lalu, tetap saja membuat Bu Hartati terkejut karena tak menyangka calon besannya ternyata lebih kaya dari Pak Sugih. Orang terkaya dikampungnya.Mata Alex mendelik tajam pada Raya, semakin menambah rasa gugup gadis itu. Tak lama, Bu Sekar juga ikut menatapnya. Men
"Mak kan sudah bilang menerima lamaran, masa mau dibatalin, apa nggak kasihan sama anakmu yang manisnya kebangetan ini. Lagipula kan emak sudah ngasih restu?" Raya menggerutu."Ya, Karena emak malu punya anak gadis yang udah mau nikah tapi masih saja pecicilan nggak jelas kayak begini," keluh Bu Hartati sambil berlalu."Iya, bener bi, batalin aja," Nita ikut mengompori.Mendengar pembelaan Nita untuk ibunya, mata Raya membulat sempurna. Tak lama, ia menarik tangan Nita, menyeretnya kedapur."Lebih baik kau bantu aku kocok telurnya, siapa tahu setelah aku menikah kau akan menyusul.""Ogah. Kau yang disuruh kenapa harus aku yang mengerjakan!""Karena kau adalah sahabat baikku. Seorang sahabat kan harus membagi kesusahannya. Benarkan?" Bujuk Raya sambil tersenyum lebar."Dasar, giliran susah aja kau bagi padaku, pas lagi seneng, kau ngilang dari peredaran. Bahkan bayangan hilalnya saja tidak tampak," cibir Nita sambil mencebik kesal pada Raya.****Alex terpaku menatap laptop di hadapann
"Aku akan menikah, jadi mungkin aku tak bisa lagi selalu ada untukmu. Maaf, ada perasaan calon istriku yang harus kujaga," entah mengapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya, karena tak lama Alex terlihat mengigit bibirnya. Seolah tak yakin jika ia bisa mengatakan kalimat seperti itu dihadapan Stella."Oh maaf, aku bisa mengerti. Tapi, bisakah hubungan kita dekat seperti ini setelah kau menikah nanti?" Bujuk Stella.***Cukup lama Alex terdiam, tatapan mata Stella yang selalu membuatnya luluh, kini sekuat tenaga dihindarinya. Membuat dada pemuda itu turun naik karena berusaha mengontrol perasaannya.Stella masih menatap Alex, menunggu jawaban darinya. Melihat reaksi Alex yang tak biasa membuat gadis itu berjalan mendekat.Tangan Stella meraih kerah baju Alex dan merapikannya. Tak lama tangan itu turun ke dasinya, hal yang sama ia lakukan lagi, merapikannya hingga akhirnya, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang pemuda itu."Entah mengapa, aku merasa akan kehilangan dirimu. Apa kau
Tubuh Stella akhirnya menghilang di balik pintu itu, ia sudah pergi meninggalkan Alex yang masih terpaku menatap pintu."Kau benar, Stella. Kita hanya bisa jadi teman saja. Tak lebih. Selama ini aku sangat bodoh karena terlalu mengharapkan balasan cinta darimu dan mengharapkan dirimu menjadi milikku, meskipun aku tahu, cintamu tak akan pernah bisa kugapai," lirih Alex.***Satu bulan kemudian."Impianmu menikahi pria kaya akhirnya terkabul juga. Aku iri denganmu, nggak nyangka gadis menyebalkan dan perhitungan seperti dirimu bisa punya nasib yang beruntung seperti ini," ucap Nita sambil melihat Mbak Ningsih, seorang Makeup artist yang sibuk merias wajah Raya."Maaf ya, nasibku memang beruntung," balas Raya terkekeh."Tapi, aku senang kau nikah sama si bule kesasar itu daripada Mas Dhani yang pengkhianat itu.""Jangan lupa bikin video akad nanti yang bagus trus dishare yang banyak biar si pengkhianat itu menyesal karena melepaskan Raya yang manis dan imut imut ini," cicit Raya membuat
"Hanya kau saja yang tiba tiba teringat makanan dihari pernikahan. Biasanya pengantin itu mengulas senyum manis, berusaha meninggalkan kesan bahagia di hari spesial. Sedang kau, malah sibuk mikirin empek-empek. Kadang aku berpikir, benarkah keputusanku menikahi gadis aneh dan menyebalkan seperti dirimu ini? Ah, sudahlah tak ada gunanya juga aku bicara," sungut Alex sambil melirik Raya yang masih memamerkan deretan giginya itu.****"Ah, aku lelah."Raya menguap lebar saat hendak mencuci wajahnya. Dengan langkah terseret ia menuju kamar mandi rumahnya, tak lupa sekalian membawa handuk dibahunya."Kau mau mandi, nak?" Tanya Bu Hartati yang tak sengaja berpapasan dengan putrinya."Iya mak, cape. Mana badanku bau dan lengket karena keringat.""Ya sudah sana, cepetan. Langsung mandi, jangan sambil nyanyi, ngayal atau semedi dulu didalam. Takut suami mu kelamaan nunggu atau mau pakai kamar mandinya juga.""Iya."" ... lagian emak kok sekarang mirip kayak mertua bawel di sinetron cumi tengku
"Dan kau Raya, layani Alex dengan baik ya," lanjut Bu Hartati lagi, sambil berlalu meninggalkan anak perempuannya yang masih terlihat bengong."Mereka ngomong apa sih? Ngasah pisau? Ngos-ngosan, emangnya ada yang mau tawuran? Ah sudahlah, mending aku pakai skincare malam dulu. Biar wajah glowing. Agar kecantikan dan parasku yang imut-imut ini tak lekang dimakan waktu, he ... he ...!"Raya berjalan menuju kamarnya yang berada tepat diantara ruang tamu dan kamar Rifky, adiknya, yang sementara ditempati oleh Bu Sekar dan Pak Bambang, bapak dan ibu mertuanya yang memilih menginap di rumah mereka.****Rumah Bu Hartati masih sedikit ramai karena hajatan pernikahan Raya. Masih tampak beberapa orang yang Asyik mengobrol di ruang tamu termasuk Pak Bambang, bapak mertuanya. Membuat Raya sedikit sungkan dan memilih cepat cepat masuk ke kamarnya.Tangan rampingnya membuka lemari pakaian miliknya dan mengambil sebuah piyama tidur. Mengganti baju handuk yang dipakainya dengan piyama kesukaannya be
Pagi akhirnya menjelang, matahari mulai memancarkan sinarnya ketika Raya membuka jendela kamarnya. Ia melirik Alex yang masih tenggelam dalam mimpinya. Membuatnya menarik selimut yang dipakai pemuda itu.Raya merenggang tubuhnya, pagi ini ia bangun sedikit kesiangan, karena lelah akibat acara akad nikah dan dilanjut dengan acara resepsi sederhana dirumahnya semalam, membuat tidurnya sangat lelap.Yah, sebuah resepsi sederhana yang diminta Raya. Gadis itu beralasan jika hajatan sederhana sudah cukup untuk memberitahu para tetangga jika ia sudah menikah, lagipula ia merasa tak enak jika menggelar resepsi mewah dikampungnya karena mertuanya sudah berjanji akan menggelar sebuah resepsi mewah di Jakarta. "Ayo cepat bangun! Sudah pagi, apa kata emakku kalau melihat menantunya masih ngorok seperti ini?" Hardik Raya."Ah, kau sangat berisik, nona!" Ketus Alex sambil menutup kepalanya dengan bantal."Ayo bangun, dasar pemalas!""Argghh!""Kau bilang aku pemalas. Kau yang berisik!""Ya sudah j
"Aku suka Sambal Pete, Gulai Tempoyak dan Pindang Ikan Patin seperti ini. Rasanya segar. Jadi ingat dulu pernah makan di rumah salah seorang teman. Kebetulan ia juga berasal dari Palembang." Bu Sekar mengomentari masakan khas Palembang itu."Ah, syukurlah. Tadinya saya takut ibu nggak suka. Karena disini makanan ini adalah menu favorit kami," balas Bu Hartati."Hmm ... Kelihatannya enak?" Lanjut Bu Sekar."Tentu bu, ayo kita sarapan dulu," ajak Bu Hartati."Ah iya."Alex keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Pemuda itu terpaksa mencuci rambutnya untuk menutupi kebohongan perihal malam pertamanya. Ia malas jika harus meladeni kicauan Ibunya jika mendapatinya tidak mandi besar.Sesuai dengan perkiraan, semua orang masih mengulum senyum kala ia melintas, membuat rasa kesalnya menjadi, dengan langkah cepat ia meninggalkan mereka yang masih terus menatapnya.***"Ah, lama lama aku bisa stres kalau begini," rutuknya.Raya masih duduk diatas ranjang ketika Alex kembali masuk keda
"Terima kasih kau sudah bekerja keras untukku selama ini, jika perasaanku sudah lebih baik. Aku akan segera kembali, saat itu kau ambil semua kontrak. Aku tak akan menolaknya." Ujar Stella lalu menutup teleponnya."Maaf, tapi yang kubutuhkan saat ini adalah menjauh, karena jika aku tetap melihat Alex dan Raya bersama, akan membuatku sulit untuk bertahan. Aku butuh waktu untuk melepas segala beban ini dan menerima semua kenyataan ini." Aku butuh ketenangan untuk menata hidupku kembali." Bisik Stella hampir tak terdengar.****Tiga minggu kemudian."Kau benar- benar akan pergi?" Tanya Alex pada Arya, kakak tirinya. Ia sengaja datang ke rumah keluarga Pak Bambang. Untuk memastikan ucapan ibunya yang mengatakan bahwa Arya akan berangkat ke Australia, awal bulan depan."Iya, aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku disana." Jelas Arya membenarkan pernyataan Alex."Kapan kau akan pergi?" "Minggu depan." Jawab Arya."Kau pergi bukan karena menyerah, bukan?""Anggap saja itulah a
Maaf, Kita Sudah MantanWajah mereka saling berhadapan satu sama lain, rona kemerahan nampak dipipi Raya, rasa malu membuat gadis itu memalingkan wajahnya, melihat sikap Raya yang masih malu, Alex membelai lembut pipi wanitanya."Aku ingin memiliki anak darimu, bisakah kita memulainya malam ini," goda Alex."Kau memang pria mes*m, entah mengapa aku bisa mencintaimu." Balas Raya tersenyum.***Tiga hari sudah Alex berada dirumah mertuanya, dan hari ini mereka akan kembali ke Jakarta, karena pekerjaan Alex yang sudah menunggu. Ada rasa haru ketika Bu Hartati melepas kepergian anak dan menantunya. Namun, setidaknya ia tak perlu khawatir lagi, karena Alex sudah berjanji akan menjaga dan membahagiakan putrinya seumur hidup.Tangan Bu Hartati melambai begitu Alphard hitam itu bergerak dan semakin menjauh, duduk dikursi belakang ada Alex yang berdampingan dengan Raya, sementara Pak Budi duduk dibelakang kursi kemudi. Perjalanan belasan jam akhirnya dilewati tanpa terasa karena rona bahagia
[Aku mencintai Raya. Tolong jangan mengganggunya lagi.]Kalimat itu terdengar sangat tegas diucapkan Alex. Membuat Arya mengerti jika ia tak akan pernah bisa bersaing dengan Alex. Ia pasrah jika akhirnya harus melepas Raya kembali pada Alex.Arya membuka laci meja kerjanya dan melirik pasport yang ada didalamnya. Tangannya kemudian meraih pasport itu dan menatapnya cukup lama."Mungkin sudah saatnya bagiku untuk mencari seseorang yang benar-benar bisa menerimaku." Lirihnya pelan.***Alphard hitam menepi tepat didepan pagar rumahnya. Deru mobil itu masih terdengar, tak lama nampak ada seorang pria yang keluar dari arah pintu kemudi, lalu berputar arah, mengeluarkan sebuah travel bag dan koper.Raya dan Bu Hartati masih memperhatikannya, sinar lampu tak cukup terang untuk melihat siapa gerangan yang baru saja keluar dari sana. Rasa penasaran membuat Bu Hartati fokus menatap pria itu."Mobil siapa itu?" Bu Hartati mengulang pertanyaannya, tanpa menoleh."Entahlah, aku tak tahu, mak. Tap
"Kau ada disini, Raya? Mak pikir kau sudah tidur, nak?"Sapaan Bu Hartati membuat Raya sedikit terkejut, refleks ia menoleh kearah ibunya yang berdiri di bibir pintu lalu duduk di sebelahnya, di kursi rotan panjang ini."Belum.""Apa hubunganmu dengan Alex, masih bermasalah?" Tanya Bu Hartati pada putrinya.***"Sedikit," jawab Raya."Kau mau cerita pada emakmu ini, nak?"Raya menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan ibunya. Ada rasa terharu dalam hatinya atas pertanyaan ibunya. Membuat perasaan saat ini sedikit lebih baik."Alex dan aku memang menikah karena suatu alasan. Kami bertemu pertama kali di ..." Raya mulai menceritakan awal mula pertemuan mereka hingga akhirnya sepakat untuk menikah. Sesekali gadis itu terdiam, dan mengigit bibirnya, kala ia harus menceritakan bagaimana selama pernikahan, mereka tidak pernah berbagi tempat tidur.Bu Hartati menggelengkan kepalanya tatkala mendengar penjelasan putrinya. Ada rasa iba saat ia menatap ke wajah anak sulungnya itu. Sorot ma
"Aku hanya kau tidak ingin melewatkan kesempatanmu untuk menjadi lebih bersinar. Karirmu sedang bagus saat ini. Cobalah untuk berpikir ulang dan mempertimbangkannya lagi."Stella menghela nafas panjang, ia tahu akan sulit baginya untuk menolak keinginan managernya. Hanya saja saat ini yang diperlukan olehnya adalah menyembuhkan luka hatinya."Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya lagi, tapi jika nanti keputusanku sudah final, kuharap kau bisa menerimanya." Ujar Stella lalu memutuskan sambungan teleponnya.****Mata Bu Hartati mendelik tajam pada Raya, putri sulungnya yang baru saja tiba lima menit yang lalu dari Jakarta. Tatapan wanita berusia empat puluh tahunan itu terasa menghujam seakan mengetahui alasan dibalik kepulangan putrinya. Meski dalam hati sebenarnya ia gembira karena Raya pulang mengunjunginya tetap saja ia tak bisa menepis rasa kecewanya akan sebuah kebohongan.Dua hari yang lalu, Bu Sekar, besannya telah meneleponnya dan membeberkan alasan dibalik pernikahan mereka, i
"Aku dalam perjalanan ke Palembang." Lapor Alex pada istrinya begitu panggilan teleponnya tersambung. Tak lama, wajah Alex nampak mendengkus kesal, karena lagi lagi Raya memutus sambungan teleponnya."Dasar kepala runcing. Entah mengapa aku bisa jatuh cinta dan menikahi wanita keras kepala seperti dirinya." Rutuk Alex yang langsung di sambut gelak tawa oleh Pak Budi."Jangan tertawa, pak." Sungut Alex kesal."Maaf, tapi aku tak bisa menahan tawa," ucap Pak Budi lalu menghentikan tawanya."Jangan kesal. Wanita memang seperti itu. Kita para laki-laki yang harus mengerti dan berjiwa besar menerima sikap mereka yang kadang kadang absurb dan membuat kesal. Istri saya juga sering marah pada saya tanpa alasan yang jelas." "Istri saya, kalau sudah kelihatan gelagatnya mau marah, saya langsung menyingkir pak. Soalnya bisa panjang urusannya. Apalagi kalau sudah mengomel. Wah, alamat tidur sama guling di luar saya pak," gurau Pak Budi sambil tetap fokus dengan kemudinya."Biasanya apa yang bisa
"Itu biasa terjadi, karena Mas Alex panik. Maka, hal kecil dan terlihat sepele bisa terlupa.""Mungkin saja kau benar. Terima kasih karena sudah membantuku dan maaf, jika aku sudah mengganggu waktu istirahatmu." Tutur Alex."Sama sama dan cobalah untuk menelponnya lagi. Siapa tahu kali ini Raya akan menjawabnya." Winda mencoba memberi saran.****Raya memandang ke luar jendela. Pemandangan malam yang gulita kini menghampirinya. Sesekali tampak kerlipan lampu jalan, membuat perjalanan pulangnya terasa syahdu. Rasa rindu kepada keluarga membuatnya tak sabar ingin segera bertemu dengan keluarganya.Malam kini semakin larut, Raya melirik layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sebelas tiga puluh malam, ada puluhan notifikasi panggilan telepon masuk ke ponselnya yang tidak disadarinya. Sejak keluar dari rumah Alex, ia mengaktifkan mode senyap (silent) pada ponselnya.Sepanjang perjalanan Raya hanya diam, membuang pandangan keluar jendela, menikmati pemandangan malam, di sebelahnya dud
"Tak apa. Jadikan itu sebagai pelajaran untukmu. Jika suatu saat nanti ada pemuda yang jatuh cinta padamu, kau bisa lebih menghargainya." Ujar Arya bijak.Stella tersenyum getir mendengarnya. Tak lama, ia kembali menuangkan wine yang tersisa di botol ke dalam gelas, lalu dengan cepat, tanpa sempat dicegah, ia meminumnya sampai habis. ***"Hidupku terasa menyedihkan. Aku ditolak oleh orang yang selama bertahun tahun, perasaan cintanya kuabaikan. Rasanya tak akan ada lagi yang bisa mencintaiku seperti dirinya dulu." Isak Stella lirih.Lama Arya terdiam, karena tak tahu bagaimana harus bersikap atas pernyataan Stella barusan. Stella meliriknya seakan menunggu reaksinya. Karena merasa Arya mengacuhkan pernyataannya, akhirnya membuat Stella berdiri dan mengambil sebotol Red wine lagi dari dalam lemari kaca yang berada tak jauh darinya."Jangan minum lagi," Arya berusaha mencegah ketika melihat Stella memegang alat pembuka tutup botol."Kau tak perlu cemas. Aku tak akan mabuk." Stella terk
"Bu Raya bilang jika nanti bapak pulang, tolong masuk ke kamarnya."Setelah mendengar pesan yang disampaikan Pak Anton, Alex langsung membuka kunci rumahnya dan langsung berjalan menuju ke kamar Raya. Perasaan gelisah bercampur dengan rasa penasaran membuat Alex lupa untuk menelpon Raya dan bertanya langsung padanya. Tangan Alex nampak jelas sedikit gemetar begitu membuka pintu kamar Raya. Matanya menjelajahi tiap sudut ruangan. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah amplop berwarna putih di atas nakas.***Drrtttt!Ponsel Arya bergetar, tepat disaat ia baru saja hendak keluar dari ruang kerjanya. Dengan cepat tangannya merogoh ponselnya dari dalam saku jasnya.Raut wajah Arya seketika berubah ketika melihat nama yang tertera dilayar pipih itu. Sebuah pesan singkat yang dikirim Stella padanya. Pesan yang berisi agar ia bisa datang ke apartemen gadis itu.Arya meraih tas kerjanya lalu keluar dari ruangannya. Ia melirik sekretarisnya yang masih merapikan mejanya, lalu berjalan menuju temp