“Sindy maaf, itu kursiku!” ucap Atira semanis mungkin. Ia cukup berteman baik dengan Sindy meskipun sekedar say hallo saja. Tentunya ia tak mau menjadikan Sindy musuh hanya karena perasaannya yang aneh seperti saat ini. “Tira! Tapi, kata Mas Zafran ini free. Iya kan?” tanya Sindy sambil melihat Zafran. Zafran memang mengatakan hal itu kepada Sindy untuk menutupi amarahnya karena Hans menyatakan I love you kepada Atira di depan umum, sedangkan wanita itu mengangguk dan hanya tersenyum. “Ya,” jawab Zafran sambil menganggukkan kepalanya dengan sikap cool. “Tira di depan aja, kamu kan pemeran utama. Masa...” Atira langsung berjalan menaiki tangga lagi, mencari bangku yang masih kosong di belakang. Ia memang sengaja tak mau menonton di barisan depan dan lebih memilih barisan kursi yang lebih sejajar dengan layar besar bioskop. Saat pergi, wajahnya kusut karena marah dengan Zafran. Namun saat para fans menyapanya, ia pun langsung menyunggingkan senyumnya.
“Hai!” Orang itu malah mengucapkan kalimat sapaan dengan suara bariton yang khas. Atira membuka ponsel pintarnya dan cahanyanya ia arahkan kepada orang itu. Seketika lelaki itu menutupi wajahnya agar tak terkena sorot cahaya ponsel, meskipun sebenarnya cahaya ponsel itu redup karena otomatis mengikuti kondisi ruangan. “Zafran!” ucap Atira agak kencang sambil memukulkan tasnya ke tangan Zafran. “Awww... “ ringis Zafran pura-pura kesakitan. “Mana Zafran?” tanya lelaki yang tadi membawa Atira duduk di sana. Zafran langsung mengambil ponsel milik Atira dari tangan wanita itu. Kemudian, cahayanya ia arahkan kepada lelaki itu. Ya, adanya lelaki itu menjadi penyebab Zafran melepas mode ngambeknya. Sedari awal, dia melihat Atira ditarik oleh seseorang. “Fatan!” dengus Zafran kesal. “Fatan? Dokter Fatan?” tanya Atira sambil melihat ke arah Fatan. “Sssttt!” beberapa orang yang berada di depan mereka merasa terganggu dengan kehebohan yang ada di belakangnya. Mereka meminta Atira
Semua orang yang sedang berdecak kagum karena merasa puas dengan alur film yang baru saja mereka tonton, tiba-tiba hening saat melihat adegan romantis sang pemeran utama di depan mata mereka. Cekrik... Tiba-tiba terdengar suara jepretan kamera yang diarahkan kepada Zafran dan Atira, disertai dengan silaunya blitz. Setelah itu, cahaya kamera seolah terus saling bersahutan. Zafran segera memeluk pinggang Atira dan mengajaknya menangkupkan kedua tangan sebagai penghormatan. “Apakah anda berdua berpacaran?”“Apa hubungan anda berdua?”“Apakah anda berselingkuh?”“Apa artinya pernyataan cinta Hans tadi?”Berbagai macam pertanyaan wartawan terus bersahutan seperti suara lebah yang mendengung di pendengaran. Atira shock dan hanya terdiam, ia tak tahu harus menanggapinya dengan cara bagaimana. Zafran memberi kode kepada Roni. Lelaki itu pun segera memahami maksud dari tatapan bos nya. Beberapa orang yang ikut nonton dan merupakan bodyguard Zafran, segera merapikan orang-oran
Atira melirik tajam ke arah Zafran. Saat ini mereka sedang berada di parkiran sehingga wanita itu tak ingin menutupi lagi semua gerak-geriknya. Biarkan saja ia menampakkan amarahnya kepada Zafran, toh tak ada paparazzi di sana. “Tira, please!” mohon Zafran yang tak berani lagi menyentuh tangan Atira. Ia hanya mengekori wanita berjilbab nude itu. Atira pun tak mendengarkan Zafran. Ia hanya berjalan dan terus berjalan dengan setengah berlari, wajah cantiknya pun ditekuk. Sang supir yang melihat majikannya demikian dari kantin khusus para penunggu, langsung lari tunggang langgang dan menekan remot kontrol mobil dari kejauhan. Atira pun segera membuka pintu belakang mobil, namun segera ditutup lagi oleh Zafran. Atira bertambah melotot, amarahnya semakin menggunung. “Duduk di depan, please!” mohon Zafran dengan tangan yang tetap menahan pintu mobil. Atira mendelik saja, namun ia tetap memutar ke pintu penumpang bagian depan. Zafran yang melihat hal itu seketika berlari agar i
Zafran hanya menatap Atira tanpa menjawab ajakannya. Ia berusaha meyakinkan bahwa apa yang didengarnya bukanlah halusinasi belaka. “Kamu enggak mau? Ya udah kalau emang enggak mau. Antar aku pulang aja!” titah Atira sambil mengerucutkan bibirnya. “Bukan. Bukan begitu. Aku mau, mau banget bahkan.” Zafran segera merapat keterdiamannya. “Jangan kalau terpaksa.” Atira kembali menatap lurus ke depan. “Jalan deh, tolong antar aku pulang sekarang!” titah Atira dengan muka datar. “Tapi aku mau banget nikah sama kamu. Apa yang harus aku lakuin?” tanya Zafran meyakinkan keinginannya. “Kalau kamu yakin, besok pagi jemput aku di apartemen, ya sekitar jam 6. Aku mau kita tanda tangani perjanjian pra nikah. Anggap saja pernikahan kita itu layaknya kupu-kupu dan bunga, ada simbiosis mutualisme yang sama-sama menguntungkan. Aku... ehmm, karirku akan aman. Kamu juga bisa mendompleng popularitas sekolah. Ya, sama-sama saling menguntungkan bukan?” tanya Atira dengan serius. Zafran mengulum s
“Siapa?” tanya Atira yang langsung menegakkan duduknya. “Roni,” jawab Zafran bersamaan dengan kemunculan Roni di ambang pintu, lengkap dengan notebook hitam yang ia pegang. “Pagi, Bu!” sapa Roni kepada Atira. “Pagi! Silakan duduk!” ucap Atira kepada Roni. “Terima kasih,” jawab Roni yang langsung mendudukkan bokongnya di single sofa yang bersinggungan dengan Zafran dan Atira. “Langsung aja, Ron!” titah Zafran. Roni pun mengangguk dan langsung meletakkan notebook di meja sofa, kemudian membuka dan menekan tombol powernya. “Aku buatkan dulu minum ya!” ucap Atira hendak berdiri. “Enggak usah, sayang!”“Enggak usah, Bu!”Ucap Zafran dan Roni bersamaan. “Kompak banget sih?” ledek Atira sambil terkekeh. Zafran dan Roni pun ikut terkekeh mendengar ledekan Atira. “Kalau enggak sehati, udah aku pecat dari dulu,” ucap Zafran dengan jumawa. Roni pun hanya menganggukkan kepalanya sambil terus terkekeh. “Eh, tunggu... tunggu! Sebenarnya, hubungan kalian itu apa?” tanya Ati
Atira menatap tak percaya bahwa Zafran langsung membubuhkan tanda tangan tanpa membaca setiap poin dengan seksama. Padahal menurut Atira, isinya tentu saja banyak menguntungkan dirinya. Atira juga tentunya tak bodoh, ia melihat bahwa Zafran tak membacanya sama sekali meskipun ia memegangnya, seolah ia sedang membaca semua. “Kamu yakin? Enggak bakalan nyesel kan?” tanya Atira ingin meyakinkan. “Ya. Apapun itu,” ucap Zafran sambil menyerahkan lembaran itu kepada Atira. Sekarang kamu yang tanda tangan!” ucap Zafran yang kini menyodorkan pulpen miliknya. “Kamu yakin enggak mau nambahin apa gitu?” tanya Atira sambil mengetuk-ngetukkan pulpen di atas mejanya. “Sure, aku percaya sama kamu,” ucap Zafran tulus. Atira serasa melayang di awang-awang mendapatkan perlakuan manis dari Zafran. Tapi hatinya terlanjur bersumpah bahwa ia tak akan pernah lagi memberikan cinta sepenuh hati kepada lelaki manapun, walaupun keadaan hatinya berbanding terbalik. “Ehemmm... “ dehem Roni yang menyadarkan
“Kamu ngapain ke sana?” tanya Zafran yang terdengar sedikit gagu. “Hallo Zafran!” ketus suara bariton dari ponsel Sella. Tentu saja ia sangat mengenal suara itu, suara lelaki yang membuatnya ada di dunia ini. “Hallo, Pih!” jawab Zafran tanpa berpura-pura tak tahu. “Detik ini juga, bawa perempuan itu ke sini!” titah pak Suwardi, ayah Zafran. “Tapi Pih... “Tiba-tiba sambungan telepon pun berbunyi tut yang menandakan bahwa obrolan mereka telah terputus. “Isshhh, bagaimana ini?” monolog Zafran sambil menyukai rambutnya. Zafran segera mengeluarkan ponsel seharga motor miliknya, kemudian mendial nomor Roni. “Hallo Ron. Hari ini juga kamu harus dapat rumah terbaik buat saya dan Ateera. Belikan juga Ateera mobil sport terbaik, high MPV buat anak-anak. Pastikan semua kebutuhannya dan juga anak-anak terpenuhi! Jangan lupa, booking ballroom hotel terbaik untuk acara minggu depan, tapi jangan milik kita!” Zafran segera menutup teleponnya. Ia hanya tinggal menunggu kabar dari Ro