Atira melirik tajam ke arah Zafran. Saat ini mereka sedang berada di parkiran sehingga wanita itu tak ingin menutupi lagi semua gerak-geriknya. Biarkan saja ia menampakkan amarahnya kepada Zafran, toh tak ada paparazzi di sana. “Tira, please!” mohon Zafran yang tak berani lagi menyentuh tangan Atira. Ia hanya mengekori wanita berjilbab nude itu. Atira pun tak mendengarkan Zafran. Ia hanya berjalan dan terus berjalan dengan setengah berlari, wajah cantiknya pun ditekuk. Sang supir yang melihat majikannya demikian dari kantin khusus para penunggu, langsung lari tunggang langgang dan menekan remot kontrol mobil dari kejauhan. Atira pun segera membuka pintu belakang mobil, namun segera ditutup lagi oleh Zafran. Atira bertambah melotot, amarahnya semakin menggunung. “Duduk di depan, please!” mohon Zafran dengan tangan yang tetap menahan pintu mobil. Atira mendelik saja, namun ia tetap memutar ke pintu penumpang bagian depan. Zafran yang melihat hal itu seketika berlari agar i
Zafran hanya menatap Atira tanpa menjawab ajakannya. Ia berusaha meyakinkan bahwa apa yang didengarnya bukanlah halusinasi belaka. “Kamu enggak mau? Ya udah kalau emang enggak mau. Antar aku pulang aja!” titah Atira sambil mengerucutkan bibirnya. “Bukan. Bukan begitu. Aku mau, mau banget bahkan.” Zafran segera merapat keterdiamannya. “Jangan kalau terpaksa.” Atira kembali menatap lurus ke depan. “Jalan deh, tolong antar aku pulang sekarang!” titah Atira dengan muka datar. “Tapi aku mau banget nikah sama kamu. Apa yang harus aku lakuin?” tanya Zafran meyakinkan keinginannya. “Kalau kamu yakin, besok pagi jemput aku di apartemen, ya sekitar jam 6. Aku mau kita tanda tangani perjanjian pra nikah. Anggap saja pernikahan kita itu layaknya kupu-kupu dan bunga, ada simbiosis mutualisme yang sama-sama menguntungkan. Aku... ehmm, karirku akan aman. Kamu juga bisa mendompleng popularitas sekolah. Ya, sama-sama saling menguntungkan bukan?” tanya Atira dengan serius. Zafran mengulum s
“Siapa?” tanya Atira yang langsung menegakkan duduknya. “Roni,” jawab Zafran bersamaan dengan kemunculan Roni di ambang pintu, lengkap dengan notebook hitam yang ia pegang. “Pagi, Bu!” sapa Roni kepada Atira. “Pagi! Silakan duduk!” ucap Atira kepada Roni. “Terima kasih,” jawab Roni yang langsung mendudukkan bokongnya di single sofa yang bersinggungan dengan Zafran dan Atira. “Langsung aja, Ron!” titah Zafran. Roni pun mengangguk dan langsung meletakkan notebook di meja sofa, kemudian membuka dan menekan tombol powernya. “Aku buatkan dulu minum ya!” ucap Atira hendak berdiri. “Enggak usah, sayang!”“Enggak usah, Bu!”Ucap Zafran dan Roni bersamaan. “Kompak banget sih?” ledek Atira sambil terkekeh. Zafran dan Roni pun ikut terkekeh mendengar ledekan Atira. “Kalau enggak sehati, udah aku pecat dari dulu,” ucap Zafran dengan jumawa. Roni pun hanya menganggukkan kepalanya sambil terus terkekeh. “Eh, tunggu... tunggu! Sebenarnya, hubungan kalian itu apa?” tanya Ati
Atira menatap tak percaya bahwa Zafran langsung membubuhkan tanda tangan tanpa membaca setiap poin dengan seksama. Padahal menurut Atira, isinya tentu saja banyak menguntungkan dirinya. Atira juga tentunya tak bodoh, ia melihat bahwa Zafran tak membacanya sama sekali meskipun ia memegangnya, seolah ia sedang membaca semua. “Kamu yakin? Enggak bakalan nyesel kan?” tanya Atira ingin meyakinkan. “Ya. Apapun itu,” ucap Zafran sambil menyerahkan lembaran itu kepada Atira. Sekarang kamu yang tanda tangan!” ucap Zafran yang kini menyodorkan pulpen miliknya. “Kamu yakin enggak mau nambahin apa gitu?” tanya Atira sambil mengetuk-ngetukkan pulpen di atas mejanya. “Sure, aku percaya sama kamu,” ucap Zafran tulus. Atira serasa melayang di awang-awang mendapatkan perlakuan manis dari Zafran. Tapi hatinya terlanjur bersumpah bahwa ia tak akan pernah lagi memberikan cinta sepenuh hati kepada lelaki manapun, walaupun keadaan hatinya berbanding terbalik. “Ehemmm... “ dehem Roni yang menyadarkan
“Kamu ngapain ke sana?” tanya Zafran yang terdengar sedikit gagu. “Hallo Zafran!” ketus suara bariton dari ponsel Sella. Tentu saja ia sangat mengenal suara itu, suara lelaki yang membuatnya ada di dunia ini. “Hallo, Pih!” jawab Zafran tanpa berpura-pura tak tahu. “Detik ini juga, bawa perempuan itu ke sini!” titah pak Suwardi, ayah Zafran. “Tapi Pih... “Tiba-tiba sambungan telepon pun berbunyi tut yang menandakan bahwa obrolan mereka telah terputus. “Isshhh, bagaimana ini?” monolog Zafran sambil menyukai rambutnya. Zafran segera mengeluarkan ponsel seharga motor miliknya, kemudian mendial nomor Roni. “Hallo Ron. Hari ini juga kamu harus dapat rumah terbaik buat saya dan Ateera. Belikan juga Ateera mobil sport terbaik, high MPV buat anak-anak. Pastikan semua kebutuhannya dan juga anak-anak terpenuhi! Jangan lupa, booking ballroom hotel terbaik untuk acara minggu depan, tapi jangan milik kita!” Zafran segera menutup teleponnya. Ia hanya tinggal menunggu kabar dari Ro
“Eh, anda siapa? Datang-datang fitnah saya! Kenal juga enggak,” ucap Atira sambil berdiri dan menantang balik. “Bagus, punya nyali juga ya!” ucap wanita itu sambil berkacak pinggang. Meskipun nyalinya tiba-tiba menciut setelah melihat Atira dari dekat. Zafran yang mendengar hal itu, segera menghampiri wanita yang sedang mengolok-olok Atira.“Kamu siapa? Saya akan laporkan kamu atas tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Zafran dengan sorot mata tajamnya. Wanita itu langsung kikuk dan sedikit melupakan dialog yang harus ia ucapkan. “Ayo, kalau memang fakta kamu buktikan dong, jangan bisanya Cuma fitnah.”“Kita dukung mbak Ateera!”Beberapa ucapan pengunjung yang saat itu cukup ramai pun, langsung terdengar bagai dengungan lebah. Untungnya, semua mendukung Atira. Jadi, wanita itu lebih kuat berdiri di atas kakinya sendiri. Wanita itu kini terpojok dan hendak menangis. Namun, beberapa saat kemudian ia pun mengingat sesuatu. “Ya, kamu mere
“Emmhh, kamu enggak bercanda kan?” tanya Atira lagi. Zafran hanya tersenyum, kemudian ia turun dari mobil. Atira tak langsung mengikuti langkah Zafran, ia masih bengong dengan segala pikirannya. “Ayo, sayang!” ajak Zafran yang ternyata telah membukakan pintu mobil di sisi Atira. “Ah, iya,” ucap Atira yang akhirnya turun dari mobil. Zafran menutup kembali pintu mobil dan mengajak Atira untuk masuk. “Zafran, aku enggak bawa apa-apa, malu!” ucap Atira menahan ujung baju Zafran. “Enggak apa-apa,” ucap Zafran berusaha menenangkan Atira. Tapi, wanita berjilbab peach itu mengerucutkan bibirnya dan menahan langkah. “Bisa enggak sih kalau enggak masuk dulu, aku mau pesan kue viral via aplikasi,” mohon Atira. “Oh, kalau kue sih ada di bagasi. Tadinya aku mau bagi istrinya Roni, ngebujuk karena suaminya sering lembur,” ucap Zafran sambil membuka bagasi mobil sedan yang tadi dibawanya. “Ini, cukup?” tanya Zafran seraya menyerahkan bingkisan cantik 3 box kue.“Ini, enggak apa-ap
Zafran baru menyadari dengan ucapannya sendiri. Jangan-jangan, ucapannya barusan jelas terdengar oleh ayahnya. “Kacau,” lirihnya di dalam hati. “Assalamu’alaikum, Pih!” sapa Zafran sambil meraih tangan Pak Suwardi yang tengah menatapnya tajam. “Pih, Zafi bawa calon mantu buat papih,” ucap Zafran sambil menunjuk ke arah Atira yang berada di sebelah kirinya. “Zafi!” kekeh Atira di dalam hatinya. Untung saja sedari tadi dia sudah memasang senyum termanis di hadapan Pak Suwardi, sehingga tak nampak jika dirinya sedang menertawakan panggilan kecil Zafran. Tiba-tiba Atira agak terkaget saat tangan Zafran menowel lengan kanannya. “Eh... “ Atira melihat tatapan kode dari Zafran dan ia pun langsung mengerti. Bagaimana bisa ia melamun di saat-saat seperti ini hanya karena nama kecil Zafran. “Assalamu’alaikum, Om!” ucap Atira sambil melambaikan tangannya. Tak ada jawaban apapun dari lelaki paruh baya itu. Atira pun menjadi kikuk dan salah tingkah. “Duduk yuk, sayang!” ajak Zafran sam