“Oke Bos, udah cukup!” pinta Andi sambil meringis kesakitan. Zafran ingin memukulkan lagi tangannya yang masih gatal, tapi dicegah oleh Rama dan Aji. “Sudah, Bos. Sudah! Kita harus segera pergi bawa bu Atira dari sini!” pinta Aji yang membuat kening Zafran mengkerut. “Maksudnya?” tanya Zafran tak mengerti. “Andi sudah memberitahu jalan rahasia buat kita. Kita amanin bu Atira, Andi mau menghadap Ray dalam keadaan babak belur. Dia mau ngaku bahwa kita yang melakukannya dan membawa kabur bu Atira. Dia juga sudah memberi tahu beberapa celah agar polisi bisa masuk ke sini tanpa sepengetahuan mereka,” ucap Aji panjang kali lebar. Zafran menatap tak percaya kepada Andi. Ada hal yang belum sepenuhnya ia mengerti. “Jadi, tadi saat mau keluar dari parkiran, mobil kita dihadang sama tukang parkir yang ternyata komplotan mereka. Dia bilang kalau Andi dipanggil Bos. Andi memang bekerja buat mereka, tapi itu semua atas perintah Roni. Jadi, Andi meminta aku buat pura-pura tertekan di bawah
Atira bersembunyi di balik sebuah loker saat, tepat di samping toilet. Tubuhnya terhalangi oleh tembok sehingga lelaki yang kini sedang melewatinya tak tahu bahwa ada Atira di sana. Dengan langkah pasti, lelaki bersenjata laras panjang dengan seragam pelayan restoran itu keluar dari ruang rahasia, kemudian keluar dari ruang loker. Saat lelaki itu sudah betul-betul menghilang di balik pintu yang tak menutup sempurna, Atira segera berlari menuju gudang yang belum tertutup sempurna. “Dapat juga,” lirihnya dalam hati saat tangannya berhasil menahan pintu penghubung dengan gudang agar tak tertutup. Atira membuka pintu itu lagi lebar-lebar, kemudian ia pun masuk ke dalamnya. Atira menghampiri pintu masuk ke ruang rahasia, kemudian memutar handle pintu dengan putaran sebanyak 360 derajat, sesuatu hal yang tidak dilakukan oleh Zafran. Atira mengetahuinya dari Andi. Ceklek... Pintu itu pun terbuka. Dengan perlahan, Atira mendorong pintu agar terbuka sedikit demi sedikit. Namun, rak yan
“Ibu!” tangis Atira pecah seraya memeluk tubuh ringkih bu Asih yang sudah tak bergerak sama sekali. Atira memeriksa denyut nadi bu Atira, tapi ia tak menemukan denyut itu. Kemudian beralih ke lubang hidungnya. Ia berusaha mencari deru nafas bu Asih walaupun mungkin lemah. Tapi tak ada hembusan sedikitpun yang sampai di tangannya. Atira kembali lagi memeriksa denyut nadi dan nafas bu Asih sampai beberapa kali. Tetap saja ia tak bisa menemukan apa yang ia cari. “Ibu! Huhuhuhuhu... “ tangis Atira pecah walaupun ia tahan sekuat tenaga. Suaranya betul-betul lirih, sambil memeluk bu Asih. Ia pun menciumi mantan ibu mertuanya itu dengan penuh penyesalan. “Ibu! Maaf, Tira terlambat membawa Ibu keluar dari sini. Ini semua salah Tira. Maafin Tira, Bu!” lirih suara Atira menyayat hati, memeluk bu Asih di dalam dekapannya erat. Mata Atira dipaksa berhenti mengeluarkan air mata. Sorot matanya kini penuh kebencian, penuh dendam kepada Nita dan ayahnya yang tak pernah
Sejurus kemudian, lelaki itu mengangkat kakinya untuk menendang Atira yang jatuh di lantai. Refleks, Atira menangkap kaki lelaki tersebut dan menariknya sampai lelaki itu kini terjatuh tepat di samping Atira, setelah wanita itu sedikit bergeser. Dengan cepat, Atira menekan leher lelaki itu dengan sikunya sekuat yang ia bisa. Menekan semua rasa kaget dan khawatir dengan keadaan sang suami. Lelaki itu menepuk-nepuk lantai tanda menyerah, tapi Atira tak peduli. Ia terus menekannya sampai tak ada pergerakan lagi dari lelaki itu. Atira melepaskannya, kemudian ia memeriksa denyut nadi di lehernya. Bagaimana pun, dia bukanlah seorang pembunuh dan ia tak mau melakukan hal itu walaupun dalam keadaan terdesak. Saat ia masih merasakan ada denyutan di sana, ia pun merasa lega. Ia meninggalkan kedua lelaki itu di sana, kemudian mengunci pintu kamar dengan kunci yang memang tergantung di lubang handlenya. Tanpa banyak kata, Atira segera berbalik melihat keadaan Zafran.
Atira menyiramkan air dingin dari gayung itu tepat di wajah Zafran. Rasanya tak tega, tapi ia harus melakukannya. “Apaan ini?” teriak Zafran langsung berdiri dan mundur. “Maafin aku, Zafi! Tapi syukurlah, kamu sadar,” cicit Atira seraya mendekati Zafran, memegang pundaknya dengan maksud menenangkan. Sepersekian detik, Zafran langsung menyadari apa yang terjadi padanya. “Sayang, kenapa kamu disini?” tanya Zafran tak terima karena istrinya berada dalam bahaya jika bersamanya di sana. “Aku udah bantu kamu, loh!” protes Atira sambil mencebikkan mulutnya. “Andi juga si...!”Byurrr... Belum selesai Atira mengucapkan kalimatnya, Deni sudah menyiram Andi dengan air dingin yang ia ambil dari kamar mandi. Namun sayang, hal itu tak lantas membuat Andi terbangun seperti Zafran. “Lagi!” titah Roni seraya menepuk-nepuk pipi Andi cukup kencang. Tak ada sahutan sama sekali. Lelaki itu masih lelap dalam ketaksadarannya. “
“Mantra?” tanya Zafran meyakinkan. Atira menganggukkan kepalanya, “Sepertinya begitu!” jawab wanita cantik itu. Tanpa sepengetahuan Zafran, kini Atira sudah siap dengan senjata apinya, yang dia sembunyikan tepat di belakang pinggulnya. Untung saja, tadi dia sempat membuka penguncinya. Zafran sudah tiba di mulut lorong tangga. Ia langsung mengintip ke sumber suara, dimana terdengar kalimat-kalimat yang terdengar kuno kini diucapkan. Zafran menahan nafasnya saat netranya melihat pemandangan yang cukup mengerikan. Meskipun dia tidak begitu terpengaruh dengan hal-hal yang diluar nalar, tapi ketika dia melihat seorang wanita yang diikat di atas meja, layaknya sebuah hidangan dan dikelilingi oleh orang-orang yang menggunakan hoodie hitam panjang, perasaannya menjadi tak karuan. Tanpa pikir panjang, Zafran langsung keluar dari persembunyiannya. Ia bermaksud ingin memukul empat orang berhoodie yang kini sedang mengelilingi wanita yang nampak sangat lemah. Tanga
Atira langsung meninggalkan pekerjaannya untuk membuka tali yang mengikat kaki Ressa. Ia tak peduli apakah ia akan sempat menyelamatkan Ressa atau tidak, yang pasti ia harus secepatnya mencoba. Buggg... Prang... “Awww... “ Lelaki itu tersungkur tepat di depan wajah Ressa yang masih menangis tanpa bisa mengeluarkan suara, karena mulutnya masih tersumpal. Sedangkan kapak itu jatuh ke lantai, setelah sebelumnya sempat melukai orang ber-hoodie yang berada di sisi lain kepala Ressa. Yang saat terkena parang, ia sedang merapalkan mantra sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Atira cukup kaget karena dia belum melakukan apapun kepada lelaki itu. Orang yang menggagalkan niat lelaki ber-hoodie untuk mencelakai Ressa adalah wanita ber-hoodie yang sudah dilumpuhkan oleh Atira di awal. Wanita ber-hoodie itu kembali terjatuh setelah melakukan aksinya tadi. Atira tak begitu peduli, ia langsung menyerang lelaki ber-hoodie yang saat ini masih tersungkur di depan Ressa. Buggg... A
“Tolong istri saya, Pak!” pinta Zafran seraya menunjuk ke arah Atira yang kini terkulai lemas di pangkuannya. “Dia Bos saya Pak, korban,” ucap Aji yang tiba-tiba muncul dari belakang polisi tersebut. “Kami butuh tenaga medis. Di dalam sudah kondusif,” ucap polisi tersebut berbicara lewat walkie talkie yang dia sampirkan di pinggangnya. Setelah itu, ia menodongkan senjata ke beberapa orang lain yang menjadi pelaku kejahatan. Beberapa polisi itu melumpuhkan mereka, menelungkupkan dan menyimpan tangan mereka di belakang. Suasana di dalam cukup menegangkan. Mirip seperti polisi kriminal yang sedang menangkap teroris. Untung saja Aji membersamai mereka sehingga Roni dan Zafran tak ikut dilumpuhkan. Aji menghampiri Zafran yang masih memeluk Atira, menguatkan wanita itu. Sedangkan Roni, ia membantu melepaskan ikatan Ressa, kemudian membantunya untuk duduk. Ressa melepas sendiri kain yang menyumpal mulutnya, sebelum akhirnya pecah tangisannya. “Yasmin! Yasmin!”