Entah sudah berapa lama, Nani membuntuti Darwan dari belakang. Matanya tak lepas memperhatikan para perempuan cantik dan para lelaki tampan seperti menunggu antrian sembako. Sayangnya mereka semua tengah menunggu giliran untuk casting.Awalnya semua tak menghiraukan Nani. Namun sejurus kemudian, Darwan justru membuat suasana menjadi hening sejenak."Saya mau kamu jadikan, Nani sebagai pemeran utama di film baru kita," kata Darwan pada Yono sang sutradara."Gak bisa lah, dia mesti ikut casting juga seperti yang lain. Sebab, gue gak tahu kemampuan dia dalam berakting sampai mana," terang Yono."Oh, ya udah. Kamu bisa bawa dia untuk casting terlebih dahulu. Untuk hasilnya saya yakin dia yang terbaik.""Ok! Kita lihat nanti."Beberapa orang, terutama bagi perempuan, mereka memandang remeh Nani dan tersenyum sinis. Namun tak banyak juga beberapa dari mereka hanya terdiam memandangi Nani yang di suruh maju kedepan usai di berikan dialog oleh Yono.Nani masih belum mencerna apa yang baru saja
Waktu pun berlalu begitu cepat. Nani yang sebelumnya bukan siapa-siapa dan berasal dari keluarga miskin, kini ia dikenal dan dikagumi banyak orang. Bahkan ia sendiri tak menyangka, ia yang menggantikan Reana di film tersebut begitu cepat mengambil alih perhatian para penonton. Kini, uang tak lagi Nani cari, melainkan uang yang mencari Nani. Setiap hari, kegiatan Nani selalu menjadi topik perbincangan hangat. Namun hal itu, tak semudah yang dibayangkan. Apalagi bila sudah berhadapan dengan Netizen yang maha benar. Tak jarang, Nani kerap kali ikut kesal membaca komentar pedas dari para Haters yang tak menyukainya. Ketenarannya tak sampai di situ, ia kembali menjadi pusat perhatian diseluruh dunia hingga sampai ke telinga keluarga Nani yang ada di kampung. "Aku boleh tambah, kan?" tanya Mirna pada Ronayah. Mirna tengah ditraktir makan bakso dipersimpangan jalan oleh Ronayah. Sahabatnya itu baru dikirimi uang oleh kekasihnya. Makanya ia berani mengajak Nani makan bakso hanya berdua. "
"Nani, kamu beneran jadi Artis?" tanya Mirna lewat sambungan telepon. Sungguh, rasa penasaran Mirna tak bisa ia tahan lagi. "Iya, Mbak! Alhamdulillah Allah beri kita rezeki yang tak disangka-sangka," kata Nani penuh haru. "Duh, seneng banget aku tuh dengernya. Tapi, ko bisa kamu jadi Artis? Ceritakan pengalaman kamu dong, jadi penasaran nih," celoteh Mirna sambil cengengesan. "Ceritanya panjang, Mbak. Kalau ngobrol di telepon kurang puas.""Bener juga. Kalau gitu, Mbak tunggu kamu pulang aja deh!""Iya, Mbak."Brakkk... "Mirna!" teriak Nek Idah mengejutkan Mirna. Berbarengan dari itu, handphone Nani pun di jatuhkan seseorang, sehingga ponsel milik Nani hancur dan rusak. "Oh, jadi seperti ini bentukan asli dari yang katanya wanita tercantik itu. ini, sih lebih ke kampungan. Gak pantes buat dibandingin sama gue," cetus Reana sembari melipat kedua lengannya di dada. Wajah Nani sudah memanas. Rasanya ingin sekali menangis di saat itu juga. Namun ia harus bisa menjaga sikap demi tak
"Ajril!" pekik semuanya. "Ya Allah, Ajril dari mana saja kamu, Nak? Nenek khawatir, " ucap sang Nenek sembari memeluk Ajril. "Ajril habis beli minuman buat Nenek!" jawab Ajril polos. "Kamu, kalau mau pergi-pergi beritahu kami dulu. Masih kecil sok-sokan kelayapan di kota, kaya ngerti jalan aja," ketus Mirna menahan emosi. "Hust, sudah. Gak apa-apa! Yang terpenting sekarang Ajril baik-baik saja," ucap sang Nenek. Nek Idah sangat bersyukur karena Ajril kembali dalam keadaan baik-baik saja. Sementara, Mirna terus saja menggerutu, kesal kepada Ajril. Ajril pun memberikan satu persatu minuman segar kepada Nenek dan juga yang lainnya. Mereka terlihat sangat kelelahan juga kehausan. Apalagi siang semakin terik dan panas. "Berarti kita sepakat untuk pulang saja?" tanya Mirna pada ibunya. "Iya! Ibu lelah, Mir.""Kita pulang lagi, Nek? Terus ketemu ibunya gak jadi?" tanya Angga. "Iya, sayang! Nenek gak tahu tempat ibu kamu berada."Angga terlihat kecewa. Ia menunduk lesu tak bersemanga
Nani masih memikirkan ucapan Reana yang membuatnya merasa bersalah karena telah mengambil peran utamanya. Sebab Nani menganggap itu artinya ia telah merebut yang seharusnya menjadi rezeki Reana. Nani sendiri belum sempat meminta maaf pada Reana. Malah wanita itu lebih dulu membuat Nani kesal setengah mati. Untung saja, Rani selaku manager wanita itu bisa dikatakan cukup baik. Dan jika bukan karena Rani, sudah pasti ia tak segan melaporkan perilaku Reana pada semua media. Reana bukanlah artis pendatang baru seperti Nani. Melainkan dia seorang Artis yang sudah terkenal sejak usia sepuluh tahun. Kini, Reana masih berusia dua puluh dua tahun. Berbeda dengan Nani yang usianya sudah hampir memasuki tiga puluh tahun. "Kamu kenapa, Nani? Sejak tadi terlihat gelisah. Ada masalah, kah di lokasi shooting?" tanya Darwan. Nani menoleh. "Itu, Mas...!" Nani bingung, apakah ia harus menceritakan pada Darwan atau lebih baik tak usah? Ia takut, Darwan akan menceriakan semuanya pada media. "Apa Nan
"Dari mana saja kamu? Tiap hari gak pernah ada di rumah. Itu apa lagi?" tanya Ramlan pada Janet. Isteri baru yang belum lama ini dinikahinya. "Biasa, lah, Bang! Baju baru, tas baru dan sepatu baru. Biar aku makin cetar dan cantik pastinya," jawab Janet santai. "Belanja lagi! Astaga Boneng!" Ramlan menggerutu sembari menepuk dahinya beberapa kali. "Haduh, kalau kamu belanja terus, habis uang kita sayang. Mana Abang masih lama gajian. Tolonglah, di hemat-hemat dulu uangnya. Atau uangnya bisa kamu pergunakan untuk yang berguna," ucap Ramlan, mencoba merayu sang isteri. "Maksud Abang kebutuhanku gak berguna begitu? Enak saja bicara. Aku juga punya banyak kebutuhan yang berguna, Bang. Kalau bicara itu yang jelas!" bentak Janet mulai marah. Ia masuk kedalam kamar dengan menggebrak pintu cukup keras. "Bukan begitu sayang. Maksud Abang-""Gak mau dengar suara Abang. Abang gak peka!" jerit Janet dari dalam kandang. Ramlan mengacak rambutnya frustasi. "Percuma punya isteri cantik kalau ho
Darwan heran. Ada yang aneh dalam dirinya saat ini. Sejak Nani tak lagi bekerja dengannya, ia merasakan ada yang kurang. Setiap kali mengingat Nani, Darwan selalu rindu. Entah ada apa dengan perasaannya! Hidupnya seolah-olah begitu hampa. Di lain sisi, Nani tengah membenahi pakaiannya yang belum sempat ia rapihkan kedalam lemari. Tak sengaja tangannya menyentuh gaun hitam cantik yang pernah dibelikan Darwan pertama kali. Dalam diam Nani tersenyum. "Nani!" Mirna masuk dan menatap Nani dengan tampang cemberut. "Ada apa Mbak?" tanya Nani. Pandangannya fokus pada lipatan baju. "Kamu pasti gak ikhlas, kan pekerjaan itu kamu tinggalkan? Aku juga Nani. Menyayangkan kalau kamu harus berhenti jadi Artis," keluh Mirna. Mengungkapkan unek-uneknya yang ia tahan sejak kemarin. "Kenapa masih saja membahas itu sih, Mbak. Kalau Ibu dengar dia bisa marah!""Aku juga sebenarnya kesal sama ibu. Ada apa, sih sama ibu, sampe dia begitu gak suka kamu jadi Artis! Padahal dengan cara kamu mengangkat der
"Ayah!" Ajril bergumam. "Iya. Ini ayah Ajril. Ayah kangen kamu," seru Ramlan sembari memeluk putranya. Ajril masih belum mempercayai sikap Ayahnya. Sebab, sang Ayah belum pernah berperilaku hal seperti ini terhadap Ajril juga Angga. "Ayah bohong!" Ajril melepas paksa pelukan sang Ayah. "Ayah gak bohong. Maafin Ayah Ajril. Selama ini Ayah gak pernah bersikap baik sama Ajril dan Bang Angga. Ayah janji akan berubah," ucap Ramlan memelas. Ia berjongkok menyamakan tubuhnya dengan Ajril. "Ayah janji?" "Iya! Ayah berjanji."Ajril tersenyum. Ia pun memeluk sang Ayah kembali. "Ajril mau kemana pergi sendirian?""Mau nyamperin Ibu ke warung!" "Gimana kalau kamu ikut Ayah aja. Kita beli mainan. Kamu boleh pilih mainan apapun yang kamu suka, Ayah pasti belikan,""Beneran, Yah?""Benar!""Oke!" Ajril menurut. Ramlan pun senang menjalankan misi pertama. Sejujurnya ia ingin kembali lagi dengan Nani, namun dengan cara mendekati sang anak terlebih dahulu. . . . Nani pulang membawa barang b
Arya mengangkat telepon. Itu dari Ayahnya. Jelas sekali suara ayahnya terdengar panik. Arya menoleh pada kakaknya. Tersirat jelas jika ia juga tak bisa memungkiri kekhawatiran pada seseorang.Setelah akhirnya ia memutuskan telepon dari sebrang sana. Arya buru-buru mendekati sang kakak."Mamah Ratna hilang," ungkap Arya. Darwan terkejut. " Aku harus segera pulang, Kak!""Kita pulang bersama," kata Darwan. Ia melirik Nani sekilas. " Saya akan datang lagi untuk menagih jawaban dari kamu," ucap Darwan pada Nani. Nani hanya bisa tersenyum tipis.Usai Arya dan Darwan berpamitan pada semua orang, mereka pun akhirnya pergi. Di tengah perjalanan Arya merasa bersalah tak membiarkan kakaknya tetap berada di sana bersama Nani. Bukankah mereka datang kesana untuk melancarkan aksi kakaknya untuk melamar Nani, lantas mengapa jadi begini."Kak, maafin aku karena hal ini rencana kakak jadi gagal terhadap Mbak Nani. seharusnya kakak gak usah menemani aku mencari Mamah. Aku masih bisa mencari sendiri,"
"Kesempatan bagus nih! Gimana kalau kita beri kejutan juga buat Mbak, Nani?" usul Arya. Darwan tak menanggapi. Dirinya tengah memperhatikan photo Nani yang begitu tampak mempesona di acara pernikahan Kakaknya. Ia dapat semua photo itu dari media sosial. Rupanya ada pula beberapa wartawan yang meliput acara tersebut dikediaman keluarga Nani secara diam-diam. "Eh, Kak?" Arya melirik ponsel Kakaknya. Lalu mengulum senyum. Arya pun melajukan kendaraannya sebelum Darwan menyadari sesuatu. "Ya ampun sampai segitunya memandang photo calon isteri," oceh Arya, usai mereka sampai di sebuah toko Emas. Darwan menggelengkan kepala sembari tersenyum. Matanya beralih pada toko Emas di depan. Halisnya bertaut heran. "Mau ngapain ke sini?" tanya Darwan sembari melirik Arya. "Ada yang mau aku beli! Tunggu sebentar ya, Kak."Arya keluar turun dari mobil. Kemudian berjalan masuk kedalam Toko Emas. Darwan seolah terpancing. Lelaki itu pun ikut turun mengikuti Arya masuk kedalam Toko. "Silahkan, Ma
Bel rumah Nani berbunyi. Cukup mengganggu kenyamanan mereka yang sedang beristirahat. Hari ini tak ada yang beraktivitas di luar. Semuanya melakukan kegiatan di dalam rumah, termasuk Nek Idah yang sedang selonjoran menonton televisi bersama Angga dan Ajril. "Nek, biar Angga aja yang buka pintu!" Nek Idah mengangguk setuju. Angga berlari ke arah pintu bersiap untuk membukanya. "Assalamu'alaikum?""Wa'alaikumussalam! Ada yang bisa dibantu? Tante cari siapa?" Angga dengan sopan bertanya pada sang tamu. Ia diajari sang Ibu untuk bersikap sopan dan melayani tamu yang datang ke rumah. "Tante mau ketemu-" Belum sempat wanita itu berucap, Mirna muncul dari dalam rumah dengan raut wajah tak senang. "Ada perlu apa datang ke sini?" tanya Mirna tanpa basa-basi. Lestari tersenyum menanggapi. Kini wanita itu sudah duduk di sambut baik oleh keluarga Mirna, terkecuali Mirna sendiri. Ia bersikap acuh terhadap Lestari. "Silahkan di minum, Mbak," kata Nani. "Terima kasih!" ucap Lestari gugup. Na
"Bu, itu Tante," ucap Angga sembari mengarahkan telunjuknya. Nani mengikuti arah telunjuk anaknya. Halis Nani mengernyit heran. Mirna terus menggerutu panjang. mendekati Nani dan kedua ponakannya secara tergesa. Sementara Roji mengekori Mirna dari belakang. "Mbak, mau kemana?" tanya Nani. Sementara Mirna melenggang melewati Nani tanpa berniat menoleh sedikitpun. Kemudian, Mirna masuk mobil dengan wajah ditekuk. "Bayiku!"Seorang wanita berteriak panik mengejar kereta bayi berhenti tepat di tengah jalan. Mirna mendengar suara teriakan wanita itu dari kejauhan. Tepat di sebelah mobilnya, roda kereta bayi itu rupanya berhenti karena terjebak di sebuah lubang kecil. Mirna langsung keluar dari dalam mobil dan bergegas menyelamatkan bayi itu. Benar saja, sebuah truk hampir mendekat. BrakkkKereta bayi itu hancur akibat tertabrak mobil. Sang ibu bayi itu menjerit histeris dan langsung mendekati kereta bayinya. Rupanya ibu dari sang bayi itu belum mengetahui jika anaknya telah diselamatk
"Gimana, Mbak udah seneng, kan sekarang?" tanya Nani. Usai beres berbelanja. Mirna cengar-cengir setelah memborong puas barang-barang mahal di sebuah pusat berbelanjan. Nani tak mempermasalahkan keinginan Kakaknya, sebab hari ini ia harus membuat mood kakaknya bahagia. "Udah dong. Happy banget! Terima kasih, ya sudah membelikan banyak barang untuk, Mbak?""Iya sama-sama!""Ngomong-ngomong apa gak papa kamu belanjakan, Mbak banyak barang begini, harganya mahal, Nani? Takut uang kamu habis.""Mbak gak perlu pikirkan itu. Aku gak mungkin belanjakan Mbak barang-barang mahal jika aku gak mampu.""Wah, hebat kamu. Ibu udah gak mempermasalahkan kamu untuk jadi terkenal lagi, kan?""Sepertinya sih, enggak.""Berkat Arya semua jadi terungkap. Pantas saja ibu selama ini terlihat beda menyayangi kamu.""Mbak bicara apa, sih. Ibu tak pernah membedakan kita. Walaupun aku pun agak kecewa mengetahui kebenaran ini!" Nani tampak sedih. "Ah, udah gak usah dibahas lagi. Kamu itu tetap keluarga kami. T
"Mah, aku pulang!" teriak Arya usai sampai dirumah. Bu Antena yang sedang menangis lantas terkejut mendapati anaknya kini sudah pulang. "Arya!" Bu Antena berlari kecil menghampiri Arya. Arya sendiri sudah merentangkan tangan, namun bukannya dapat pelukan dirinya malah dapat pukulan bertubi-tubi dari sang ibu. "Dasar anak gak tahu diri. Susah payah, Mamah besarin kamu, didik kamu dengan penuh kasih sayang, tapi balasan kamu seperti ini sama, Mamah. Beberapa hari ini Mamah hampir gila gara-gara mikirin kamu!" omel Bu Antena membabi buta memukuli anaknya. Kini pukulan itu berpindah ke Darwan, sebab Arya bersembunyi dibalik punggung kakaknya. Arya bukannya bersalah malah tertawa kecil. "Udah, Mah. Percuma ngomel, anak seperti Arya ini gak mempan dimarahi. Buang-buang emosi aja!" gerutu Darwan mulai kesal. Darwan lantas menarik tali ransel dipunggung Arya dengan sekali hentakan. "Tanggung jawab," sambung Darwan sembari menghindar dari Bu Antena. Arya kembali hendak dipukuli oleh Bu An
Arya membantu Nek Idah dan pekerja lainnya memetik cabai yang sudah merah dari kebun Nek Idah. Cabai tersebut sudah mulai dipanen. Hasil cabainya akan Nek Idah jual ke Distributor. Usai dari kebun Arya dan Nek Idah pun pulang kerumah. Mereka tampak lelah dan bersiap membersihkan tubuh mereka yang begitu berkeringat. Sebelum Nek Idah masuk kamar. Tanpa sengaja ia melewati kamar Nani. Ia mendengar samar, Nani tengah berbicara sendiri dari dalam kamar. Sontak hal itu membuat kecurigaan pada Nek Idah. Diam-diam Nek Idah masuk dan memergoki Nani sedang siaran langsung di media sosialnya. "Nani!" Nek Idah sudah diambang pintu. Sorot matanya kian tajam. Tersirat jika ia kini sedang marah pada Nani. "Ibu!" buru-buru Nani mematikan ponselnya. Nek Idah pergi keluar. Tangannya ia kepal kuat. Rasa sesak mulai menyelimuti relung hatinya. "Bu!""Berusaha untuk jadi Artis kembali, begitu?" tanya Nek Idah dengan ketus."Nani, minta maaf, Bu! Nani-""Cukup. Ibu gak mau dengar apapun lagi. Begini
Arya kini tinggal bersama keluarga Nani. Nek Idah pun tak keberatan soal itu. Justru mereka sangat senang adanya Arya yang rajin membantu Nek Idah di perkebunan dan Nani di toko baju . Di lain tempat, Darwan dan Bu Antena semakin cemas. Karena sudah dua hari ini Arya tak memberitahu keberadaannya. Hal tersebut membuat Bu Antena sempat ingin melapor ke kantor polisi namun Darwan mencegah, ia mengatakan baru mendapat kabar dari Nani jika Arya ada bersamanya. Itu pun Nani meminta Darwan untuk jangan mengkhawatirkan Arya karena saat ini Arya tak ingin di ganggu. Arya sedang ingin menenangkan diri untuk sementara waktu di kampung Nani. Nani bisa bicara seperti itu sebab, Arya sudah bercerita tentang permasalahannya. Maka dari itu, Nani diam-diam memberitahu keberadaan Arya agar Darwan tak mengkhawatirkan adiknya lagi. Darwan dan Bu Antena akhirnya bisa tenang. Mereka mempercayakan Arya kepada Nani. Jika Arya sekarang baik-baik saja. . . . Janet mengurung diri di kamar. Ramlan sibuk m
Sebelum Arya datang menemui Nani di kampung. Darwan terlebih dahulu menghubungi Arya untuk pulang ke Indonesia. Sehingga, Arya tak bisa menolak permintaan sang kakak. Ia pun langsung terbang ke Indonesia. Saat sampai di rumah Darwan dan Bu Antena langsung menceritakan semuanya tentang siapa Arya yang sebenarnya. Hal itu membuat Arya bergeming. Arya tak percaya jika ia hanya anak angkat Bu Antena. Darwan dan Bu Antena menjelaskan semuanya, berusaha agar Arya memahami keadaan orang tuanya. Akan tetapi, tetap saja, Arya menganggap Kakak dan ibunya hanya bercanda. "Darwan!" teriak Bu Antena dengan turun tergesa-gesa dari lantai dua. "Apa ada, Mah?" "Arya gak ada di kamar! Mamah hubungi juga nomornya gak aktif. Mamah khawatir, Darwan," Bu Antena tampak gelisah. "Mamah, tenang dulu. Mungkin Arya cuma keluar sebentar."Rupanya Arya pergi ke kampung halaman Nani. Ia mengira, dengan bersembunyi di rumah Nani, kakak dan ibunya tak tahu keberadaannya. Arya sudah lama tahu jika Nani tak be