Angga dan Ajril duduk berdampingan, menikmati nasi kuning buatan nenek. Rasanya sangat lezat. Patut diacungi jempol, sebab masakan nenek tak pernah gagal soal rasa. Sala satunya, Angga yang begitu lahap saat memakan makanannya.Nenek dan Mirna ikut berbaur menemani dua bocah itu. Namun ada yang kurang mengenakan dari wajah Ajril. Bocah itu belum juga mau bicara dan wajahnya sejak tadi masih ditekuk masam."Loh, cucu Nenek kenapa diam aja? Rasanya kurang enak, ya?" tanya sang nenek."Enak ko, Nek! Angga suka!" Angga menanggapi ucapan sang Nenek. Sementara Ajril masih terdiam, tetapi terus menyuap tiap sendok nasi kuning kedalam mulutnya."Nenek bicara sama Ajril, bukan sama kamu," timpal Mirna ketus."Angga mau nambah lagi?" tanya Nenek."Udah kenyang, Nek!" Angga menjawab."Kalau, Ajril mau nambah?" Ajril melirik sang nenek. Beberapa saat hanya terdiam sembari menatap."Mau nambah, Nak?" lagi sang nenek bertanya."Mau, Nek!" sahut Ajril sembari tersenyum.Senyum Nek idah merekah. Ia s
"Mamah, pamit pulang, ya?" kata Bu Antena. Darwan mencium tangan sang ibu penuh takzim."Iya, Mah!" sahut Darwan sembari tersenyum."Mamah akan kembali lagi nanti, membawa calon isteri pilihan mamah buat kamu," ucap Bu Antena antusias."Gak usah, Mah! Makasih. Darwan bisa cari sendiri!" Tolak Darwan lembut."Oh, tidak bisa. Pokoknya calon isteri pilihan mamah kali ini harus kamu terima. Kalau enggak, mamah akan coret nama kamu dari hati mamah.""Uh, sadis!" Nani berkomentar pelan dibelakang sang majikan."Tapi, Mah. Darwan masih mau sendiri! Darwan belum kepikiran untuk menikah lagi tuk saat ini," ungkap Darwan dengan nada semakin lembut."Iya... tapi, kan kamu bisa saling mengenal dulu lebih dekat. Setelah itu kamu tinggal pikirkan hal lebih jauh bersama dia.""Oke! Darwan ikuti kemauan, mamah. Asal, bila Darwan tak cocok dengan perempuan itu, mamah gak boleh memaksa Darwan, gimana?""Baik!" sang ibu tersenyum sembari masuk kedalam mobil. Darwan melambai kepada Bu Antena. Memandangi m
Entah sudah berapa lama, Nani membuntuti Darwan dari belakang. Matanya tak lepas memperhatikan para perempuan cantik dan para lelaki tampan seperti menunggu antrian sembako. Sayangnya mereka semua tengah menunggu giliran untuk casting.Awalnya semua tak menghiraukan Nani. Namun sejurus kemudian, Darwan justru membuat suasana menjadi hening sejenak."Saya mau kamu jadikan, Nani sebagai pemeran utama di film baru kita," kata Darwan pada Yono sang sutradara."Gak bisa lah, dia mesti ikut casting juga seperti yang lain. Sebab, gue gak tahu kemampuan dia dalam berakting sampai mana," terang Yono."Oh, ya udah. Kamu bisa bawa dia untuk casting terlebih dahulu. Untuk hasilnya saya yakin dia yang terbaik.""Ok! Kita lihat nanti."Beberapa orang, terutama bagi perempuan, mereka memandang remeh Nani dan tersenyum sinis. Namun tak banyak juga beberapa dari mereka hanya terdiam memandangi Nani yang di suruh maju kedepan usai di berikan dialog oleh Yono.Nani masih belum mencerna apa yang baru saja
Waktu pun berlalu begitu cepat. Nani yang sebelumnya bukan siapa-siapa dan berasal dari keluarga miskin, kini ia dikenal dan dikagumi banyak orang. Bahkan ia sendiri tak menyangka, ia yang menggantikan Reana di film tersebut begitu cepat mengambil alih perhatian para penonton. Kini, uang tak lagi Nani cari, melainkan uang yang mencari Nani. Setiap hari, kegiatan Nani selalu menjadi topik perbincangan hangat. Namun hal itu, tak semudah yang dibayangkan. Apalagi bila sudah berhadapan dengan Netizen yang maha benar. Tak jarang, Nani kerap kali ikut kesal membaca komentar pedas dari para Haters yang tak menyukainya. Ketenarannya tak sampai di situ, ia kembali menjadi pusat perhatian diseluruh dunia hingga sampai ke telinga keluarga Nani yang ada di kampung. "Aku boleh tambah, kan?" tanya Mirna pada Ronayah. Mirna tengah ditraktir makan bakso dipersimpangan jalan oleh Ronayah. Sahabatnya itu baru dikirimi uang oleh kekasihnya. Makanya ia berani mengajak Nani makan bakso hanya berdua. "
"Nani, kamu beneran jadi Artis?" tanya Mirna lewat sambungan telepon. Sungguh, rasa penasaran Mirna tak bisa ia tahan lagi. "Iya, Mbak! Alhamdulillah Allah beri kita rezeki yang tak disangka-sangka," kata Nani penuh haru. "Duh, seneng banget aku tuh dengernya. Tapi, ko bisa kamu jadi Artis? Ceritakan pengalaman kamu dong, jadi penasaran nih," celoteh Mirna sambil cengengesan. "Ceritanya panjang, Mbak. Kalau ngobrol di telepon kurang puas.""Bener juga. Kalau gitu, Mbak tunggu kamu pulang aja deh!""Iya, Mbak."Brakkk... "Mirna!" teriak Nek Idah mengejutkan Mirna. Berbarengan dari itu, handphone Nani pun di jatuhkan seseorang, sehingga ponsel milik Nani hancur dan rusak. "Oh, jadi seperti ini bentukan asli dari yang katanya wanita tercantik itu. ini, sih lebih ke kampungan. Gak pantes buat dibandingin sama gue," cetus Reana sembari melipat kedua lengannya di dada. Wajah Nani sudah memanas. Rasanya ingin sekali menangis di saat itu juga. Namun ia harus bisa menjaga sikap demi tak
"Ajril!" pekik semuanya. "Ya Allah, Ajril dari mana saja kamu, Nak? Nenek khawatir, " ucap sang Nenek sembari memeluk Ajril. "Ajril habis beli minuman buat Nenek!" jawab Ajril polos. "Kamu, kalau mau pergi-pergi beritahu kami dulu. Masih kecil sok-sokan kelayapan di kota, kaya ngerti jalan aja," ketus Mirna menahan emosi. "Hust, sudah. Gak apa-apa! Yang terpenting sekarang Ajril baik-baik saja," ucap sang Nenek. Nek Idah sangat bersyukur karena Ajril kembali dalam keadaan baik-baik saja. Sementara, Mirna terus saja menggerutu, kesal kepada Ajril. Ajril pun memberikan satu persatu minuman segar kepada Nenek dan juga yang lainnya. Mereka terlihat sangat kelelahan juga kehausan. Apalagi siang semakin terik dan panas. "Berarti kita sepakat untuk pulang saja?" tanya Mirna pada ibunya. "Iya! Ibu lelah, Mir.""Kita pulang lagi, Nek? Terus ketemu ibunya gak jadi?" tanya Angga. "Iya, sayang! Nenek gak tahu tempat ibu kamu berada."Angga terlihat kecewa. Ia menunduk lesu tak bersemanga
Nani masih memikirkan ucapan Reana yang membuatnya merasa bersalah karena telah mengambil peran utamanya. Sebab Nani menganggap itu artinya ia telah merebut yang seharusnya menjadi rezeki Reana. Nani sendiri belum sempat meminta maaf pada Reana. Malah wanita itu lebih dulu membuat Nani kesal setengah mati. Untung saja, Rani selaku manager wanita itu bisa dikatakan cukup baik. Dan jika bukan karena Rani, sudah pasti ia tak segan melaporkan perilaku Reana pada semua media. Reana bukanlah artis pendatang baru seperti Nani. Melainkan dia seorang Artis yang sudah terkenal sejak usia sepuluh tahun. Kini, Reana masih berusia dua puluh dua tahun. Berbeda dengan Nani yang usianya sudah hampir memasuki tiga puluh tahun. "Kamu kenapa, Nani? Sejak tadi terlihat gelisah. Ada masalah, kah di lokasi shooting?" tanya Darwan. Nani menoleh. "Itu, Mas...!" Nani bingung, apakah ia harus menceritakan pada Darwan atau lebih baik tak usah? Ia takut, Darwan akan menceriakan semuanya pada media. "Apa Nan
"Dari mana saja kamu? Tiap hari gak pernah ada di rumah. Itu apa lagi?" tanya Ramlan pada Janet. Isteri baru yang belum lama ini dinikahinya. "Biasa, lah, Bang! Baju baru, tas baru dan sepatu baru. Biar aku makin cetar dan cantik pastinya," jawab Janet santai. "Belanja lagi! Astaga Boneng!" Ramlan menggerutu sembari menepuk dahinya beberapa kali. "Haduh, kalau kamu belanja terus, habis uang kita sayang. Mana Abang masih lama gajian. Tolonglah, di hemat-hemat dulu uangnya. Atau uangnya bisa kamu pergunakan untuk yang berguna," ucap Ramlan, mencoba merayu sang isteri. "Maksud Abang kebutuhanku gak berguna begitu? Enak saja bicara. Aku juga punya banyak kebutuhan yang berguna, Bang. Kalau bicara itu yang jelas!" bentak Janet mulai marah. Ia masuk kedalam kamar dengan menggebrak pintu cukup keras. "Bukan begitu sayang. Maksud Abang-""Gak mau dengar suara Abang. Abang gak peka!" jerit Janet dari dalam kandang. Ramlan mengacak rambutnya frustasi. "Percuma punya isteri cantik kalau ho