Setelah kasus pembalut mulai mereda dari tawa mereka, Zafran pun kembali memfokuskan dirinya sambil menghubungi seseorang.
“Hallo!” Zafran terdiam sesaat karena mendengarkan orang lain yang berada di sebrang telepon berbicara.“Iya, nanti saya kirimkan titik lokasi klinik itu. Kamu cari tahu, Nita habis ngapain dari sana. Apa hanya berobat di klinik kejiwaan itu? Atau ada hal lain yang dilakukan, seperti bertemu pemiliki klinik. Saya tunggu info secepatnya!” titahnya tegas, namun membuat Atira berpikir beberapa kali. Wanita cantik itu berusaha memutar otaknya untuk mengerti arah pembicaraan Zafran.Zafran terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab “Oke, nanti saya kirim foto wanita itu,” ucapnya sebelum akhirnya ia memutuskan sambungan telepon itu.“Zafi, sebenarnya kamu bukan mau ke warung kan? Kamu ngincar klinik yang ada di sebrangnya? Memangnya tadi Nita ke situ?” tanya Atira sambil mengerutkan keningnya.“Iya. Titik lokasinya di situ, aku hanya mau mast“Eh, enggak apa-apa, Nak.” Jawab bu Nurul terdengar salah tingkah. Atira yang berniat untuk memutuskan sambungan telepon itu, pergerakan jempol tangannya ditahan oleh Zafran. Wanita cantik itu melihat Zafran, mencari jawaban mengapa lelaki itu melarangnya untuk memutus sambungan telepon. Bukankah ia tak suka dengan dokter yang telah menyelamatkan istrinya? Namun, Zafran tak menjawab apapun. Ia hanya meminta ponsel Atira agar berpindah ke tangannya. Atira pun mengerti, ia segera memberikan ponsel itu ke tangan suaminya. Sedangkan di sebrang telepon, bu Nurul sedang duduk di tepi tempat tidurnya sambil menghubungi Atira, mencari kebenaran tentang apa yang baru saja ia lihat, sekaligus ada alasan untuk menghubungi Atira agar ia bisa melepas rindunya, dikagetkan dengan kedatangan Zafran yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu. Juga, ia lupa untuk mengunci pintu kamarnya. “Ibu ngomong sama siapa?” tanya dokter Fajar sambil sambil menghampiri bu Nurul yang sibuk men
“Saya rasa... Atira yang dimaksud adalah Atira kita.”“Kita?” tanya Zafran dengan nada ejekan. “Ya, Atira kita,” jawab dokter Fajar seolah menantang. “Asal kamu tahu, saya sudah tahu dengan detail apa yang sudah kamu lakukan kepada istri saya. Dengan kemampuan hipnotis yang kamu miliki, kamu membuatnya kehilangan arah pulang. Tapi, apapun yang manusia laknat seperti kamu lakukan, Tuhan berada di atas segalanya. Aku punya bukti cukup untuk membuatmu mendekam di penjara,” ucap Zafran membuat dokter kompeten dalam bidangnya itu mendadak bisu. Klik... Tiba-tiba panggilan pun ditutup secara sepihak oleh dokter Fajar, membuat Zafran menggeram kesal, karena lelaki itu merasa belum puas mencacinya. Atira mengusap pundak Zafran, berusaha meredam emosinya saat ini, “Sudah ya, kita ingat kebaikannya aja, biar hati kita lapang untuk memaafkan!” pinta Atira dengan lembut. “Matamu! Karena kamu suka kan sama dia?” bentak Zafran yang membuat Atira tercekat. Wanita itu pernah disakiti yan
Sudah hampir satu jam Roni berada di dalam Restoran. Namun, lelaki itu tak juga memperlihatkan batang hidungnya, ataupun sekedar menghubungi Zafran.Zafran melihat pergerakan GPS dari ponsel Nita yang masih berada di Restoran itu. Sedangkan, ponsel Roni saat ini tak bisa dihubungi.Zafran kembali membuka percakapan antara dirinya dengan Roni yang dilakukan via room chat sebuah aplikasi. 02.06 pm(Bos, saya nggak lihat Nita di bawah. Deni juga nggak lihat. Si Aji juga nggak lihat. Si Rama juga sama. Kita sudah menyebar Bos, tapi nggak ada tanda-tanda kalau Nita ada di restoran ini) 02.06 pm(Mungkin dia ada di ruang manajemen restoran. Cari cara bagaimana agar kamu bisa menyelinap ke sana!) 02.07 pm(Bagaimana ini Bos?) 02.12 pm(Si Rama sudah masuk ke dapur restoran, tapi di sana juga dia nggak nemuin Nita) 02.13 pm(Cari terus sampai dapat!) 02.32 pm(Bos, ada hal yang mencurigakan di ruang ganti. Tadi ada tiga orang masuk ke ruang ganti ini, tapi nggak keluar lag
Zafran hampir saja memasuki toilet, namun ia segera melipir ke arah lain saat ia mengamati sekitar yang dirasa aman. Ia terus berjalan melewati toilet, kemudian berbelok ke sebelah kanan dimana disana terdapat pintu yang entah kemana. Sepi. Rupanya ruangan yang ia masuki merupakan gudang yang hampir sepenuhnya diisi oleh deretan rak bahan makanan. Zafran mengedarkan pandangannya di ruangan tersebut. Ia tak menemukan celah apapun selain pengap. Sepertinya di sini tak ada ventilasi udara, sehingga ia merasa cukup pengap dan kepanasan."Tapi kok lampunya nyala?" ucap Zafran di dalam hatinya.Akhirnya Zafran masuk lebih dalam ke ruangan tersebut. Ia menyusuri deretan rak bahan makanan yang disusun seperti rak perpustakaan. Ruangannya lumayan luas sehingga ia berjalan dengan mengendap cukup lama.Setelah ia berada di ujung ruangan, Ia hanya melihat sebuah pintu yang bentuk dan warnanya mirip seperti tembok. Zafran menghampiri pintu tersebut, kemudian ia buka handle
Zafran, mondar-mandir nggak jelas. Iya berpikir keras Bagaimana caranya agar pintu tersebut terbuka lagi.Di tengah kepanikannya Ko Ma tiba-tiba ponselnya berbunyi. Secepat kilat Zafran mengambil ponselnya tanda kemudian mengecilkan volume suaranya sehingga tak bersuara sama sekali.Ekor matanya melihat nama Roni tertera di layar panggilan."kroni?" Monolog Zafran bercampur dengan rasa lega karena asisten kepercayaannya kini menghubungi. Itu artinya, tidak terjadi apapun kepada Roni sesuai dengan apa yang ia khawatirkan."Halo, Ron!" Sapa Zafran saat ia menggeserkan tombol jawab telepon."Hahaha hahaha. Hallo, Bos Zafran yang baik hati!” gelegar tawa seseorang terdengar begitu memekakan telinga Zafran. “Siapa kau?” tanya Zafran seraya menekan tanda rekam di ponselnya. Ia hanya ingin berjaga-jaga atas apa yang bisa saja terjadi ke depannya. “Kamu lihat saya masuk, tadi... ya, tadi.” Nada bicara lelaki di seberang telepon itu khas seperti orang yang teng
Zafran shock mendapati seseorang menodongkan pistol di kepala sebelah kirinya. Setelah itu, seorang yang lainnya pun menodongkan pistol dari balik pintu yang terbuka. Tatapan mata Zafran fokus ke depan, kemudian ia mengangkat tangannya. Sebenarnya, dia mencari celah untuk mengelak dari todongan senjata api kedua orang tersebut. “Bos!” Panggilan itu muncul dari mulut orang yang menodongkan senjata api pertama kali ke arah Zafran. Untung saja, Zafran belum melakukan perlawanan apapun. “Saya Rama, Bos!” ucap lelaki tadi seraya menurunkan pistolnya, diikuti oleh lelaki yang satunya lagi. “Saya... ““Ssttt!” Zafran meminta keduanya diam karena masih ada dalam panggilan, meskipun ponselnya ia simpan di saku. Kedua orang tersebut mengangguk karena mengerti maksud Zafran. Bahkan, keduanya langsung mengikuti langkah Zafran yang memasuki ruang ganti, setelah sebelumnya menyimpan kembali terigu dari rak paling pinggir. Zafran meraih ponsel miliknya, kemudian mengaktifkan mode heni
“Bos!” seru Rama yang tadi berjalan di belakangnya. Zafran mematikan sambungan telepon, kemudian ia mematikan daya ponselnya. Lelaki itu melirik sebuah loker kosong yang kuncinya memang tergantung. Secepat kilat, Zafran meletakkan ponselnya di sana, kemudian ia kunci dan mencabutnya untuk ia simpan di saku celana. “Kalian...!” Zafran menggantungkan kalimat perintahnya, saat ia melihat bahwa kedua anak buahnya melakukan hal yang sama sebelum diperintah. “Sudah, Bos!” seru Aji dengan posisi siaga dengan senjata api yang ia pegang.“Biarkan saya yang memegangnya!” pinta Zafran menunjuk ke arah senjata api. Rama segera memberikan senjata itu tanpa protes sedikitpun. Setelah itu, ia mengeluarkan dia pisau kecil yang tersampir di pinggangnya. “Rama, Aji, kalian cari cara masuk ke ruang rahasia. Aku harus memastikan keselamatan Atira terlebih dahulu.” Zafran memberikan perintah yang membuat kedua orang itu saling beradu pandang. “Tapi Bos!” protes A
Lelaki itu langsung membuka pintu pagar dan masuk ke area makan outdoor, dimana banyak terdapat gazebo di sana. Langkahnya begitu ringan dan yakin dengan menyampirkan senjata laras panjang di pundak kanannya. Setelah masuk, lelaki itu mengedarkan pandangan ke semua arah area makan outdoor, mencari sumber suara yang baru saja ia dengar. Buggg... Zafran langsung memukul lelaki tersebut ke pusat saratnya di bagian tepi leher. Lelaki itu tak sempat melawan ataupun meminta tolong karena kesadarannya langsung hilang. Zafran menahan bobot berat pelayan bersenjata itu agar tak jatuh dan menyebabkan suara. Ia menahannya dengan tubuhnya sendiri. Setelah tersender sempurna di Zafran, lelaki itu segera berbalik dan melepaskan lawan dengan hati-hati, kemudian ia menariknya menuju belakang gazebo agar tak terendus oleh komplotannya. Setelah melumpuhkan lelaki itu, Zafran pun segera beranjak dan mengambil senjata laras panjang milik pelayan yang sudah ia lumpuhkan itu. Namun, saat ia men