Zafran hampir saja memasuki toilet, namun ia segera melipir ke arah lain saat ia mengamati sekitar yang dirasa aman. Ia terus berjalan melewati toilet, kemudian berbelok ke sebelah kanan dimana disana terdapat pintu yang entah kemana.
Sepi. Rupanya ruangan yang ia masuki merupakan gudang yang hampir sepenuhnya diisi oleh deretan rak bahan makanan.Zafran mengedarkan pandangannya di ruangan tersebut. Ia tak menemukan celah apapun selain pengap. Sepertinya di sini tak ada ventilasi udara, sehingga ia merasa cukup pengap dan kepanasan."Tapi kok lampunya nyala?" ucap Zafran di dalam hatinya.Akhirnya Zafran masuk lebih dalam ke ruangan tersebut. Ia menyusuri deretan rak bahan makanan yang disusun seperti rak perpustakaan. Ruangannya lumayan luas sehingga ia berjalan dengan mengendap cukup lama.Setelah ia berada di ujung ruangan, Ia hanya melihat sebuah pintu yang bentuk dan warnanya mirip seperti tembok. Zafran menghampiri pintu tersebut, kemudian ia buka handleZafran, mondar-mandir nggak jelas. Iya berpikir keras Bagaimana caranya agar pintu tersebut terbuka lagi.Di tengah kepanikannya Ko Ma tiba-tiba ponselnya berbunyi. Secepat kilat Zafran mengambil ponselnya tanda kemudian mengecilkan volume suaranya sehingga tak bersuara sama sekali.Ekor matanya melihat nama Roni tertera di layar panggilan."kroni?" Monolog Zafran bercampur dengan rasa lega karena asisten kepercayaannya kini menghubungi. Itu artinya, tidak terjadi apapun kepada Roni sesuai dengan apa yang ia khawatirkan."Halo, Ron!" Sapa Zafran saat ia menggeserkan tombol jawab telepon."Hahaha hahaha. Hallo, Bos Zafran yang baik hati!” gelegar tawa seseorang terdengar begitu memekakan telinga Zafran. “Siapa kau?” tanya Zafran seraya menekan tanda rekam di ponselnya. Ia hanya ingin berjaga-jaga atas apa yang bisa saja terjadi ke depannya. “Kamu lihat saya masuk, tadi... ya, tadi.” Nada bicara lelaki di seberang telepon itu khas seperti orang yang teng
Zafran shock mendapati seseorang menodongkan pistol di kepala sebelah kirinya. Setelah itu, seorang yang lainnya pun menodongkan pistol dari balik pintu yang terbuka. Tatapan mata Zafran fokus ke depan, kemudian ia mengangkat tangannya. Sebenarnya, dia mencari celah untuk mengelak dari todongan senjata api kedua orang tersebut. “Bos!” Panggilan itu muncul dari mulut orang yang menodongkan senjata api pertama kali ke arah Zafran. Untung saja, Zafran belum melakukan perlawanan apapun. “Saya Rama, Bos!” ucap lelaki tadi seraya menurunkan pistolnya, diikuti oleh lelaki yang satunya lagi. “Saya... ““Ssttt!” Zafran meminta keduanya diam karena masih ada dalam panggilan, meskipun ponselnya ia simpan di saku. Kedua orang tersebut mengangguk karena mengerti maksud Zafran. Bahkan, keduanya langsung mengikuti langkah Zafran yang memasuki ruang ganti, setelah sebelumnya menyimpan kembali terigu dari rak paling pinggir. Zafran meraih ponsel miliknya, kemudian mengaktifkan mode heni
“Bos!” seru Rama yang tadi berjalan di belakangnya. Zafran mematikan sambungan telepon, kemudian ia mematikan daya ponselnya. Lelaki itu melirik sebuah loker kosong yang kuncinya memang tergantung. Secepat kilat, Zafran meletakkan ponselnya di sana, kemudian ia kunci dan mencabutnya untuk ia simpan di saku celana. “Kalian...!” Zafran menggantungkan kalimat perintahnya, saat ia melihat bahwa kedua anak buahnya melakukan hal yang sama sebelum diperintah. “Sudah, Bos!” seru Aji dengan posisi siaga dengan senjata api yang ia pegang.“Biarkan saya yang memegangnya!” pinta Zafran menunjuk ke arah senjata api. Rama segera memberikan senjata itu tanpa protes sedikitpun. Setelah itu, ia mengeluarkan dia pisau kecil yang tersampir di pinggangnya. “Rama, Aji, kalian cari cara masuk ke ruang rahasia. Aku harus memastikan keselamatan Atira terlebih dahulu.” Zafran memberikan perintah yang membuat kedua orang itu saling beradu pandang. “Tapi Bos!” protes A
Lelaki itu langsung membuka pintu pagar dan masuk ke area makan outdoor, dimana banyak terdapat gazebo di sana. Langkahnya begitu ringan dan yakin dengan menyampirkan senjata laras panjang di pundak kanannya. Setelah masuk, lelaki itu mengedarkan pandangan ke semua arah area makan outdoor, mencari sumber suara yang baru saja ia dengar. Buggg... Zafran langsung memukul lelaki tersebut ke pusat saratnya di bagian tepi leher. Lelaki itu tak sempat melawan ataupun meminta tolong karena kesadarannya langsung hilang. Zafran menahan bobot berat pelayan bersenjata itu agar tak jatuh dan menyebabkan suara. Ia menahannya dengan tubuhnya sendiri. Setelah tersender sempurna di Zafran, lelaki itu segera berbalik dan melepaskan lawan dengan hati-hati, kemudian ia menariknya menuju belakang gazebo agar tak terendus oleh komplotannya. Setelah melumpuhkan lelaki itu, Zafran pun segera beranjak dan mengambil senjata laras panjang milik pelayan yang sudah ia lumpuhkan itu. Namun, saat ia men
Zafran mengepalkan tangannya kuat-kuat, giginya bergemeletuk menahan emosi yang membuncah. Bagaimana bisa? Andi yang menggantikan posisi Agus dan ia beri kepercayaan untuk melindungi Atira, berkhianat dan malah mencelakakan istrinya. Kalau ia tahu dari awal, tentu dia tidak akan pernah mempercayakan Atira kepada Andi. Zafran menghitung aba-aba untuk menyerang mereka. Bahkan, pikiran sehatnya dan perhitungan cepat dan tepat pun, seperti tak lagi berlaku ketika melihat yang menjadi korban adalah Athira. Saat Zafran sudah bersiap di tempatnya, ternyata lelaki yang membawa senjata laras panjang, membukakan pintu ruang loker. Itu artinya, mereka tidak akan melewati Zafran. Zafran terdiam, menunggu momen mereka masuk ke dalam ruangan loker. Niatnya, dia akan langsung mengikuti mereka masuk ke dalam ruang loker dan melumpuhkannya di dalam. Jika saat ini juga dia keluar, ia khawatir orang-orang yang berada di parkiran Indoor restoran, mendengar keributan yang membuat mereka datang. Tentunya
Zafran segera menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Rama bersembunyi di balik dinding toilet ruang loker. Zafran pun langsung menghampiri lelaki itu. “Bos!” sapanya lirih saat Zafran sudah dekat dengannya. “Ada apa?” Zafran bertanya dengan suara lirih juga. Namun, bola mata Zafran seolah hendak keluar saat ia melihat wajah Andi pun berada di sana. “Bos... “ ucapan Andi langsung terhenti dengan kemarahan Zafran.“Ngapain lu ada di sini? Mana istri gue?” seru Zafran sambil meninju pipi kanan Andi tanpa ampun. Andi yang tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba dari Zafran, tak bisa mengelak dari pukulan itu. Sudut bibirnya pun langsung mengeluarkan bercak darah akibat kerasnya hantaman pukulan Zafran."Bos, ada apa ini?" Tanya Aji yang heran melihat tingkah laku bosnya yang tiba-tiba menyerang Andi. Lelaki itu pun meraih kedua bahu Andi dan membantunya untuk berdiri tegak lagi. “Lu tanya sama dia, ke mana dia bawa istriku!” marah Zafran dengan mata yang nampak mem
“Oke Bos, udah cukup!” pinta Andi sambil meringis kesakitan. Zafran ingin memukulkan lagi tangannya yang masih gatal, tapi dicegah oleh Rama dan Aji. “Sudah, Bos. Sudah! Kita harus segera pergi bawa bu Atira dari sini!” pinta Aji yang membuat kening Zafran mengkerut. “Maksudnya?” tanya Zafran tak mengerti. “Andi sudah memberitahu jalan rahasia buat kita. Kita amanin bu Atira, Andi mau menghadap Ray dalam keadaan babak belur. Dia mau ngaku bahwa kita yang melakukannya dan membawa kabur bu Atira. Dia juga sudah memberi tahu beberapa celah agar polisi bisa masuk ke sini tanpa sepengetahuan mereka,” ucap Aji panjang kali lebar. Zafran menatap tak percaya kepada Andi. Ada hal yang belum sepenuhnya ia mengerti. “Jadi, tadi saat mau keluar dari parkiran, mobil kita dihadang sama tukang parkir yang ternyata komplotan mereka. Dia bilang kalau Andi dipanggil Bos. Andi memang bekerja buat mereka, tapi itu semua atas perintah Roni. Jadi, Andi meminta aku buat pura-pura tertekan di bawah
Atira bersembunyi di balik sebuah loker saat, tepat di samping toilet. Tubuhnya terhalangi oleh tembok sehingga lelaki yang kini sedang melewatinya tak tahu bahwa ada Atira di sana. Dengan langkah pasti, lelaki bersenjata laras panjang dengan seragam pelayan restoran itu keluar dari ruang rahasia, kemudian keluar dari ruang loker. Saat lelaki itu sudah betul-betul menghilang di balik pintu yang tak menutup sempurna, Atira segera berlari menuju gudang yang belum tertutup sempurna. “Dapat juga,” lirihnya dalam hati saat tangannya berhasil menahan pintu penghubung dengan gudang agar tak tertutup. Atira membuka pintu itu lagi lebar-lebar, kemudian ia pun masuk ke dalamnya. Atira menghampiri pintu masuk ke ruang rahasia, kemudian memutar handle pintu dengan putaran sebanyak 360 derajat, sesuatu hal yang tidak dilakukan oleh Zafran. Atira mengetahuinya dari Andi. Ceklek... Pintu itu pun terbuka. Dengan perlahan, Atira mendorong pintu agar terbuka sedikit demi sedikit. Namun, rak yan