“Eh, anda siapa? Datang-datang fitnah saya! Kenal juga enggak,” ucap Atira sambil berdiri dan menantang balik.
“Bagus, punya nyali juga ya!” ucap wanita itu sambil berkacak pinggang. Meskipun nyalinya tiba-tiba menciut setelah melihat Atira dari dekat.Zafran yang mendengar hal itu, segera menghampiri wanita yang sedang mengolok-olok Atira.“Kamu siapa? Saya akan laporkan kamu atas tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Zafran dengan sorot mata tajamnya.Wanita itu langsung kikuk dan sedikit melupakan dialog yang harus ia ucapkan.“Ayo, kalau memang fakta kamu buktikan dong, jangan bisanya Cuma fitnah.”“Kita dukung mbak Ateera!”Beberapa ucapan pengunjung yang saat itu cukup ramai pun, langsung terdengar bagai dengungan lebah. Untungnya, semua mendukung Atira. Jadi, wanita itu lebih kuat berdiri di atas kakinya sendiri.Wanita itu kini terpojok dan hendak menangis. Namun, beberapa saat kemudian ia pun mengingat sesuatu.“Ya, kamu mere“Emmhh, kamu enggak bercanda kan?” tanya Atira lagi. Zafran hanya tersenyum, kemudian ia turun dari mobil. Atira tak langsung mengikuti langkah Zafran, ia masih bengong dengan segala pikirannya. “Ayo, sayang!” ajak Zafran yang ternyata telah membukakan pintu mobil di sisi Atira. “Ah, iya,” ucap Atira yang akhirnya turun dari mobil. Zafran menutup kembali pintu mobil dan mengajak Atira untuk masuk. “Zafran, aku enggak bawa apa-apa, malu!” ucap Atira menahan ujung baju Zafran. “Enggak apa-apa,” ucap Zafran berusaha menenangkan Atira. Tapi, wanita berjilbab peach itu mengerucutkan bibirnya dan menahan langkah. “Bisa enggak sih kalau enggak masuk dulu, aku mau pesan kue viral via aplikasi,” mohon Atira. “Oh, kalau kue sih ada di bagasi. Tadinya aku mau bagi istrinya Roni, ngebujuk karena suaminya sering lembur,” ucap Zafran sambil membuka bagasi mobil sedan yang tadi dibawanya. “Ini, cukup?” tanya Zafran seraya menyerahkan bingkisan cantik 3 box kue.“Ini, enggak apa-ap
Zafran baru menyadari dengan ucapannya sendiri. Jangan-jangan, ucapannya barusan jelas terdengar oleh ayahnya. “Kacau,” lirihnya di dalam hati. “Assalamu’alaikum, Pih!” sapa Zafran sambil meraih tangan Pak Suwardi yang tengah menatapnya tajam. “Pih, Zafi bawa calon mantu buat papih,” ucap Zafran sambil menunjuk ke arah Atira yang berada di sebelah kirinya. “Zafi!” kekeh Atira di dalam hatinya. Untung saja sedari tadi dia sudah memasang senyum termanis di hadapan Pak Suwardi, sehingga tak nampak jika dirinya sedang menertawakan panggilan kecil Zafran. Tiba-tiba Atira agak terkaget saat tangan Zafran menowel lengan kanannya. “Eh... “ Atira melihat tatapan kode dari Zafran dan ia pun langsung mengerti. Bagaimana bisa ia melamun di saat-saat seperti ini hanya karena nama kecil Zafran. “Assalamu’alaikum, Om!” ucap Atira sambil melambaikan tangannya. Tak ada jawaban apapun dari lelaki paruh baya itu. Atira pun menjadi kikuk dan salah tingkah. “Duduk yuk, sayang!” ajak Zafran sam
“Sebegitu besarnya kah kebencianmu padaku, Mas? Sampai-sampai kau fitnah aku sedemikian kejinya,” ucap Helen yang mulai tersedu. Wanita cantik itu bersandar di pelukan bu Haliza. Kondisinya membuat iba siapapun yang mendengar derai tangisnya. “Ada apa ini? Saat ini harusnya pertemuan antara Atira dan calon mertua. Kenapa ada orang luar di sini?” tanya Zafran dengan mata nyalangnya. “Zafi! Jaga ucapanmu! Sudah lama Helen bukan orang asing. Dia bagian dari keluarga kita,” ucap pak Suwardi dengan suara yang menggema. Matanya menatap Zafran nyalang dengan tangan terkepal. “Baik. Kalau dia bukan orang asing, maka aku yang menjadi orang asing buat kalian. Dan kamu... “ tunjuknya kepada Helen. “Aku tahu seperti apa rupamu. Aku tidak membuka bukti-bukti kebejatanmu, karena aku masih menghargai dan menjaga nama baik Pak Syahid sebagai orang tuamu. Tapi kalau kau memutar balikkan fakta, dan kembali berusaha memfitnah Atira seperti tadi pagi, maka kupastikan satu negara akan tahu siapa kam
“Tira, tolong bertahanlah!” Zafran menekan pedal gas mobilnya cukup kencang. Ia tak ingin berlama-lama berada di dalam rumah itu walau hanya beberapa menit lagi. Zafran menepikan mobilnya sesaat ketika ada panggilan dari nomor Sella. “Ya, ada apa?” tanya Zafran dengan suara yang lebih dikontrol dari amarahnya. “Bos, Ateera dimana?” tanya Sella dengan suara terburu-buru. “Kamu masih di rumah papih?” tanya Zafran ingin memastikan. “Enggak, aku udah jalan ke stasiun tv. Jam satu ada wawancara live Ateera, acara Bromiss.”“Oke, aku antar Tira ke sana sekarang,” ucap Zafran dan bersiap memutar balik kemudinya. “Tunggu!” ucap Sella terburu-buru. Zafran dan Atira hanya mendengarkan kalimat apalagi yang akan diucapkan oleh Sella. “Mereka juga meminta Bos datang. Mereka mau jadi yang pertama memproklamirkan hubungan kalian. Gosip di luar sudah sangat panas, sudah berbagai macam berita baik dan buruk berseliweran. Beberapa berita yang Bos tahan semalam, ada yang keluar juga. Ada
“Minum dulu! Dinginkan hatimu!” ucap Zafran saat sang waitress menyuguhkan minuman pesanan Zafran. Ateera mengambil kasar jus jeruk dingin yang disajikan. Ia pun menyeruputnya sampai habis setengah gelas. Setelah itu, ia kembali menatap Zafran dengan delikannya. Zafran menyembunyikan senyumnya saat melihat tingkah Ateera yang menurutnya sangat menggemaskan. Atira mengetuk-ngetukkan kuku panjangnya di atas meja. Ia menuntut penjelasan yang cepat dari Zafran, namun lelaki itu malah terlihat menunduk dan kedua rahangnya seperti terangkat. Ya, lelaki itu tengah menyembunyikan senyumnya. “Jadi benar ya, kita harus mengakhiri apa yang belum kita mulai. Anggap saja lunch ini sebagai salam perpisahan.” Atira tersenyum manis saat mengatakan semua hal itu, berbanding terbalik dengan Zafran yang nampak kelabakan. “Bukan, bukan begitu Tira. Tolong, jangan bilang untuk mengakhiri semuanya. Please!” mohon Zafran sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. Lelaki tampan itu nampak sepe
Atira langsung mendorong tubuh Zafran sampai lelaki itu terjengkang ke belakang. Ada amarah di mata Atira, bisa-bisanya lelaki yang sudah ia anggap pahlawan berbuat hal yang tak menyenangkan padanya. Zafran menyugar rambutnya, ia merasa frustasi dengan masalah yang sedang ia hadapi. Terlebih ia frustasi dengan apa yang telah dilakukannya kepada Atira barusan. “Tira, maaf!” ucap Zafran dengan tangan bergetar. Ia tak tahu apa yang sedang merasuki akal sehatnya. Bisa-bisanya ia memaksakan hal yang belum boleh ia lakukan kepada Atira. Mata Atira memerah menahan air mata yang kini menggenang di pelupuk matanya. Ia tak dapat lagi berkata-kata dan segera melarikan diri dari tempat itu. “Atira!” panggil Zafran seraya mengejar langkah kaki Atira. Zafran sudah tak memperdulikan lagi tatapan selisih dari para pengunjung restoran. Untung saja hanya ada 3 meja yang terisi, sisanya kosong karena jam makan siang belum tiba. “Atira!” Zafran mencekal lengan Atira dan menahan langkah wanita itu.
Atira langsung menutup wajahnya dengan tangan, ia frustasi jika karena melihat penampilannya yang... wah, seperti dedemit yang keluar di siang bolong. “Sudah nyampe, Mbak!” ucap pak Lukman sesaat setelah ia menghentikan laju kendarannya di depan lobby gedung. Tiba-tiba seorang satpam sudah membukakan pintu mobil untuk Atira. Wanita itu pun kaget bukan main, ia takut jika para kru TV mengenali dirinya dengan penampilan yang... Aduhai, seksi seperti pantat wajan tua. “Enggak jadi, Pak! Tolong ditutup lagi!” ucap Atira sambil memalingkan wajah dan badannya ke arah yang berlawanan. “Oh, baik,” jawab satpam sambil menutup kembali pintu taxi yang Atira naiki. “Kenapa enggak jadi, Mbak?” tanya pak Lukman yang merasa heran dengan tingkah Atira. “Pak Lukman, tolong bawa saya ke parkiran. Tepatnya ke parkiran yang cukup dekat dengan toilet!” pinta Atira sambil terus menunduk. Tanpa banyak bertanya lagi, pak Lukman pun segera menekan pedal gas menuju parkiran gedung. “Pak Lukman, kenapa e
Atira tersenyum sampai-sampai deretan gigi putihnya terlihat. “Enggak usah senyum, mengerikan. Kamu beneran Atira kan?” tanya Sella agak memundurkan langkahnya. “Iya, aku Tira. Kamu bawa pesenanku kan?” tanya Atira kepada Sella. Tanpa menunggu jawaban dari Sella, Atira segera menghampiri wastafel dan mulai membuka peniti jilbabnya. “Kamu kenapa sih?” tanya Sella yang kini mulai mendekati Atira. “Sebentar lagi kan acaranya mulai, setengah jam an lagi. Tadi mereka minta briefing kamu dulu, aku bilang lagi ada halangan.” Sella berdecak kesal, ia mendumel sendiri. Bahkan, Atira tak menjawab satupun pertanyaannya. Wanita itu fokus membersihkan wajahnya di wastafel. Namun naas, bukannya wajahnya bersih, tapi hitam itu semakin merata di seluruh wajahnya.“Ya ampun, Tira. Gimana mau tampil di depan TV kalau begini? Itu hitam kenapa sih? Kamu kena asep sate? Berminyak banget,” ucap Sella sambil menowel wajah hitam Atira. “Ini maskara dan lain-lain. Aku salah pilih produk make up. Aku