2. Adik Madu

"Mas, tunggu," Fia, menelisik wajah tampan suaminya. Suami yang kini telah memiliki istri lain selain dirinya.

"Dek, mas akan jelaskan semuanya, tapi tidak sekarang, mas –" ucapan Faris terhenti, wanita yang di sampingnya menariknya manja.

"Mas, kata ibu. Kita harus istirahat, kamu tidak lupa kan kalau hari ini adalah hari yang penuh sejarah? Mbak Fia, tolong jangan ganggu suamiku, maksudku suami kita. Hari ini dan seterusnya aku akan tidur dengan mas Faris, kamu tahu kan mbak, kami harus kerja keras untuk bisa hamil. Cucu yang di harapkan keluarga ini, selain itu. Aku minta maaf, sudah hadir dalam rumah tangga mbak Fia. Aku tahu sakitnya di duakan tapi, aku bisa apa," ucapnya sendu, Rara menggenggam tangan Fia sebelum kembali berucap.

"Kita, akan menjadi istri terbaik untuk suami kita, mbak. Aku tahu posisiku tapi untuk sekarang, maaf aku egois. Kita akan menjadi saudara seperti yang mas Faris inginkan, benar begitu kan mas? Aku janji akan menuruti perkataan mbak Fia, kita raih surga suami kita bersama-sama," sambung Rara, suaranya yang lembut mendayu membuat Faris tak mampu mengalihkan pandangannya dari sosok wanita di sampingnya.

"Fia, cepetan!!"

Wanita bergamis maroon pergi ke lantai atas untuk membersikan kamar tamu yang hampir tak pernah di pakai, debu bertaburan di sana. Namun, dengan tangan lentik dan lincah dalam waktu singkat kamar itu kini terlihat bersih dan wangi.

"Fia! Sudah jam berapa ini, kamu belum siapkan makan malam. Ingat ada tamu di rumah ini!"

"I– iya, Bu,"

Wanita cantik itu berlari ke bawah tidak peduli keringat membasahi tubuhnya dan penuh dengan debu. Terlihat jelas wajah lelah di sana tetapi tidak sedikitpun mengeluh, ataupun menolak perintah dari anggota keluarga terlebih ibu mertuanya.

"Dek, maafkan, mas. Mas terpaksa melakukan ini, kamu tahu bagaimana orang tuaku yang menginginkan cucu? Cuma aku harapan mereka, dek, kamu–" ucapan Faris terhenti, suara Bu Winda mengejutkan dirinya yang ingin menjelaskan pada Fia tentang pernikahannya.

"Eh, kamu ngapain di sini? Sana balik kamar. Dan kamu Fia, ibu tidak mau kamu mengacaukan mereka. Ingat mereka sedang bulan madu, tugas kamu sudah selesai? Ayahmu sebentar lagi datang, makanan yang aku minta sejak siang tidak juga selesai? Kamu ngapain aja sih dari tadi, hah? Lelet banget kerjanya."

"Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam, sepuluh menit lagi makanan harus tersaji di sini kalau tidak awas kamu!"

Fia melirik jam yang bertengkar di dinding hatinya begitu lega masih ada waktu terlebih ibu mertuanya pergi menyambut tamu dan suara ayah mertuanya yang pulang dari kantor.

"Fia, buatkan minuman untuk tamu. Tidak ada kata lama!"

"Baik, Bu."

Fia membuat teh hangat untuk tamu dan kopi untuk ayah mertuanya. Sudah menjadi kebiasaan jika pulang kerja Fia akan menyiapkan semua untuk keluarga besar suaminya.

"Permisi,"

Fia memperhatikan dua orang dewasa yang ia tahu adalah orang tua dari madunya. Terlihat bagaimana Ibu mertuanya yang begitu menyambutnya dengan kata besan.

"Jeng Winda, ini istrinya?"

"Bukan, dia cuma pembantu jeng. Maksudnya sebentar lagi jadi pembantu di rumah ini. Fia, balik ke dapur sama." Ucap Bu Winda.

"Perkenalkan kami orang tua Rara, madu kamu. Aku harap selama anakku tinggal di sini kamu menjaganya, jadikan dia sebagai adik kamu yang baik. Tapi memang anakku sangat baik dia gadis terhormat. Ada satu hal lagi dia tidak pernah mengerjakan tugas apapun di rumah. Kami selalu menjaganya kami tidak pernah menyuruhnya untuk bekerja. Jadi, aku harap kamu sebagai kakak madu harus bisa melayaninya dengan baik,"

"Jangan khawatir soal itu, jeng Leni. Fia, ini akan menjaga dan melayani semua kebutuhan Rara. Benarkan begitu Fia?" sahut Bu Winda, tatapan tajam Ibu mertua membuat Fia mengangguk kaku.

"Mas, benarkan yang aku katakan kalau Rara akan baik-baik saja di sini," tutur Bu Leni.

"Benar pak Bagas, Jeng Leni, kami akan menjaga Rara dengan baik. Lagi pula kami ingin segera memiliki cucu," timpal Bu Winda, begitu semangat tanpa peduli perasaan Fia.

"Benar kan, Bu. Orang tua mas Faris ini akan sayang dan menjaga aku. Lagi pula aku adalah menantu yang diharapkan oleh mereka jadi ibu dan bapak jangan khawatir ya,"

"Faris," panggil pak Bagas.

"I– iya, saya akan menjaga Rara dan menghujaninya dengan kasih sayang. Seperti janji saya sebelumya pada bapak dan ibu," ucap Faris terbata.

Faris menolah kearah istrinya Fia, tatapan sendu dan kecewa tercetak jelas di wajahnya. Namum, tak berapa lama Fia pun pergi ke dapur kembali menyelesaikan tugasnya sebelum Ibu mertuanya menyuruhnya pergi.

"Jeng, duduklah. Kita nikmati makan malam spesial ini, setelah anak kita menikah tadi. Fia, kamu ngapain di sini? Pergilah ini acara keluarga, ibu tidak mau terganggu dengan kehadiran kamu di antara kami." Cetus Bu Winda.