Seperti yang di inginkan oleh Bu Winda, hari ini adalah hari untuk Syukuran atas kehamilan Rara. Sejak subuh tadi Fia tidak hentinya untuk mengerjakan semua pekerjaan yang di limpahkan Ibu mertua padanya.
Acara keluarga yang di hadiri reken kerja walau tidak semua, akan tetapi Fia tahu jika mereka adalah teman kerja Faris. "Mas kita selfie dulu ya, ini adalah acara sakral kedua kita. Waktu itu kamu menikahi ku dan sekarang acara syukuran anak kita!" ucap Rara, sengaja dengan suara tinggi dan manja itu yang aku ketemu menarik perhatian dan kecemburuan Fia. "Dek, kita foto bareng bertiga ya. Hari ini acara penting kita, kamu tahu sebentar lagi kita akan dipanggil ibu dan ayah," ucap Faris pada Fia. "Itu panggilan untukmu dan Rara, mas. Aku akan di panggil ibu oleh anak kandungku sendiri, bukan anak dari wanita yang sudah menghancurkan hidup wanita lain." Sahutnya tanpa menolah pada Faris. Berharap Faris memahami apa yang di katakan olehnya jika dalam rahimnya telah hadir janin yang sejak lama di inginkan mereka berdua. "Kenapa kamu bicara seperti itu, walau bagaimanapun dia tetap anak kita. Anak yang sejak lama kita inginkan tapi sayangnya kamu mand–" Faris memalingkan wajahnya, ia tidak bermaksud mengatakan hal yang akan membuat istrinya sakit hati. "Kamu tidak jadi meneruskan, mas? Kamu tidak perlu merasa bersalah. Ini sudah menjadi hal yang biasa untukku. Aku sudah khatam." "Sudah mas, kita sudah berniat baik dan adil pada mbak Fia. Kalau tidak di terima itu tidak akan mempengaruhi kebahagiaan kita." Rara menarik pergelangan tangan Faris membawanya menjauh dari Fia. "Aku kecewa sama kamu Fia. Begitu bencinya kamu sama Rara? Apa salahnya kamu menerima Rara, dia saja tidak masalah kalau aku akan mengutamakan kamu sebagai istri pertamaku." Kesal Faris. "Itu bukan urusan aku, mas. Pergilah acara segera di mulai, apa kamu lebih suka aku dalam masalah? Kamu tahu ibu sangat marah sama aku lebih parah lagi ibu akan melakukan itu di depan banyak orang." "Oke. Mas kedepan, aku harap kamu berubah pikiran. Terima mereka demi keluargaku." "Kamu egois mas, kamu hanya mencari alasan hanya untuk membela dirimu." Tamu undangan mulai desas-desus mengenai poligami yang di lakukan oleh Faris. Mereka adalah tetangga sekitar. Sebagian iba dengan kehidupan Fia. Namun, tak jarang mereka mengolok-olok Fia yang bersedia di madu, dan alasan Faris menikah lagi karena Fia mandul. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah Faris dan Rara, bahkan Faris tidak hentinya mengusap perut Rara. 'sejauh itu kamu pergi mas, aku tidak mampu untuk menahan mu pergi. Pernikahan ini bukan keterpaksaan tapi keinginan kamu juga,' batin Fia. "Berhenti menangis, pria itu terlalu mahal untuk mendapatkan air matamu, Fia." Ucap seseorang yang mampu menghentikan isak nya. "Ambil, berjanjilah jika kamu tidak akan mengeluarkan air mata lagi untuk pria brengsek itu," pria itu mengulurkan sapu tangan kearahnya. "Terima kasih, kalau begitu aku permisi," Fia berlalu dari hadapan pria itu akan tetapi suara Bu Winda lagi-lagi harus menghentikan langkahnya. "Fia, kamu cek semua hidangan apa semua sudah tersaji dengan benar? Ibu tidak ingin ada kekurangan jadi –" "Tante Winda, apa kabar?" sapa pria itu membuat mata Bu Winda membulat sempurna. "Erik, benarkan kamu sayang? Kenapa kamu datang tanpa kabar sama tante? Ayok, gabung acara sebentar lagi selesai." Sambut Bu Winda, meski terkejut karena Erik tiba-tiba pulang. "Ya, Tan, aku pulang. Ini acara apa Tan? Kenapa di sana ada Faris sama wanita lain?" tanya Erik, basa-basi. Karena sebenernya ia tahu jika Faris menikah dengan Rara sahabat masa kecil Faris. "Baiklah, ayok ikut tante. Kamu harus makan dulu," "Fia siapkan minuman dan makanan untuk Erik. Cepetan!" sentak Bu Winda. "I–iya, Bu," Fia menyiapkan berapa kudapan dan minuman untuk Erik, pria yang tak lain adalah sepupu Faris. "Silahkan," ucap Fia, tanpa menolah kearah Erik. "Terima kasih Fia," sahutnya lembut. Benar yang di katakan oleh Bu Winda acara selesai setelah berapa saat Erik duduk di ruang keluarga. Fia yang terlihat sibuk kesana kemari berulang kali tangannya menyentuh perutnya. Kehamilannya yang sampai saat ini masih ia sembunyikan dari suaminya. Semua tak lepas dari perhatian Erik tangannya terkepal kuat membuat otot di tangannya terlihat menonjol. "Ris, ibu nggak bohong kan? Sekarang kamu percaya kalau Erik pulang? Erik kenalkan dia Rara, istri kedua Faris sekarang dia sedang mengandung anak Faris. Cucu yang sudah lama Tante tunggu-tunggu, ternyata akan terlahir dari wanita berkelas bukankah tuhan itu adil? Tuhan tahu jika keturunan Indurasmi akan lahir dari rahim wanita berkelas!" ucapnya angkuh, membanggakan Rara yang berasal dari keluarga kaya. Tidak seperti Fia ibunya meninggal dan ayahnya pergi entah kemana apakah masih hidup apa sudah meninggal. Faris menatap Erik penuh tanda tanya, hatinya kembali cemas. Kepulangan Erik bertepatan dengan dirinya yang telah menikah lagi. "Hai, Erik, aku istrinya mas Faris. Sekaligus ibu dari anaknya, tapi kenapa kita tidak kenal dulu ya? Bukankah aku teman sejak kecil Faris. Atau kamu yang dulu suka marah sama aku kalau aku ikutin? Ah! Pasti itu kamu. Wah, ternyata kamu jauh berbeda dari dulu ya," ucap Rara, tangannya terulur menjabat tangan Erik. Erik mengabaikan tangan wanita itu ia fokus pada pemandangan di depannya di mana Fia membantu seorang ibu yang datang dengan anak kecil di gendongan nya. "Ayok, duduk. Kenapa kalian berdua saling diam? Ah, ibu tahu kamu kangen dan ingin berbincang berdua kan? Oke, ibu tinggal dulu ya," Bu Winda meninggalkan mereka bertiga. Sunyi tanpa ada yang memulai percakapan tamu undangan berlahan membubarkan diri hanya sisa sampah berserakan Fia dengan cekatan merapikan sisa makanan yang tergeletak di sana. Berapa tetangga membantunya akan tetapi Bu Winda mengusir mereka sehingga mereka hanya bisa memberikan doa dan semangat untuk Fia.Lelah seharian tanpa istirahat Fia memutuskan untuk tidur lebih cepat. Tidak perduli akan menjadi amukan Ibu mertuanya, semua menu untuk makan malam tersaji di meja makan sehingga Fia memutuskan untuk berdiam diri di kamar.Suara ketukan terdengar rasa lelah yang tak bisa ia tahan membuat Fia enggan bangun, ia tetap berbaring dengan mukena masih menempel di tubuhnya."Fia, kamu sakit? Kenapa kamu tidak turun makan malam?" tanya Faris, pria itu melihat keadaan istri tuanya yang tidak turun sejak sejam lalu usia makan malam. Kedatangan Faris di kamar Fia, bukan lain bukan karena perintah Ibunya untuk memanggil Fia agar membersihkan meja makan yang berantakan."Aku tindak apa-apa, mas," sahut Fia lirih, perutnya terasa kram sehingga berapa kali Fia meringis kesakitan."Fia apa yang kamu rasakan?" cemas Faris melihat wajah Fia semakin pucat. Matanya terpejam kuat."Fia bangun ada apa, ini Fia? Apa yang kamu rasakan Fia, Fia!!""Faris lama banget sih, cuma manggil aja pake waktu. Itu kena
Kondisi Fia membaik wajahnya tidak lagi seputih kapas meksi terlihat masih pucat. "Mau pulang sekarang? Atau kamu menunggu suamimu? Sebaiknya kamu pulang sama aku. Faris pergi sama istri mudanya." Ucap Erik."Aku akan naik taksi, terima kasih kak," sahut Fia. "Untuk apa terima kasih, lagi pula kamu yakin akan naik taksi? Lihat mukena yang kamu pakai, apa sopir taksi tidak kaget?" ujarnya membuat Fia melihat dirinya. Benar saja mukena masih menutupi tubuhnya "Ayok," ajak Erik. Sikap Erik yang dingin membuat Fia segan walau Erik adalah sepupu suaminya. Kening Fia menyatu melihat mobil suaminya terparkir di rumah, tanpa sadar bulir bening meluncur begitu saja melihat Faris tengah tertawa dengan madunya tangannya berada di perut Rara."Assalamualaikum,""Wa'alaikumsalam, F–fia, aku bisa –" sahut Faris terbata. Melihat wajah Fia yang sendu terlihat jelas ada jejak air mata di sana."Mbak maafkan aku, seandainya perutku tidak kram mas Faris pasti tidak mengantarku pulang. Tapi tadi aku
Rara tersenyum puas apa yang ia inginkan kini terwujud. Menjadi istri satu-satunya Faris dan menjadikan pria itu ayah untuk anak yang di kandungnya. Mengetahui rahasia besarnya Rara berusaha untuk menyingkirkan Fia dari rumah mertuanya."Aku pernah mengatakan jika Faris sendiri yang akan mengusirmu. Dan lihat aku membuktikannya bukan? Kamu bukan lawangku, Fia!" ucapnya penuh kemenangan."Tidak apa jika suamiku memilihmu dan menjadikan anak itu sebagai anaknya. Satu hal yang tidak kamu dapatkan dari suamiku, yaitu hatinya. Kamu tahu dia begitu mencintai wanita yang tulus terlebih dia mampu menjaga dirinya, hatinya hanya ada Shafia Wening Wajendra. Meski aku pergi itu akan menjadi hari buruk untukmu, ayah kamu sudah tahu hal itu?" ucap Fia penuh penekanan."Mbak maafkan aku. Sejak tadi aku coba untuk memberikan pengertian sama mas Faris, tapi suami kita lebih mengutamakan fakta dari pada ucapan ku," isaknya penuh drama. Rara mengedipkan sebelah matanya kearah Fia dimana suami dan ibu m
Poppy mencebik tujuannya datang ke rumah orang tuanya untuk bersenang-senang bukan terlibat dalam masalah yang mengharuskan dirinya memerankan tokoh yang diinginkan oleh kakak ipar dan Ibunya."Poppy hubungi Erik, suruh dia ke sini." Titah Jordan."Untuk apa? Nggak Sudi aku bertemu pengkhianatan seperti dia lagi ayah!" sentak Faris."Ayah ingin mendengar langsung apa yang terjadi. Jika Erik terbukti ayah sendiri yang akan menghajarnya!" "Kamu ini gimana sih mas. Buat apa kamu tanya, dia pasti mengelak tuduhan kita. Lagi pula kita punya buktinya! Sudah, ibu nggak mau ada pertengkaran lagi di sini dan kamu mas sebaiknya istirahat di kamar! Poppy batalkan hubungi Erik." Sungut Bu Winda."Tidak usah menghubungiku, aku ada di sini. Om, Tante dan kamu Faris. Aku tidak butuh untuk membela atau di bela. Satu yang perlu aku katakan, Fia adalah wanita yang baik, dia menjaga bukan hanya pandangannya tapi juga harga dirinya. Kalian tentu tahu apa yang terjadi di dalam rumah ini sebagai seorang
"Alhamdulillah sampai juga,"gumam Fia, melihat rumah sederhana yang ia titipkan pada tetangga terdekat."Assalamualaikum!""Wa'alaikumsalam, kamu siapa?""Aku? Aku Shafia. Dan ibu ini siapa? Kenapa ada di rumah nenek saya?" tanya Fia."Nenek, kamu? Ini rumah saya, kamu jangan ngaku-ngaku. Pasti kamu mau maling di rumahku, iya?!" ucap wanita paruh baya itu."Astaghfirullahaladzim buk, saya cuma tanya karena rumah ini milik nenek saya. Bahkan saya bawa suratnya," ujar Fia, meluruskan masalah yang terjadi."Mana buktinya? Awas aja kalau kamu bohong!!" "Siapa buk? Kenapa ribut malam-malam begini. Malu di dengar tetangga," ujar pria yang baru keluar dari rumah itu."Ini loh, ada perempuan yang ngaku-ngaku pemilik rumah ini. Dasar wanita kampung!" sengit wanita itu."Tunggu sebentar, nak apa kamu punya buktinya jika rumah ini milik kamu? Maaf kamu tahu kan jaman sekarang itu gimana? Bapak cuma memastikan saja." "Tentu saja pak, buk, maafkan saya jika menganggu ketengan keluarga bapak. Ini
Fia terbangun sebelum subuh. Semalam sulit untuk memejamkan mata, mengingat ujian yang datang silih berganti. Mengetahui fakta yang menyakitkan membuat Fia tersadar begitu mudahnya ia di tipu."Kamu sudah bangun? Duduklah, ada yang ingin ibu katakan sama kamu." Ujar wanita paruh bayu itu yang tak lain adalah Bu Risa. "Ada apa Buk?" tanya Fia, ragu."Begini nak, semalam ibu dan bapak membicarakan kamu. Begini maksud ibu, kamu sekarang sebatang kara gimana kalau kamu tinggal di sini bersama kami. Kebetulan kami hanya berdua, kamu bisa bekerja di toko kami atau berkebun," ucap Bu Risa. "Masya Allah buk, terima kasih atas tawarannya tentu saya tidak bisa menolaknya. Tapi untuk tinggal di sini apa saya tidak terlalu merepotkan ibu dan bapak? Bahkan ibu dan bapak tidak mengenal saya," "Untuk niat baik pada orang, tidak perlu mengenali siapa orang yang akan kita tolong lebih dulu. Justru ibu minta maaf saat kamu datang ibu terlalu jahat sama kamu, makanya apa lagi ibu sudah berburuk sang
Fia memahami dengan cepat, apa yang di ajarkan oleh Andy padanya."Kamu sudah paham mbak Fia?" tanya Andy."Alhamdulillah, sudah pak Andy.""Panggil aja Andy. Usia kita tidak jauh beda kok," ucapnya santai."B– baik, pak, eh, mas Andy," "Kalau kamu sudah bisa, aku tinggal ya. Ingat perbanyak istirahat." Ucap Andy sebelum pergi.Dia hanya mengangguk dan kembali fokus dengan tugasnya. Cukup dua hari ia istirahat sesuai perintah Bu Risa. "Kamu anak baru di sini, ya?" Fia menoleh tersenyum manis pada wanita di depannya."Ya, mbak, kenalkan –" tangan Fia di tepis kasar wanita yang menatapnya tidak suka."Kamu pikir aku selevel sama kamu? Hei, kamu pake ilmu pelet apa? Sampai pak Andy yang judes berubah baik sama kamu. Atau kamu ini simpanan pak Andy, iya? Panggilnya aja beda pake mas tanpa embel-embel pak di depannya. Murahan, cerita lama!!" sengit wanita yang tengah berkacak pinggang."Maaf mbak, pak Andy sendiri yang minta saya untuk tidak memanggilnya Pak tetapi Mas bukan karena kema
"Mas minta duit dong?" Rara menyodorkan tangannya tepat di depan wajah Faris."Duit lagi? Buat apa?" tanya Faris."Buat shoping dong! Masa buat tidur." Ucap Rara, setengah kesal."Ya, aku tahu itu. Tapi kenapa akhir-akhir ini kamu sering pergi apa kamu lupa waktu atau bagaimana? Lihat di luar sudah gelap dan lihat jam sudah menunjukkan jam berapa sekarang? Apa kamu akan tetap pergi sedangkan kamu lagi hamil?" ujar Faris mencoba untuk menahan kepergian Rara. Mengingat sudah malam dan waktunya di rumah, ia lelah bekerja seharian saat dia pulang ingin bermanja dengan istrinya namun sayang istri barunya sulit untuk di cegah jika memiliki keinginan."Aku cuma ingin jalan-jalan kalau kamu tidak mau mengantarku juga tidak apa-apa. Aku bisa pergi sendiri ini bukan aku yang mau tapi anak kamu anak yang aku kandung bukankah kamu menginginkan anak ini untuk menjadi penerus keluarga kamu jadi kamu harus menuruti semua kemauanku. Aku berapa kali harus aku jelaskan ini bukan kemauan aku tapi anak k
"Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku huh? Apa begini caramu menghancurkan kami? Sayangnya hal itu tidak berlaku pada kami, aku akan menghancurkan kamu Faris!" geram Erik, sejak meninggalkan rumah untuk menemui Faris yang seenaknya mencuci otak putranya. "Haha! Kau takut? Erik, kamu lupa dia itu anakku, apa pun yang aku lakukan itu semua terserah sama aku, itu hak aku, paham?" Faris merapikan keras kemejanya yang sedikit berantakan karena ulah Erik.Bugh!Bugh!"Kamu pikir aku akan membiarkan semuanya terjadi. Kamu salah besar Faris, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal karena sudah menyentuh keluargaku!" tegas Erik.Faris hanya tersenyum, sudut bibirnya terasa asin Erik berhasil melukainya. Melihat tingkah sepupu sekaligus ayah tiri anaknya, sedikit perasaan cemas namun Faris mampu bersikap tenang menghadapi Erik. "Kau takut Erik? Kamu lupa ikatan darah lebih kental dari apa pun dan aku yakin apa yang kamu lakukan ini akan membawa kehancuran hubunganmu dan Fia. Kamu lupa itu
"Jadi itu benar bund?" "Ya sayang, kenapa kamu tanya itu sama bunda? Jagoan bunda memikirkan hal lain?" tanya Fia, lembut."Tidak ada bund!" sahut Al santai.Hari berikutnya sikap Al seperti biasa hanya saja lebih diam, setiap Fia menanyakan selalu di jawab gelengan dan tidak apa-apa. Permintaan tiba tiba Al yang menginginkan sekolah dan permintaan yang sebentarnya membuat Fia curiga. Akan tetapi Fia mengabaikan mengira semua akan baik baik saja."Hari ini kita akan daftar sayang, kamu sudah pilih sekolah mana yang kamu inginkan?" tanya Fia, kali ini mengusap punggung putranya.Pembawaan yang tenang seakan semua berjalan sesuai keinginan, tanpa di ucapkan Fia tahu jika putranya menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi Fia tidak tahu apa, ia akan membicarakan kegelisahannya pada yang suami."Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Erik, khawatir dengan perubahan sikap anak sambungnya, sama seperti yang di rasakan Fia.Fia hanya menggeleng, ingin mengatakan jika curiga pada Faris itu tidak mungk
Kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Erik, jika akan secepat ini membuat istrinya hamil penerus untuknya. Sejak awal Erik tidak peduli dengan anak sebab sebelum menikah dengannya Fia memiliki anak yang sangat ia cintai. Tidak berbeda jauh berbeda dengan Erik, kehamilan ini adalah kehamilan yang kedua untuk Fia sehingga memudahkan wanita cantik berhijab itu menyikapinya dengan santai. Berbeda dengan Erik yang cemas bahkan kini bersikap posesif terhadapnya."Assalamualaikum sayang, kamu di mana?""Waalaikumsalam mas kamu sudah pulang? Aku ada di dapur. Apa yang kamu bawa itu?" Fia berbalik menyambut kedatangan Erik, entah kenapa hari ini Fia merindukan aroma tubuh pria yang begitu mencintainya."Kamu lupa apa yang kamu minta tadi siang? Di mana Al?" Erik mengecup kening Fia sekilas, sebelum berlanjut mengusap perut rata Fia."Aku kira tidak ada mas. Aku lupa Al sedang pergi bersama ayah, sebentar lagi pulang." Fia berulang kali mengendus kemeja yang masih melekat di tubuh Er
Kebahagiaan Fia dan Erik tidak lepas dengan kedua orang tua mereka. Al yang begitu antusias dengan kehamilan ibunya tak jarang mengajak adiknya yang berada dalam perut untuk bermain bersama."Bund, kalau jadi Abang apa perlu jadi berani?" tanya Al polos."Itu tidak perlu sayang, cukup jadi Abang yang baik dan sayang untuk adik. Satu lagi jadi pelindung bukan berarti jadi berani karena keberanian itu juga untuk diri sendiri. Untuk menjaga diri Abang saat berada di luar rumah.""Begitu ya bund?""Iya sayang,""Abang mau adik perempuan bund!" antusias Al."Boleh, berdoa mintalah pada Allah agar Abang punya adik perempuan ya," "Ya bunda!" Demi kehamilannya membuat Fia tak bisa beraktivitas banyak di luar, sehingga semua urusan ia serahkan kembali pada sang ayah. Begitu pula dengan Erik yang melarang aktivitas yang berat pada Fia."Bagaimana hari ini sayang? Apa ada yang kamu inginkan?" Erik duduk membelai kepala yang tertutup kerudung."Aku menginginkan sesuatu, apa kamu akan mengabulka
Erik yang mendapat keluhan dari Fia mengenai kedatangan mantan suaminya, yang tidak lain adalah sepupunya yang datang di saat dirinya pergi ke kantor. Namum hal itu kini bernafas lega karena Faris memutuskan untuk bekerja di luar kota dan meminta waktu untuk bertemu seharian dengan Al. Hal itu tidak menjadi hal yang sulit di kabulkan oleh Fia. "Aku permisi, mulai hari ini aku akan datang di akhir pekan. Dan aku harap waktu sehari itu untukku bersama dengan Al," ujar Faris sebelum meninggalkan rumah Erik."Silahkan aku tidak akan membatasinya, asalkan kamu menepati janji untuk tidak mengusik istriku." Tegas Erik."Tentu, kamu jangan khawatir."Itulah percakapan dua pria dewasa, Erik menatap punggung sepupunya yang semakin jauh. "Aku harap kamu bukanlah ancaman untuk anak dan istriku. Jika hal itu terjadi aku tidak akan memaafkan kamu Faris." Gumam pria tampan itu.Hari hari berlalu begitu tenang, sudah setahun ini Faris datang di akhir pekan walau hanya sekedar menjemput Al untuk bert
Sudah berapa hari Pak Bagas terbaring di rumah sakit, tubuhnya yang semakin melemah membaut Rara dan ibunya semakin khawatir. Meski dokter memintanya terus dirawat, akan tetapi karena keuangan mereka yang kini semakin semrawut sehingga memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah, mereka sendiri yang akan merawatnya. "Mah apa selama ini ayah tidak pernah menyimpan kekayaan lain selain perusahaan dan rumah ini?" tanya Rara, menatap ayahnya berada di rumah sakit dan perusahaan yang sudah diambil alih oleh orang tua Fia. Kehidupan mereka semakin sulit. Bukan hanya keuangan bahkan berapa tunggakan hutang semakin menjerat."Kalau ada buat apa mama menyembunyikannya, justru karena tidak ada itu yang membuat mama pusing. Ra, coba tanya suamimu apa suamimu masih punya tabungan? Mama masih ingat sebelum kejadian, ayahmu sudah mentransfer ke rekening suamimu dan juga ke rekening pribadi kamu. Mama rasa uang itu masih aman di dalam rekening kamu dan juga suamimu, setidaknya masih ada," ujar Leni
Kedekatan Faris dan Al semakin intens, baik Fia dan Erik serta kedua orang tua mereka tidak melarang atau pun membatasi Faris bertemu dengan Al. Darah yang mengalir dalam tubuh Al adalah darah dari keluarga Indurasmi suka atau tidak itu tidak mungkin di pungkiri, hal itulah yang memutus hubungan antara anak dan ayah.Kesibukan Fia di kantor tentu menyita banyak waktu sehingga wanita berhijab itu memutuskan untuk menyerahkan semua urusan kantor pada asisten pribadinya. Tentu dengan orang kepercayaan Ayahnya yang sampai saat ini masih bekerja di perusahaan dan memiliki kedudukan yang tinggi.Pagi ini Fia di sibukkan dengan peralatan dapur, menu sarapan yang wajib untuk keluarga kecilnya. Karena Hanendra memutuskan untuk pulang ke rumah pribadinya dan Ibu Belinda yang juga memilih pulang ke kediamannya."Alhamdulillah beres! Mbok tolong siapkan piringnya di sini ya, aku ke kamar dulu pasti dua jagoan aku sudah bangun," ucap Fia, lembut membuat para pekerjaan di rumahnya begitu nyaman dan
Siapapun akan merasa iri melihat kedekatan antara Erik dan Al, siapa sangka mereka hanyalah ayah dan anak tiri. Pemandangan indah di depannya membuat hati seseorang terasa sakit dan cemburu.Lebih dari empat jam di kediaman Fia dan Erik tidak sedikit pun Al bermain dengan Faris. Anak itu begitu dekat dengan Erik, tidak jarang menolak ajakan Faris. Namun Erik yang notabenenya hanyalah ayah sambung sekaligus sepupu Faris menjelaskan pada putranya jika Faris adalah orang terdekat mereka. Sehingga Al bersedia duduk di samping Faris, hanya duduk diam tanpa bermanja-manja padanya seperti yang di lakukannya pada Erik."Anak kecil memang tidak bisa di bohongi, mana yang tulus mana yang bulus." Gumam Fia, entah kenapa hatinya gelisah."Berikan kesempatan pada Faris mengenal anaknya, begitu sebaliknya biarkan Al mengenali ayah kandungannya. Kamu dah Erik sudah sepakat sebelumnya bukan? Lalu untuk apa kamu berubah pikiran?" Pak Hanendra mengusap punggung putrinya."Tapi Yah, aku nggak bisa perca
"Aww, ayah!" Faris mengusap lengannya yang mendapatkan pukulan dari sang Ayah."Rindu terlarang. Buang jauh perasaan itu Faris, kamu yang salah dalam apapun mengenai Fia. Jadi ayah minta untuk tidak lagi mengatakan hal yang tidak pantas." Ucap Jordan tegas.Bagaimana bisa putranya merindukan mantan istrinya. Dulu sering ia nasehati untuk tidak melakukan hal yang merugikan dirinya, nyatanya semua hanya angin lalu. Putranya justru mengikuti kemauan ibunya sehingga rumah tangganya hancur, bukan hanya dengan Fia, tapi juga dengan Rara."Mas kamu ini gimana sih. Orang anak sendiri kok di gituin, biarin aja napa, sapa tau mereka masih ada jodoh, Faris rujuk sama Fia. Kan kamu juga yang bahagia kan mas?" ujar Winda tanpa beban."Kamu ini mikir apa sih! Atau kamu sama anakmu sedang memikirkan cara untuk mendekati Fia, melalui cucuku? Faris buang jauh impian kamu itu, ayah orang pertama yang menentang itu. Kamu lupa Fia menikah dengan siapa? Bagaimana ayahnya, sudahlah Faris dan kamu sudah cu