Zafran sudah menghubungi beberapa orang kompeten di bidangnya, juga puluhan anak buahnya ia kerahkan. Pak Syamsul pun sudah ia hubungi, hanya untuk berjaga-jaga saja. Ia sadar bahwa mereka mendatangi lokasi Nita belum tentu mereka menemukan bu Asih di sana. “Memangnya, kenapa enggak langsung digempur aja?” tanya Atira yang merasa pergerakan Zafran terlalu lamban. “Kita enggak tahu Nita ada dimana. Bahkan, lihat saja kalau dia masih bergerak kan? Nanti malah kita yang terkena masalah!” jawab Zafran penuh kesabaran saat menjelaskannya kepada Atira. Ia pun menunjukkan titik Nita yang ada di GPS yang masih saja bergerak. Tut... tut... tut. “Hallo, Ron!” ucap Zafran saat sambungan telepon dari Roni itu ia jawab. “Hallo, Bos. Kita udah nemuin rumah yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan pak Bayu. Kita juga sudah cek bahwa ini memang ada dalam properti milik pak Ray. Tapi... menurut masyarakat terdekat, tak ada kegiatan mencurigakan di sini. Paling juga, beberapa kali pemilik
Atira mengernyitkan keningnya tatkala mereka berhenti di tepi jalan, tepatnya di depan sebuah warung. “Mau beli minum dulu?” tanya Atira seraya menepuk pundak Zafran pelan. Lelaki tampan yang sedang mandangi ke sebrang jalan pun segera menarik kesadaran nya kembali. “Eh, ya. Kenapa?” tanya Zafran kikuk. “Kamu kenapa sih? Dari tadi ditanya, Cuma lihat keluar aja. Lihat apa sih?” tanya Atira seraya meluruskan arah pandangannya persis seperti arah pandangan Zafran tadi. “Cuma klinik. Kamu pengen berobat?” tanya Atira lagi. Zafran kembali menggelengkan kepalanya pertanda ia tak berniat untuk berobat. “Aku mau beli itu aja!” tunjuk Zafran ke arah warung, tepatnya ke arah jajanan yang digantungkan, khas display makanan ringan ala warung pribumi. “Yang mana? Biar aku beliin,” ucap Atira seraya memegang handle pintu mobil, bersiap untuk turun. “Enggak usah. Biar aku aja yang turun. Yuk, Di! Ajak Zafran kepada Andi, agar supirnya itu tak memiliki celah untuk berduaan dengan Atira.
Setelah kasus pembalut mulai mereda dari tawa mereka, Zafran pun kembali memfokuskan dirinya sambil menghubungi seseorang. “Hallo!” Zafran terdiam sesaat karena mendengarkan orang lain yang berada di sebrang telepon berbicara. “Iya, nanti saya kirimkan titik lokasi klinik itu. Kamu cari tahu, Nita habis ngapain dari sana. Apa hanya berobat di klinik kejiwaan itu? Atau ada hal lain yang dilakukan, seperti bertemu pemiliki klinik. Saya tunggu info secepatnya!” titahnya tegas, namun membuat Atira berpikir beberapa kali. Wanita cantik itu berusaha memutar otaknya untuk mengerti arah pembicaraan Zafran. Zafran terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab “Oke, nanti saya kirim foto wanita itu,” ucapnya sebelum akhirnya ia memutuskan sambungan telepon itu. “Zafi, sebenarnya kamu bukan mau ke warung kan? Kamu ngincar klinik yang ada di sebrangnya? Memangnya tadi Nita ke situ?” tanya Atira sambil mengerutkan keningnya. “Iya. Titik lokasinya di situ, aku hanya mau mast
“Eh, enggak apa-apa, Nak.” Jawab bu Nurul terdengar salah tingkah. Atira yang berniat untuk memutuskan sambungan telepon itu, pergerakan jempol tangannya ditahan oleh Zafran. Wanita cantik itu melihat Zafran, mencari jawaban mengapa lelaki itu melarangnya untuk memutus sambungan telepon. Bukankah ia tak suka dengan dokter yang telah menyelamatkan istrinya? Namun, Zafran tak menjawab apapun. Ia hanya meminta ponsel Atira agar berpindah ke tangannya. Atira pun mengerti, ia segera memberikan ponsel itu ke tangan suaminya. Sedangkan di sebrang telepon, bu Nurul sedang duduk di tepi tempat tidurnya sambil menghubungi Atira, mencari kebenaran tentang apa yang baru saja ia lihat, sekaligus ada alasan untuk menghubungi Atira agar ia bisa melepas rindunya, dikagetkan dengan kedatangan Zafran yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu. Juga, ia lupa untuk mengunci pintu kamarnya. “Ibu ngomong sama siapa?” tanya dokter Fajar sambil sambil menghampiri bu Nurul yang sibuk men
“Saya rasa... Atira yang dimaksud adalah Atira kita.”“Kita?” tanya Zafran dengan nada ejekan. “Ya, Atira kita,” jawab dokter Fajar seolah menantang. “Asal kamu tahu, saya sudah tahu dengan detail apa yang sudah kamu lakukan kepada istri saya. Dengan kemampuan hipnotis yang kamu miliki, kamu membuatnya kehilangan arah pulang. Tapi, apapun yang manusia laknat seperti kamu lakukan, Tuhan berada di atas segalanya. Aku punya bukti cukup untuk membuatmu mendekam di penjara,” ucap Zafran membuat dokter kompeten dalam bidangnya itu mendadak bisu. Klik... Tiba-tiba panggilan pun ditutup secara sepihak oleh dokter Fajar, membuat Zafran menggeram kesal, karena lelaki itu merasa belum puas mencacinya. Atira mengusap pundak Zafran, berusaha meredam emosinya saat ini, “Sudah ya, kita ingat kebaikannya aja, biar hati kita lapang untuk memaafkan!” pinta Atira dengan lembut. “Matamu! Karena kamu suka kan sama dia?” bentak Zafran yang membuat Atira tercekat. Wanita itu pernah disakiti yan
Sudah hampir satu jam Roni berada di dalam Restoran. Namun, lelaki itu tak juga memperlihatkan batang hidungnya, ataupun sekedar menghubungi Zafran.Zafran melihat pergerakan GPS dari ponsel Nita yang masih berada di Restoran itu. Sedangkan, ponsel Roni saat ini tak bisa dihubungi.Zafran kembali membuka percakapan antara dirinya dengan Roni yang dilakukan via room chat sebuah aplikasi. 02.06 pm(Bos, saya nggak lihat Nita di bawah. Deni juga nggak lihat. Si Aji juga nggak lihat. Si Rama juga sama. Kita sudah menyebar Bos, tapi nggak ada tanda-tanda kalau Nita ada di restoran ini) 02.06 pm(Mungkin dia ada di ruang manajemen restoran. Cari cara bagaimana agar kamu bisa menyelinap ke sana!) 02.07 pm(Bagaimana ini Bos?) 02.12 pm(Si Rama sudah masuk ke dapur restoran, tapi di sana juga dia nggak nemuin Nita) 02.13 pm(Cari terus sampai dapat!) 02.32 pm(Bos, ada hal yang mencurigakan di ruang ganti. Tadi ada tiga orang masuk ke ruang ganti ini, tapi nggak keluar lag
Zafran hampir saja memasuki toilet, namun ia segera melipir ke arah lain saat ia mengamati sekitar yang dirasa aman. Ia terus berjalan melewati toilet, kemudian berbelok ke sebelah kanan dimana disana terdapat pintu yang entah kemana. Sepi. Rupanya ruangan yang ia masuki merupakan gudang yang hampir sepenuhnya diisi oleh deretan rak bahan makanan. Zafran mengedarkan pandangannya di ruangan tersebut. Ia tak menemukan celah apapun selain pengap. Sepertinya di sini tak ada ventilasi udara, sehingga ia merasa cukup pengap dan kepanasan."Tapi kok lampunya nyala?" ucap Zafran di dalam hatinya.Akhirnya Zafran masuk lebih dalam ke ruangan tersebut. Ia menyusuri deretan rak bahan makanan yang disusun seperti rak perpustakaan. Ruangannya lumayan luas sehingga ia berjalan dengan mengendap cukup lama.Setelah ia berada di ujung ruangan, Ia hanya melihat sebuah pintu yang bentuk dan warnanya mirip seperti tembok. Zafran menghampiri pintu tersebut, kemudian ia buka handle
Zafran, mondar-mandir nggak jelas. Iya berpikir keras Bagaimana caranya agar pintu tersebut terbuka lagi.Di tengah kepanikannya Ko Ma tiba-tiba ponselnya berbunyi. Secepat kilat Zafran mengambil ponselnya tanda kemudian mengecilkan volume suaranya sehingga tak bersuara sama sekali.Ekor matanya melihat nama Roni tertera di layar panggilan."kroni?" Monolog Zafran bercampur dengan rasa lega karena asisten kepercayaannya kini menghubungi. Itu artinya, tidak terjadi apapun kepada Roni sesuai dengan apa yang ia khawatirkan."Halo, Ron!" Sapa Zafran saat ia menggeserkan tombol jawab telepon."Hahaha hahaha. Hallo, Bos Zafran yang baik hati!” gelegar tawa seseorang terdengar begitu memekakan telinga Zafran. “Siapa kau?” tanya Zafran seraya menekan tanda rekam di ponselnya. Ia hanya ingin berjaga-jaga atas apa yang bisa saja terjadi ke depannya. “Kamu lihat saya masuk, tadi... ya, tadi.” Nada bicara lelaki di seberang telepon itu khas seperti orang yang teng
Atira menutup buku Yasin yang ia baca di depan makam bu Asih. Ia pun memandangi makam yang berada di sebelah kanannya, yang masih tertutup gundukan tanah merah, tanda makam itu masih baru. Sedangkan, sebelah kirinya ada makam kecil yang juga masih bergunduk tanah Merah, makam anak yang belum pernah lahir ke dunia bahkan belum diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja, Zafran dan Atira sepakat menamainya dengan nama Ahmad, sebuah nama yang ia sandarkan kepada sosok agung yang ia kagumi. “Sayang, ayo!” Zafran meletakkan tangan di atas pundak Atira. Dengan penuh kelembutan, lelaki itu mengajak Atira untuk beranjak dari sana. Atira mengangguk tanpa menoleh. Ia pun menghapus sisa air matanya, kemudian ia bangkit dan berbalik, mengikuti langkah Zafran. Mereka pun berjalan ke arah mobil dengan bergandengan tangan. Zafran mempersilakan Atira untuk menaiki mobil jenis high MPV milik mereka terlebih dahulu. “Sayang, bagaimana dengan kasus mas Bayu dan... Emmhh... “ pertan
“Jadi, kapan hubungan kalian putus?” tanya pak Hilman saat dokter Fajar baru duduk. “Mohon maaf, Pa! Saya belum sempat datang menghadap Papa!” ucap Fajar masih dengan kepala tertunduk. Sedari dulu, Ia memang begitu segan dengan pak Hilman yang merupakan cendikiawan dalam bidang kesehatan. Sedangkan, keluarga besarnya merupakan pejabat publik yang memiliki pengaruh besar di negri ini, mulai dari orang tua sampai saudara-saudaranya, semua merupakan pejabat pemerintahan. “Heemmmmhhh,” Pak Hilman menghembuskan nafas panjangnya. Ia diliputi perasaan kecewa, tapi ia pun tak bisa menuntut apapun karena ia mengetahui bahwa Yasmin lah yang salah. “Jadi, sesibuk apa kamu? Sampai-sampai tak sekalipun sempat untuk mengembalikan Yasmin padaku!” tanya pak Hilman tanpa menatap dokter Fajar, namun lelaki itu seolah ditelanjangi oleh pertanyaan lelaki paruh baya itu. “Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Fajar. Ia tak membela diri sedikitpun. “Kau juga sibuk mengejar istri orang.” Tiba
“Ah, enggak apa-apa,” sangkal bu Retno yang merasa tak perlu banyak berbasa-basi dengan orang yang baru dikenalnya. Bu Retno memang tahu bahwa bu Nurul dan putranya adalah dua orang yang telah menyelamatkan Atira. Ia berbuat baik kepada wanita yang ia sayangi seperti anaknya sendiri, tapi ia belum mau begitu terbuka dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Ia masih harus berhati-hati. Bahkan, dirinya pun sudah pernah menjadi orang yang membahayakan bagi orang-orang yang berada di sekitar Atira. “Bu Asih,” lirihnya pelan. Ia masih merasakan sakit luar biasa saat mengetahui fakta bahwa bu Asih telah tiada. Padahal, ia pernah akan meracuni pak Suwardi dan istrinya, hanya untuk ditukar dengan keselamatan bu Asih. Janji orang jahat memang tak dapat dipercaya. “Kenapa, Bu?” tanya bu Nurul yang masih mendengar ucapannya, meskipun pelan. “Ah, emmhh... itu... “ bu Retno tergagap mendengar pertanyaan dari bu Nurul. “Nenek, ayo masuk!” seru Davin yang tiba-tiba mu
“Mama! Mama!” Suara itu terdengar begitu nyata bagi Atira. Ia merasa mendengar panggilan dari kedua anak kesayangannya. “Heemmm.” Hanya ucapan itu yang mampu keluar dari mulutnya. “Mama!” Terdengar lagi panggilan itu, panggilan Davin dan Daffa yang kini terdengar lebih nyaring bagi Atira. “Hemmm.” Kembali, hanya suara itu yang mampu ia katakan untuk menjawab panggilan dari kedua anaknya. “Mama! Mama bangun, Ma! Mama jangan tinggalin kita!”“Iya, jangan tinggalin kita kaya Nenek! Bangun, Ma!” Atira tersentak dari ketakberdayaannya. Ia harus menggaris bawahi kalimat meninggalkan kami seperti Nenek. Apakah suara-suara itu isi hati Davin dan Daffa. Dengan keinginannya yang kuat, Ia meminta pertolongan Tuhan agar segera membawanya kembali. “Davin, Daffa!” lirihnya seraya membuka mata dan langsung mencari sosok orang yang ia cari. “Mama! Papa, Mama sadar,” pekik Davin sambil mengalihkan pandangannya ke belakang. Zafran
“Tolong istri saya, Pak!” pinta Zafran seraya menunjuk ke arah Atira yang kini terkulai lemas di pangkuannya. “Dia Bos saya Pak, korban,” ucap Aji yang tiba-tiba muncul dari belakang polisi tersebut. “Kami butuh tenaga medis. Di dalam sudah kondusif,” ucap polisi tersebut berbicara lewat walkie talkie yang dia sampirkan di pinggangnya. Setelah itu, ia menodongkan senjata ke beberapa orang lain yang menjadi pelaku kejahatan. Beberapa polisi itu melumpuhkan mereka, menelungkupkan dan menyimpan tangan mereka di belakang. Suasana di dalam cukup menegangkan. Mirip seperti polisi kriminal yang sedang menangkap teroris. Untung saja Aji membersamai mereka sehingga Roni dan Zafran tak ikut dilumpuhkan. Aji menghampiri Zafran yang masih memeluk Atira, menguatkan wanita itu. Sedangkan Roni, ia membantu melepaskan ikatan Ressa, kemudian membantunya untuk duduk. Ressa melepas sendiri kain yang menyumpal mulutnya, sebelum akhirnya pecah tangisannya. “Yasmin! Yasmin!”
Atira langsung meninggalkan pekerjaannya untuk membuka tali yang mengikat kaki Ressa. Ia tak peduli apakah ia akan sempat menyelamatkan Ressa atau tidak, yang pasti ia harus secepatnya mencoba. Buggg... Prang... “Awww... “ Lelaki itu tersungkur tepat di depan wajah Ressa yang masih menangis tanpa bisa mengeluarkan suara, karena mulutnya masih tersumpal. Sedangkan kapak itu jatuh ke lantai, setelah sebelumnya sempat melukai orang ber-hoodie yang berada di sisi lain kepala Ressa. Yang saat terkena parang, ia sedang merapalkan mantra sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Atira cukup kaget karena dia belum melakukan apapun kepada lelaki itu. Orang yang menggagalkan niat lelaki ber-hoodie untuk mencelakai Ressa adalah wanita ber-hoodie yang sudah dilumpuhkan oleh Atira di awal. Wanita ber-hoodie itu kembali terjatuh setelah melakukan aksinya tadi. Atira tak begitu peduli, ia langsung menyerang lelaki ber-hoodie yang saat ini masih tersungkur di depan Ressa. Buggg... A
“Mantra?” tanya Zafran meyakinkan. Atira menganggukkan kepalanya, “Sepertinya begitu!” jawab wanita cantik itu. Tanpa sepengetahuan Zafran, kini Atira sudah siap dengan senjata apinya, yang dia sembunyikan tepat di belakang pinggulnya. Untung saja, tadi dia sempat membuka penguncinya. Zafran sudah tiba di mulut lorong tangga. Ia langsung mengintip ke sumber suara, dimana terdengar kalimat-kalimat yang terdengar kuno kini diucapkan. Zafran menahan nafasnya saat netranya melihat pemandangan yang cukup mengerikan. Meskipun dia tidak begitu terpengaruh dengan hal-hal yang diluar nalar, tapi ketika dia melihat seorang wanita yang diikat di atas meja, layaknya sebuah hidangan dan dikelilingi oleh orang-orang yang menggunakan hoodie hitam panjang, perasaannya menjadi tak karuan. Tanpa pikir panjang, Zafran langsung keluar dari persembunyiannya. Ia bermaksud ingin memukul empat orang berhoodie yang kini sedang mengelilingi wanita yang nampak sangat lemah. Tanga
Atira menyiramkan air dingin dari gayung itu tepat di wajah Zafran. Rasanya tak tega, tapi ia harus melakukannya. “Apaan ini?” teriak Zafran langsung berdiri dan mundur. “Maafin aku, Zafi! Tapi syukurlah, kamu sadar,” cicit Atira seraya mendekati Zafran, memegang pundaknya dengan maksud menenangkan. Sepersekian detik, Zafran langsung menyadari apa yang terjadi padanya. “Sayang, kenapa kamu disini?” tanya Zafran tak terima karena istrinya berada dalam bahaya jika bersamanya di sana. “Aku udah bantu kamu, loh!” protes Atira sambil mencebikkan mulutnya. “Andi juga si...!”Byurrr... Belum selesai Atira mengucapkan kalimatnya, Deni sudah menyiram Andi dengan air dingin yang ia ambil dari kamar mandi. Namun sayang, hal itu tak lantas membuat Andi terbangun seperti Zafran. “Lagi!” titah Roni seraya menepuk-nepuk pipi Andi cukup kencang. Tak ada sahutan sama sekali. Lelaki itu masih lelap dalam ketaksadarannya. “
Sejurus kemudian, lelaki itu mengangkat kakinya untuk menendang Atira yang jatuh di lantai. Refleks, Atira menangkap kaki lelaki tersebut dan menariknya sampai lelaki itu kini terjatuh tepat di samping Atira, setelah wanita itu sedikit bergeser. Dengan cepat, Atira menekan leher lelaki itu dengan sikunya sekuat yang ia bisa. Menekan semua rasa kaget dan khawatir dengan keadaan sang suami. Lelaki itu menepuk-nepuk lantai tanda menyerah, tapi Atira tak peduli. Ia terus menekannya sampai tak ada pergerakan lagi dari lelaki itu. Atira melepaskannya, kemudian ia memeriksa denyut nadi di lehernya. Bagaimana pun, dia bukanlah seorang pembunuh dan ia tak mau melakukan hal itu walaupun dalam keadaan terdesak. Saat ia masih merasakan ada denyutan di sana, ia pun merasa lega. Ia meninggalkan kedua lelaki itu di sana, kemudian mengunci pintu kamar dengan kunci yang memang tergantung di lubang handlenya. Tanpa banyak kata, Atira segera berbalik melihat keadaan Zafran.