"Alhamdulillah sampai juga,"gumam Fia, melihat rumah sederhana yang ia titipkan pada tetangga terdekat."Assalamualaikum!""Wa'alaikumsalam, kamu siapa?""Aku? Aku Shafia. Dan ibu ini siapa? Kenapa ada di rumah nenek saya?" tanya Fia."Nenek, kamu? Ini rumah saya, kamu jangan ngaku-ngaku. Pasti kamu mau maling di rumahku, iya?!" ucap wanita paruh baya itu."Astaghfirullahaladzim buk, saya cuma tanya karena rumah ini milik nenek saya. Bahkan saya bawa suratnya," ujar Fia, meluruskan masalah yang terjadi."Mana buktinya? Awas aja kalau kamu bohong!!" "Siapa buk? Kenapa ribut malam-malam begini. Malu di dengar tetangga," ujar pria yang baru keluar dari rumah itu."Ini loh, ada perempuan yang ngaku-ngaku pemilik rumah ini. Dasar wanita kampung!" sengit wanita itu."Tunggu sebentar, nak apa kamu punya buktinya jika rumah ini milik kamu? Maaf kamu tahu kan jaman sekarang itu gimana? Bapak cuma memastikan saja." "Tentu saja pak, buk, maafkan saya jika menganggu ketengan keluarga bapak. Ini
Fia terbangun sebelum subuh. Semalam sulit untuk memejamkan mata, mengingat ujian yang datang silih berganti. Mengetahui fakta yang menyakitkan membuat Fia tersadar begitu mudahnya ia di tipu."Kamu sudah bangun? Duduklah, ada yang ingin ibu katakan sama kamu." Ujar wanita paruh bayu itu yang tak lain adalah Bu Risa. "Ada apa Buk?" tanya Fia, ragu."Begini nak, semalam ibu dan bapak membicarakan kamu. Begini maksud ibu, kamu sekarang sebatang kara gimana kalau kamu tinggal di sini bersama kami. Kebetulan kami hanya berdua, kamu bisa bekerja di toko kami atau berkebun," ucap Bu Risa. "Masya Allah buk, terima kasih atas tawarannya tentu saya tidak bisa menolaknya. Tapi untuk tinggal di sini apa saya tidak terlalu merepotkan ibu dan bapak? Bahkan ibu dan bapak tidak mengenal saya," "Untuk niat baik pada orang, tidak perlu mengenali siapa orang yang akan kita tolong lebih dulu. Justru ibu minta maaf saat kamu datang ibu terlalu jahat sama kamu, makanya apa lagi ibu sudah berburuk sang
Fia memahami dengan cepat, apa yang di ajarkan oleh Andy padanya."Kamu sudah paham mbak Fia?" tanya Andy."Alhamdulillah, sudah pak Andy.""Panggil aja Andy. Usia kita tidak jauh beda kok," ucapnya santai."B– baik, pak, eh, mas Andy," "Kalau kamu sudah bisa, aku tinggal ya. Ingat perbanyak istirahat." Ucap Andy sebelum pergi.Dia hanya mengangguk dan kembali fokus dengan tugasnya. Cukup dua hari ia istirahat sesuai perintah Bu Risa. "Kamu anak baru di sini, ya?" Fia menoleh tersenyum manis pada wanita di depannya."Ya, mbak, kenalkan –" tangan Fia di tepis kasar wanita yang menatapnya tidak suka."Kamu pikir aku selevel sama kamu? Hei, kamu pake ilmu pelet apa? Sampai pak Andy yang judes berubah baik sama kamu. Atau kamu ini simpanan pak Andy, iya? Panggilnya aja beda pake mas tanpa embel-embel pak di depannya. Murahan, cerita lama!!" sengit wanita yang tengah berkacak pinggang."Maaf mbak, pak Andy sendiri yang minta saya untuk tidak memanggilnya Pak tetapi Mas bukan karena kema
"Mas minta duit dong?" Rara menyodorkan tangannya tepat di depan wajah Faris."Duit lagi? Buat apa?" tanya Faris."Buat shoping dong! Masa buat tidur." Ucap Rara, setengah kesal."Ya, aku tahu itu. Tapi kenapa akhir-akhir ini kamu sering pergi apa kamu lupa waktu atau bagaimana? Lihat di luar sudah gelap dan lihat jam sudah menunjukkan jam berapa sekarang? Apa kamu akan tetap pergi sedangkan kamu lagi hamil?" ujar Faris mencoba untuk menahan kepergian Rara. Mengingat sudah malam dan waktunya di rumah, ia lelah bekerja seharian saat dia pulang ingin bermanja dengan istrinya namun sayang istri barunya sulit untuk di cegah jika memiliki keinginan."Aku cuma ingin jalan-jalan kalau kamu tidak mau mengantarku juga tidak apa-apa. Aku bisa pergi sendiri ini bukan aku yang mau tapi anak kamu anak yang aku kandung bukankah kamu menginginkan anak ini untuk menjadi penerus keluarga kamu jadi kamu harus menuruti semua kemauanku. Aku berapa kali harus aku jelaskan ini bukan kemauan aku tapi anak k
"Memang kenapa dengan status aku? Bukankah kamu yang membuat aku seperti ini?" tanya Fia, lelah harus mengalah pada wanita di depannya."Aku? Nggak salah kamu ngomong gitu? Mikir dong! Mana mungkin wanita berkelas sepertiku harus mengotori hati cuma untuk mendapatkan pria yang berstatus suami orang. Halo, kalau mimpi itu tidur!" "Ada apa ini?" Andy, menghampiri Fia yang berdebat dengan salah satu pengunjung."Oh, apa bapak manajer di sini? Perempuan ini hamil tanpa suami. Lebih tepatnya dia selingkuh dan sekarang hamil dari pria selingkuhannya tapi sayang, selingkuhannya itu lepas tanggung jawab memalukan!!" ucap Rara lantang di sela tawanya.Plakk!!Rara terdiam tidak percaya jika Fia akan menamparnya. Hal itu membuat wajah Rara merah padam."Beraninya kamu menamparku hah? Kamu pikir kamu itu siapa? Kamu cuma wanita yang di buang oleh suaminya!" "Kamu lupa siapa kamu Rara? Kamu penyebab hancurnya rumah tanggaku. Kamu memisahkan anak dari ayahnya dan dengan lidah mu memfitnah aku da
"Fia, sini!" Nisa berlari menghampiri Fia yang tidak kunjung mendekatinya."Kamu harus pergi dari sini secepatnya. Cepatlah sudah tidak ada waktu lagi, jika kamu menyayangi anak yang ada dalam kandunganmu sebaiknya pergi dari sini." Sambung Nisa, mengatur nafas yang naik turun."Mbak ada apa?" Fia menautkan kedua alisnya bingung melihat tingkah Nisa yang benci padanya."Udah cepetan. Aku kasih tau nanti, pokoknya kali ini aku berbuat baik sama kamu." Nisa membantu dia mengambil bajunya untuk masukkan ke dalam tas. "Cepetan! Sebelum wanita itu datang.""Wanita siapa?""Madu kamu. Dia ingin mencelakai anak kamu, cepetan aku nggak —" "Mau kemana kalian?" Berdua terhenti tas di tangan Nisa terjatuh begitu saja. Nisa menggenggam tangan Fia lebih erat lagi, ya, setelah mendengar semua kebenaran yang terjadi pada hidup Fia, Nisa merasa bersalah atas apa yang ia lakukan bahkan sudah menuduhnya yang tidak-tidak."Kenapa kalian diam? Aku tanya kalian mau ke mana?" Fia menghela napasnya, meng
"Jaga ucapanmu. Kamu pikir aku wanita perebut suami orang, hah?" sentak Rara, tidak terima tuduhan Fia walau itu benar."Nyatanya memang begitu, bukan? Kapan kalian berhubungan? Bahkan suamiku tega menikah lagi tanpa izin dariku. Bukan itu yang menjadi masalahnya aku sudah melupakannya tapi, fitnah keji yang kamu katakan pada mantan suamiku, yang sayangnya di telan mentah-mentah olehnya, tidak peduli bagaimana aku ingin menjelaskan padanya jika yang di tuduhkan kamu itu semuanya salah itu membuatku sakit. Ingat untuk kalian berdua kelak kalian akan merasakan seperti yang aku rasakan saat ini. Camkan itu!" Fia meluapkan kemarahannya pada Rara dan Faris. Pria yang diam seribu bahasa melihat kemarahan Fia, bukan menginginkan Faris kembali tapi kebencian atas anak yang dalam kandungnya di tolak mentah-mentah oleh mantan suaminya."Oh, kamu nyalahin aku begitu? Salahkan kamu sendiri kenapa tidak bisa menjaga suamimu. Lihat penampilan kamu kayak pembantu gimana suami betah dan lagi mandul.
Rara menautkan alisnya mendengar ucapan pria yang di sampingnya."Tunggu pak, apa bapak kenal wanita itu?" Rara kembali mencoba bertanya pada pak Hanendra memastikan pendengaran masih berfungsi dengan baik."Nak, ayah —" ucapan Pak Hanendra terhenti saat suara seseorang terdengar dari belakang."Siang pak Hanendra, maaf saya tidak menyambut kedatangan anda dengan baik. Silahkan duduk," ucap Erik yang mengulurkan tangan pada Pak Hanendra."Oh, tidak pa-pa pak Erik. Silahkan duduk mari kita bahas masalah kerjaan," ujar Pak Hanendra tatapannya tertuju pada Shafia."Pak Erik apakah dia?" tanya Pak Hanendra, menatap ke arah Fia."Oh, perkenalkan Shafia biasa di panggil Fia. Beliau adalah asisten pribadi saya pak," Erik memperkenalkan Shafia yang memilih bungkam. Entah apa yang ia pikirkan saat ini setelah lama kini sosok yang ia kira telah tiada kini duduk di hadapannya bahkan dalam keadaan sehat dan sukses.'ma ayah kemana? Apa ayah tidak akan pulang? Kenapa ayah tida kangen sama Fia?' '
"Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku huh? Apa begini caramu menghancurkan kami? Sayangnya hal itu tidak berlaku pada kami, aku akan menghancurkan kamu Faris!" geram Erik, sejak meninggalkan rumah untuk menemui Faris yang seenaknya mencuci otak putranya. "Haha! Kau takut? Erik, kamu lupa dia itu anakku, apa pun yang aku lakukan itu semua terserah sama aku, itu hak aku, paham?" Faris merapikan keras kemejanya yang sedikit berantakan karena ulah Erik.Bugh!Bugh!"Kamu pikir aku akan membiarkan semuanya terjadi. Kamu salah besar Faris, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal karena sudah menyentuh keluargaku!" tegas Erik.Faris hanya tersenyum, sudut bibirnya terasa asin Erik berhasil melukainya. Melihat tingkah sepupu sekaligus ayah tiri anaknya, sedikit perasaan cemas namun Faris mampu bersikap tenang menghadapi Erik. "Kau takut Erik? Kamu lupa ikatan darah lebih kental dari apa pun dan aku yakin apa yang kamu lakukan ini akan membawa kehancuran hubunganmu dan Fia. Kamu lupa itu
"Jadi itu benar bund?" "Ya sayang, kenapa kamu tanya itu sama bunda? Jagoan bunda memikirkan hal lain?" tanya Fia, lembut."Tidak ada bund!" sahut Al santai.Hari berikutnya sikap Al seperti biasa hanya saja lebih diam, setiap Fia menanyakan selalu di jawab gelengan dan tidak apa-apa. Permintaan tiba tiba Al yang menginginkan sekolah dan permintaan yang sebentarnya membuat Fia curiga. Akan tetapi Fia mengabaikan mengira semua akan baik baik saja."Hari ini kita akan daftar sayang, kamu sudah pilih sekolah mana yang kamu inginkan?" tanya Fia, kali ini mengusap punggung putranya.Pembawaan yang tenang seakan semua berjalan sesuai keinginan, tanpa di ucapkan Fia tahu jika putranya menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi Fia tidak tahu apa, ia akan membicarakan kegelisahannya pada yang suami."Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Erik, khawatir dengan perubahan sikap anak sambungnya, sama seperti yang di rasakan Fia.Fia hanya menggeleng, ingin mengatakan jika curiga pada Faris itu tidak mungk
Kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Erik, jika akan secepat ini membuat istrinya hamil penerus untuknya. Sejak awal Erik tidak peduli dengan anak sebab sebelum menikah dengannya Fia memiliki anak yang sangat ia cintai. Tidak berbeda jauh berbeda dengan Erik, kehamilan ini adalah kehamilan yang kedua untuk Fia sehingga memudahkan wanita cantik berhijab itu menyikapinya dengan santai. Berbeda dengan Erik yang cemas bahkan kini bersikap posesif terhadapnya."Assalamualaikum sayang, kamu di mana?""Waalaikumsalam mas kamu sudah pulang? Aku ada di dapur. Apa yang kamu bawa itu?" Fia berbalik menyambut kedatangan Erik, entah kenapa hari ini Fia merindukan aroma tubuh pria yang begitu mencintainya."Kamu lupa apa yang kamu minta tadi siang? Di mana Al?" Erik mengecup kening Fia sekilas, sebelum berlanjut mengusap perut rata Fia."Aku kira tidak ada mas. Aku lupa Al sedang pergi bersama ayah, sebentar lagi pulang." Fia berulang kali mengendus kemeja yang masih melekat di tubuh Er
Kebahagiaan Fia dan Erik tidak lepas dengan kedua orang tua mereka. Al yang begitu antusias dengan kehamilan ibunya tak jarang mengajak adiknya yang berada dalam perut untuk bermain bersama."Bund, kalau jadi Abang apa perlu jadi berani?" tanya Al polos."Itu tidak perlu sayang, cukup jadi Abang yang baik dan sayang untuk adik. Satu lagi jadi pelindung bukan berarti jadi berani karena keberanian itu juga untuk diri sendiri. Untuk menjaga diri Abang saat berada di luar rumah.""Begitu ya bund?""Iya sayang,""Abang mau adik perempuan bund!" antusias Al."Boleh, berdoa mintalah pada Allah agar Abang punya adik perempuan ya," "Ya bunda!" Demi kehamilannya membuat Fia tak bisa beraktivitas banyak di luar, sehingga semua urusan ia serahkan kembali pada sang ayah. Begitu pula dengan Erik yang melarang aktivitas yang berat pada Fia."Bagaimana hari ini sayang? Apa ada yang kamu inginkan?" Erik duduk membelai kepala yang tertutup kerudung."Aku menginginkan sesuatu, apa kamu akan mengabulka
Erik yang mendapat keluhan dari Fia mengenai kedatangan mantan suaminya, yang tidak lain adalah sepupunya yang datang di saat dirinya pergi ke kantor. Namum hal itu kini bernafas lega karena Faris memutuskan untuk bekerja di luar kota dan meminta waktu untuk bertemu seharian dengan Al. Hal itu tidak menjadi hal yang sulit di kabulkan oleh Fia. "Aku permisi, mulai hari ini aku akan datang di akhir pekan. Dan aku harap waktu sehari itu untukku bersama dengan Al," ujar Faris sebelum meninggalkan rumah Erik."Silahkan aku tidak akan membatasinya, asalkan kamu menepati janji untuk tidak mengusik istriku." Tegas Erik."Tentu, kamu jangan khawatir."Itulah percakapan dua pria dewasa, Erik menatap punggung sepupunya yang semakin jauh. "Aku harap kamu bukanlah ancaman untuk anak dan istriku. Jika hal itu terjadi aku tidak akan memaafkan kamu Faris." Gumam pria tampan itu.Hari hari berlalu begitu tenang, sudah setahun ini Faris datang di akhir pekan walau hanya sekedar menjemput Al untuk bert
Sudah berapa hari Pak Bagas terbaring di rumah sakit, tubuhnya yang semakin melemah membaut Rara dan ibunya semakin khawatir. Meski dokter memintanya terus dirawat, akan tetapi karena keuangan mereka yang kini semakin semrawut sehingga memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah, mereka sendiri yang akan merawatnya. "Mah apa selama ini ayah tidak pernah menyimpan kekayaan lain selain perusahaan dan rumah ini?" tanya Rara, menatap ayahnya berada di rumah sakit dan perusahaan yang sudah diambil alih oleh orang tua Fia. Kehidupan mereka semakin sulit. Bukan hanya keuangan bahkan berapa tunggakan hutang semakin menjerat."Kalau ada buat apa mama menyembunyikannya, justru karena tidak ada itu yang membuat mama pusing. Ra, coba tanya suamimu apa suamimu masih punya tabungan? Mama masih ingat sebelum kejadian, ayahmu sudah mentransfer ke rekening suamimu dan juga ke rekening pribadi kamu. Mama rasa uang itu masih aman di dalam rekening kamu dan juga suamimu, setidaknya masih ada," ujar Leni
Kedekatan Faris dan Al semakin intens, baik Fia dan Erik serta kedua orang tua mereka tidak melarang atau pun membatasi Faris bertemu dengan Al. Darah yang mengalir dalam tubuh Al adalah darah dari keluarga Indurasmi suka atau tidak itu tidak mungkin di pungkiri, hal itulah yang memutus hubungan antara anak dan ayah.Kesibukan Fia di kantor tentu menyita banyak waktu sehingga wanita berhijab itu memutuskan untuk menyerahkan semua urusan kantor pada asisten pribadinya. Tentu dengan orang kepercayaan Ayahnya yang sampai saat ini masih bekerja di perusahaan dan memiliki kedudukan yang tinggi.Pagi ini Fia di sibukkan dengan peralatan dapur, menu sarapan yang wajib untuk keluarga kecilnya. Karena Hanendra memutuskan untuk pulang ke rumah pribadinya dan Ibu Belinda yang juga memilih pulang ke kediamannya."Alhamdulillah beres! Mbok tolong siapkan piringnya di sini ya, aku ke kamar dulu pasti dua jagoan aku sudah bangun," ucap Fia, lembut membuat para pekerjaan di rumahnya begitu nyaman dan
Siapapun akan merasa iri melihat kedekatan antara Erik dan Al, siapa sangka mereka hanyalah ayah dan anak tiri. Pemandangan indah di depannya membuat hati seseorang terasa sakit dan cemburu.Lebih dari empat jam di kediaman Fia dan Erik tidak sedikit pun Al bermain dengan Faris. Anak itu begitu dekat dengan Erik, tidak jarang menolak ajakan Faris. Namun Erik yang notabenenya hanyalah ayah sambung sekaligus sepupu Faris menjelaskan pada putranya jika Faris adalah orang terdekat mereka. Sehingga Al bersedia duduk di samping Faris, hanya duduk diam tanpa bermanja-manja padanya seperti yang di lakukannya pada Erik."Anak kecil memang tidak bisa di bohongi, mana yang tulus mana yang bulus." Gumam Fia, entah kenapa hatinya gelisah."Berikan kesempatan pada Faris mengenal anaknya, begitu sebaliknya biarkan Al mengenali ayah kandungannya. Kamu dah Erik sudah sepakat sebelumnya bukan? Lalu untuk apa kamu berubah pikiran?" Pak Hanendra mengusap punggung putrinya."Tapi Yah, aku nggak bisa perca
"Aww, ayah!" Faris mengusap lengannya yang mendapatkan pukulan dari sang Ayah."Rindu terlarang. Buang jauh perasaan itu Faris, kamu yang salah dalam apapun mengenai Fia. Jadi ayah minta untuk tidak lagi mengatakan hal yang tidak pantas." Ucap Jordan tegas.Bagaimana bisa putranya merindukan mantan istrinya. Dulu sering ia nasehati untuk tidak melakukan hal yang merugikan dirinya, nyatanya semua hanya angin lalu. Putranya justru mengikuti kemauan ibunya sehingga rumah tangganya hancur, bukan hanya dengan Fia, tapi juga dengan Rara."Mas kamu ini gimana sih. Orang anak sendiri kok di gituin, biarin aja napa, sapa tau mereka masih ada jodoh, Faris rujuk sama Fia. Kan kamu juga yang bahagia kan mas?" ujar Winda tanpa beban."Kamu ini mikir apa sih! Atau kamu sama anakmu sedang memikirkan cara untuk mendekati Fia, melalui cucuku? Faris buang jauh impian kamu itu, ayah orang pertama yang menentang itu. Kamu lupa Fia menikah dengan siapa? Bagaimana ayahnya, sudahlah Faris dan kamu sudah cu