Dari kejauhan, Raya melihat semua kejadian tadi, mata gadis itu berbinar mendengar apa yang baru saja diucapkan Alex. Ia tak menyangka jika Alex berani mengakui keberadaannya, meskipun hanya untuk mengusir para wartawan."Kau semakin membuatku bimbang, tuan!" Bisik Raya.***Dua hari kemudian."Minggu depan aku akan pulang kampung, Win," ucap Raya pada teman satu kostnya ini."Pulang?""Ho-oh!" Jawab Raya sambil meletakkan kresek plastik hitam yang berisi dua bungkus Nasi Padang ini dari tangannya."Masalah lamaran itu?" Ucap Winda sambil membuka plastik hitam yang dibawa Raya."Iya," jawab Raya pendek."Wah, Nasi Padang yah? Enak nih, tahu aja kalau aku pengen makan rendang.Kedua gadis itu membuka bungkusan Nasi Padang lalu melahapnya, tak hanya nasi, sekotak pizza yang dibawa Winda juga menemani menu makan malam mereka.Mereka makan malam sambil duduk di sebuah bangku kayu panjang yang ada di depan kamar Winda sambil menikmati keindahan langit malam yang bertabur bintang, beberapa
"Ngapain kau datang kesini?"Bukannya menjawab Alex menarik tangan Raya dan memintanya duduk di bangku panjang yang ada didepan kamar Winda."Apa keputusanmu? Aku kesini karena ingin mendengar jawabanmu***"Jadi, kau sengaja datang kesini pagi pagi hanya untuk bertanya hal ini saja?" Protes Raya."Tentu saja, kau pikir untuk apa aku membuang waktu datang kesini? Cepat Katakan, apa jawabanmu, nona Raya?" Desak Alex."Tidak.""A-pa!? Co-coba katakan lagi?" Ucap Alex lembut namun penuh penekanan."Tidak, tidak, tidak! Jawabanku adalah tidak. Aku hanya ingin menikah dengan pria yang mencintaiku saja. Titik. Apa sekarang kau mengerti?""Sudah, sana pulang! Kau datang kesini hanya untuk menganggu tidurku saja. Lagipula, kau kan bisa meneleponku saja, tak harus datang kesini!" Sungut Raya."Aku tak punya nomor teleponmu.""Ah iya benar. Itu karena kau terlalu gengsi meminta nomorku. Padahal butuh, huh!" Raya mencibir."Sini, berikan ponselmu." "Untuk apa?" Balas Alex ketus."Sudah berikan
"Aku belum mendengar keputusanmu?""Asal kau mengabulkan satu keinginanku. Maka lamaranmu akan kuterima.""Baik, tapi sebelum itu, bisa kau ceritakan alasannya mengapa kau terus saja mendesakku agar menerima perjodohan ini?"" ... Setelah itu, baru aku katakan padamu apa keinginanku," jelas Raya.****Palembang, satu minggu kemudian."Apa kau menerima lamaran ini, Raya?"Bu Hartati memandang Raya, putri sulungnya, dengan pandangan menusuk seolah menunggu jawaban tegas darinya . Raya menelan ludah, karena tak biasanya ibunya bersikap seperti ini padanya.Bu Sekar ditemani suami keduanya, Pak Bambang dan tentu saja Alex, kini sudah berada di rumahnya. Meskipun sudah mengetahui niat dan kedatangan mereka dari Raya seminggu yang lalu, tetap saja membuat Bu Hartati terkejut karena tak menyangka calon besannya ternyata lebih kaya dari Pak Sugih. Orang terkaya dikampungnya.Mata Alex mendelik tajam pada Raya, semakin menambah rasa gugup gadis itu. Tak lama, Bu Sekar juga ikut menatapnya. Men
"Mak kan sudah bilang menerima lamaran, masa mau dibatalin, apa nggak kasihan sama anakmu yang manisnya kebangetan ini. Lagipula kan emak sudah ngasih restu?" Raya menggerutu."Ya, Karena emak malu punya anak gadis yang udah mau nikah tapi masih saja pecicilan nggak jelas kayak begini," keluh Bu Hartati sambil berlalu."Iya, bener bi, batalin aja," Nita ikut mengompori.Mendengar pembelaan Nita untuk ibunya, mata Raya membulat sempurna. Tak lama, ia menarik tangan Nita, menyeretnya kedapur."Lebih baik kau bantu aku kocok telurnya, siapa tahu setelah aku menikah kau akan menyusul.""Ogah. Kau yang disuruh kenapa harus aku yang mengerjakan!""Karena kau adalah sahabat baikku. Seorang sahabat kan harus membagi kesusahannya. Benarkan?" Bujuk Raya sambil tersenyum lebar."Dasar, giliran susah aja kau bagi padaku, pas lagi seneng, kau ngilang dari peredaran. Bahkan bayangan hilalnya saja tidak tampak," cibir Nita sambil mencebik kesal pada Raya.****Alex terpaku menatap laptop di hadapann
"Aku akan menikah, jadi mungkin aku tak bisa lagi selalu ada untukmu. Maaf, ada perasaan calon istriku yang harus kujaga," entah mengapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya, karena tak lama Alex terlihat mengigit bibirnya. Seolah tak yakin jika ia bisa mengatakan kalimat seperti itu dihadapan Stella."Oh maaf, aku bisa mengerti. Tapi, bisakah hubungan kita dekat seperti ini setelah kau menikah nanti?" Bujuk Stella.***Cukup lama Alex terdiam, tatapan mata Stella yang selalu membuatnya luluh, kini sekuat tenaga dihindarinya. Membuat dada pemuda itu turun naik karena berusaha mengontrol perasaannya.Stella masih menatap Alex, menunggu jawaban darinya. Melihat reaksi Alex yang tak biasa membuat gadis itu berjalan mendekat.Tangan Stella meraih kerah baju Alex dan merapikannya. Tak lama tangan itu turun ke dasinya, hal yang sama ia lakukan lagi, merapikannya hingga akhirnya, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang pemuda itu."Entah mengapa, aku merasa akan kehilangan dirimu. Apa kau
Tubuh Stella akhirnya menghilang di balik pintu itu, ia sudah pergi meninggalkan Alex yang masih terpaku menatap pintu."Kau benar, Stella. Kita hanya bisa jadi teman saja. Tak lebih. Selama ini aku sangat bodoh karena terlalu mengharapkan balasan cinta darimu dan mengharapkan dirimu menjadi milikku, meskipun aku tahu, cintamu tak akan pernah bisa kugapai," lirih Alex.***Satu bulan kemudian."Impianmu menikahi pria kaya akhirnya terkabul juga. Aku iri denganmu, nggak nyangka gadis menyebalkan dan perhitungan seperti dirimu bisa punya nasib yang beruntung seperti ini," ucap Nita sambil melihat Mbak Ningsih, seorang Makeup artist yang sibuk merias wajah Raya."Maaf ya, nasibku memang beruntung," balas Raya terkekeh."Tapi, aku senang kau nikah sama si bule kesasar itu daripada Mas Dhani yang pengkhianat itu.""Jangan lupa bikin video akad nanti yang bagus trus dishare yang banyak biar si pengkhianat itu menyesal karena melepaskan Raya yang manis dan imut imut ini," cicit Raya membuat
"Hanya kau saja yang tiba tiba teringat makanan dihari pernikahan. Biasanya pengantin itu mengulas senyum manis, berusaha meninggalkan kesan bahagia di hari spesial. Sedang kau, malah sibuk mikirin empek-empek. Kadang aku berpikir, benarkah keputusanku menikahi gadis aneh dan menyebalkan seperti dirimu ini? Ah, sudahlah tak ada gunanya juga aku bicara," sungut Alex sambil melirik Raya yang masih memamerkan deretan giginya itu.****"Ah, aku lelah."Raya menguap lebar saat hendak mencuci wajahnya. Dengan langkah terseret ia menuju kamar mandi rumahnya, tak lupa sekalian membawa handuk dibahunya."Kau mau mandi, nak?" Tanya Bu Hartati yang tak sengaja berpapasan dengan putrinya."Iya mak, cape. Mana badanku bau dan lengket karena keringat.""Ya sudah sana, cepetan. Langsung mandi, jangan sambil nyanyi, ngayal atau semedi dulu didalam. Takut suami mu kelamaan nunggu atau mau pakai kamar mandinya juga.""Iya."" ... lagian emak kok sekarang mirip kayak mertua bawel di sinetron cumi tengku
"Dan kau Raya, layani Alex dengan baik ya," lanjut Bu Hartati lagi, sambil berlalu meninggalkan anak perempuannya yang masih terlihat bengong."Mereka ngomong apa sih? Ngasah pisau? Ngos-ngosan, emangnya ada yang mau tawuran? Ah sudahlah, mending aku pakai skincare malam dulu. Biar wajah glowing. Agar kecantikan dan parasku yang imut-imut ini tak lekang dimakan waktu, he ... he ...!"Raya berjalan menuju kamarnya yang berada tepat diantara ruang tamu dan kamar Rifky, adiknya, yang sementara ditempati oleh Bu Sekar dan Pak Bambang, bapak dan ibu mertuanya yang memilih menginap di rumah mereka.****Rumah Bu Hartati masih sedikit ramai karena hajatan pernikahan Raya. Masih tampak beberapa orang yang Asyik mengobrol di ruang tamu termasuk Pak Bambang, bapak mertuanya. Membuat Raya sedikit sungkan dan memilih cepat cepat masuk ke kamarnya.Tangan rampingnya membuka lemari pakaian miliknya dan mengambil sebuah piyama tidur. Mengganti baju handuk yang dipakainya dengan piyama kesukaannya be