BRAK!
Gita terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bantingan pintu. Lebih terkejut lagi saat ia mendapati suaminya yang sedang ia tunggu hingga larut malam itu, kini tengah berjalan sempoyongan. Setelah bertemu Sandra tadi, keduanya seakan merayakan rencana gila mereka dengan bermain di bar. Dari sana Abimana merasa cukup senang bersama Sandra. "Astaghfirulloh! Mas Abi?" "Arrghh!!! Sialan! Sama sekali gak berguna!!" ucap Abimana mengalihkan dengan kasar sambutan tangan dari istrinya. "Percuma dong aku nikah sama kamu kalau ayahmu gak bisa bantu perusahaanku!" teriak Abimana dengan menatap tajam ke arah Gita. "Kamu bilang apa, Mas?" Gita sudah berurai air mata menghampiri suaminya. Terheran dengan apa yang baru saja dikatakan Abimana. Konon katanya, ucapan orang di bawah pengaruh alkohol adalah jujur. "Percuma kamu bilang? Percuma menikah dengan aku, Mas?" Abimana sedikit menegang. Tidak, bukan ini tujuannya. Ia kelepasan bicara demikian. Meskipun benar adanya. Namun setelahnya ia tampilkan smirk menyebalkan dimata Gita. "Kenapa? Kamu kaget?" tanya Abimana dengan senyuman remeh. "Jadi selama ini kamu menikah sama aku karena mau manfaatin aku?" lirih Gita menunduk, menggeleng dan memikirkan semua hal yang telah terjadi padanya. "Dengar, aku hanya berhubungan dengan orang yang bermanfaat buat hidupku. Lalu kamu?" Dengan senyum miring seolah meremehkan Gita, Abimana berjalan sempoyongan dan ambruk di atas kasur. "Katakan yang sebenarnya, Mas?!!!" cecar Gita yang berusaha membangunkan suaminya. "YA! BENAR! AKU MENIKAHIMU HANYA MAU MANFAATIN KAMU!!!" teriak Abimana yang sudah dipenuhi amarah. Kepalang tanggung, Gita sudah mendengar ucapannya. Persetan dengan apapun nanti yang akan terjadi pada rumah tangganya. Gita meringis sakit, saat tubuhnya jatuh terjerembab ke lantai. Sedangkan Abimana bergegas pergi meninggalkan Gita. Tak bisa lagi ia bendung air matanya. Gita terduduk dengan menangis tersedu di sana. Berusaha memeluk dirinya sendiri. Oh, betapa malang nasibnya. Dan mungkin benar, apa kata sang Ayah perihal tidak merestui pernikahannya. Bagaimanapun juga, orang tua seakan tahu mana yang baik dan yang buruk untuk putrinya. Mungkin, inilah firasat yang dirasakan orang tuanya. "Maafin aku, Pa. Maafin aku, Ma," lirih Gita dalam tangisnya. Rasanya sesak. Menyesal, kenapa ia tak mendengarkan apa kata sang ayah. Kini, Nasi sudah menjadi bubur. Menjelang pagi. Tubuh Gita serasa remuk redam. Setelah pertengkarannya semalam dengan sang suami, suhu tubuhnya naik. Mungkin karena ia menangis semalaman. Hingga subuh tiba baru bisa ia memejamkan mata. Namun setelah ibadahnya, ia bergegas ke dapur karena harus menyiapkan sarapan. Setelah beberapa saat berkutat di dapur, Gita mulai menata meja makan. Kepalanya yang pusing serta tubuhnya yang tak sehat membuat pandangannya sedikit buram. Lemas. Itu yang dirasakan Gita. PYARR!!! Suara pecahan piring menginterupsi semua anggota keluarga yang mulai keluar dari kamar. "Ya ampun! Apa yang kamu lakukan, Gita?!" teriak Sekar yang berlari menghampiri Gita. "Ini kan piring cantik kesayanganku! Ya ampun, Gita! Kamu itu bisa kerja gak sih?!" kesal Sekar membuat Gita tertunduk menahan tangis. "Kalau kamu gak bisa kerjakan pekerjaan rumah ini ya gak usah dikerjakan. Dari pada bikin rusak semua barang di rumah ini!" sahut Danu yang sudah duduk di kursi kebesarannya. "Apa? Gak usah dikerjain? Enak aja. Dia itu numpang di sini. Lalu untuk apa dia di sini kalau gak ada gunanya?!" sinis Sekar membuat tangis Gita pecah juga. Pantaskah ia diperlakukan seperti ini? Gita mengangkat wajahnya dan menatap sang suami. Berharap sang suami membela dan menentang ucapan kedua orang tuanya. Namun, Abimana hanya melengos dan enggan menatap Gita. Sakit. Sakitnya terasa sampai ke relung jiwa. "Mas?" lirih Gita. Kenapa kamu diam aja, Mas?" tanya Gita masih menunggu pembelaan dari sang suami. Sekar berdecak pelan dan memandang sinis ke arah Gita. "Apa? Mau merengek sama Abimana? Udah deh, gak usah drama. Gitu aja kamu nangis. Udah beresin semua itu. Kali ini Mama maafkan. Tapi tidak dengan lain kali," sinis Sekar memandang Gita, tak suka. Danu segera melangkah keluar rumah. Enggan menanggapi yang terjadi di sana. Diikuti Sekar yang katanya sudah hilang nafsu makannya. Sedangkan Abimana hanya mendengus kasar, malas juga untuk menjelaskan apapun. Moodnya sudah rusak melihat kekacauan yang dibuat Gita. "Kenapa? Kenapa kalian membenciku?" lirih Gita dengan isak tangis yang membuat Sekar dan Abimana terhenti langkahnya. Sekar kembali mendekat ke arah menantunya. "Dalam hidup itu harus ada timbal balik. Bukan hanya soal memberi dan menerima. Apalagi hanya soal cinta, hahaha," Sekar tertawa dan kembali menatap Gita. "Dalam hidup kami, yang tidak berguna ditempatkan di sampah. So, beruntunglah kamu, masih di tampung Abimana," kata Sekar menusuk hati Gita. Bagaimana mungkin seorang Ibu berkata demikian. Semakin menangis, Gita hanya memandang kepergian Sekar bersama Danu. Lalu beralih menatap sang suami. "Jadi, kau bohong tentang... mencintaiku?" tanya Gita terbata. Sebisa mungkin ia ingin masih percaya pada suaminya. Sebenarnya, Abimana merasa bersalah saat ia terbangun di kamar tamu. Mengingat apa yang diucapkannya pada Gita semalam, membuatnya sedikit bersalah pada gadis yang pernah jadi tambatan hatinya. Kini, semua rahasinya terungkap sudah. "Gita. Menikah denganmu hanya untuk mendapat keuntungan dari keluargamu itu... benar. Aku minta maaf soal itu. Tapi soal mencintaimu, aku pun tidak bohong. Tapi..." "Bohong! Kamu bohong, Mas! Tega kamu, Mas!Kenapa kamu tega sama aku??? Harusnya kamu batalkan pernikahan kita sebelum aku diusir orang tuaku. Aku jadi begini karenamu, Mas!" "Aku berusaha menikahimu agar Ayahmu mau membantu perusahaan Papaku yang diambang kehancuran, Gita! Aku pikir tentang kau diusir itu hanya sebuah gertakan. Hah, nyatanya orang tuamu tak sesayang itu padamu, Gita." Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Abimana. Membuat laki-laki itu merah padam menahan marah. "Kalau begitu, batalkan saja pernikahan ini, Mas. Ceraikan aku!" ucap Gita mantap dengan merembang air mata.Devan merebahkan dirinya di ranjang. Ia baru saja pulang dari kantor. Rasa lelah sudah sangat mendominasi seluruh tubuhnya. Namun, ia tak akan bisa tidur lelap jika belum mandi. Meski sebenarnya tadi di kantor ia sudah mandi karena disiram air oleh Winda. Namun, jika sampai rumah, mandi adalah ritual wajib Devan sebelum tidur. Segera ia beranjak dari ranjang dan hendak mandi agar bisa secepatnya tidur. Namun, belum saja ia melepas kancing kemejanya, sebuah suara menginterupsi Sang pewaris EL grup tersebut. "Devan? Devan buka pintunya. Ibu mau bicara. Devan?" Ketukan di pintu terus berbunyi membuat Devan menghela napas lelah karena sang Ibu akan memarahinya. Ya, dia sudah sangat hapal sekali itu. "Dev..." "Apa sih, Bu?" tanya Devan lemas. Menempel pada pintu kamarnya. "Winda telpon Ibu barusan. Kamu tuh ya..." Ayu berdecak kesal sembari berkacak pinggang. Melihat wajah lelah sang anak sungguh tak tega melanjutkan acara marahnya. Namun, ia sudah sangat kesal dengan tin
Cinta itu bermacam-macam artinya bagi setiap orang. Cinta yang tulus seringkali diartikan dengan kata setia pada satu hati dan menerima apa adanya. Sedang pernikahan itu sakral, suci, dan berhadapan dengan Tuhan dalam ikrarnya. Namun, siapa sangka jika masih banyak orang yang menjadikan pernikahan sebagai alat. Alat untuk apapun mencapai tujuannya. PYAR!!! Gita meremas dadanya yang terasa sesak. Entah kenapa tiba-tiba hatinya merasakan sesak dan sakit. Seakan sesuatu menghujam jantungnya. Hatinya merasa tidak enak. Merasa sesuatu hal buruk telah terjadi. Dan seketika ia teringat akan suaminya. "Mas Abi?" lirih Gita dengan sudah meneteskan air mata. Sedangkan yang dipikirkan oleh Gita.... "SAH!" Abimana tersenyum senang ketika menatap Sandra yang kini sudah sah menjadi istrinya. Bahkan, ingatan tentang pernikahan dirinya dengan Gita seakan sirna. Disamping jadi simbiosis mutualisme, agaknya laki-laki itu juga memburu nafsunya yang penasaran akan Sandra sejak kali p
Orang bilang, apa yang terjadi pada kita adalah akibat dari apa yang kita perbuat. Hukum tabur tuai, berlaku di dunia. Dan Gita seakan merasakan dari dampak kata-kata itu sekarang. Karma. Benarkah ia mendapat karma dari keputusannya? Seharusnya ia menuruti apa kata sang Ayah yang tak merestui hubungannya dengan Abimana. Sekarang? Ia harus menelan pil pahit dari pilihannya.Sakit. Itu yang Gita rasa. Tak bisa menyalahkan siapapun. Kecuali menyatakan bahwa dirinya lah yang bodoh. Tak bisa berpikir panjang dan hanya mengedepankan cinta butanya pada laki-laki yang jelas ternyata ia tidak tahu apapun tentangnya. Sudah tiga hari ini Gita sendirian di rumah yang lumayan besar milik keluarga Abimana. Memang rumah itu tak sebesar rumahnya. Namun, ia merasakan bentuk nyata dari kata 'sepi'. Sedangkan Abimana pun tak pernah menghubunginya sama sekali. Hanya saat malam setelah Abimana pergi, laki-laki itu mengirim pesan jika ia sudah mengirim sejumlah uang pada Gita untuk biaya hidupnya. Git
Gita memejamkan mata erat, saat mendengar namanya dipanggil waiter. Ia segera memasuki bilik kamar mandi dan bersembunyi di sana. Jantungnya berdegup kencang. Demi apapun juga, setelah sekian lama ia melupakan laki-laki itu, kini ia ada di hadapan mata. Entah perasaan apa yang menggelayuti hatinya. Kaget, malu, sakit hati pun masih ia rasa mengingat masa lalu. Namun, tak elakkan juga, bahwa Gita sedikit merasa senang, melihat laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu baik-baik saja. "Apa kabar? Apa kabar kamu, Devan?" gumam Gita lirih. Ia melihat keadaan dirinya sekarang. Dan Gita pikir ia sangat memalukan. Baju rumahan yang biasa saja, serta sandal jepit yang ia pakai, cukup membuat dirinya merasa malu jika berhadapan dengan Devan yang tadi di mata Gita terlihat sangat --- tampan. Deg. Hatinya semakin berdegup kencang saat ia masih memuji ketampanan Devan. "Dasar, bodoh! Untuk apa kamu masih mikirin dia, Gita? Yang jelas, Devan kini sudah mapan dan pasti sudah berkeluarga," guma
Cinta pertama. Begitu yang Gita rasakan dalam hatinya. Banyak orang bilang, bahkan dalam film, drama dan juga sinetron pun mengatakan bahwa cinta pertama adalah hal yang sulit dilupakan. Ya, itu benar. Gita tidak akan menyangkalnya. Bagaimanapun, hal yang pertama dan pengalaman pertama akan hati yang dilambung rasa cinta dari seorang Devan El Barra, sangat membekas di hatinya. Andai dulu tiada kata berpisah, akankah sekarang hidupnya tidak akan seperti sekarang yang ia rasa? Akankan ia masih baik-baik saja bersama Devan? Akankah ia temui bahagia, alih-alih luka yang ia dapat dari suaminya? Suami? Ah, ya. Gita hampir melupakan satu hal itu. Bahwa dirinya tak lagi sendiri sekarang. Apa yang akan dikatakan Devan nanti? "Maaf." Gita segera menarik tangannya dan mengusap air mata yang dengan tidak tahu malunya mengalir begitu saja. Gita berlari menjauh dari Devan. Tak seharusnya ia seperti itu, kan? Cukup terima kasih saja, itu sudah cukup. "Anin, tunggu!" Devan mengejar
"Gita?" tanya Sandra ketika melihat suaminya itu menutup panggilan dengan kesal. Ada gurat marah di sana, yang menunjukkan bahwa Abimana masih peduli pada istri pertamanya. Selama beberapa hari menikah dengan Abimana, ternyata Sandra seakan telah jatuh cinta dibuatnya. Pemikiran tentang menganggap pernikahan ini hanya sebatas saling menguntungkan, rupanya menjadi sangat penting bagi Sandra. Abimana yang terlihat biasa saja di saat awal bertemu, rupanya tak seburuk itu. Abimana cukup membuatnya nyaman berada di sisinya. Serta, pergumulan di ranjang selalu membuatnya ketagihan. Mana mungkin Sandra mau berbagi kenikmatan itu dengan istri pertama suaminya? "Hmm. Gita sudah mulai berani keluar dari rumah tanpa seizinku. Dia pikir aku tidak tahu kalau dia keluar rumah? Aku kan udah pasang cctv sebelum pergi," gerutu Abimana kesal. Ya, meski ia sudah menikah lagi dengan Sandra, tapi ia memang mencintai Gita seperti selama setahun mereka bersama sebagai sepasang kekasih. Tak mungk
Hadi menggenggam erat ponsel di tangannya. Rasa amarah menginvasinya setelah mendengar teriakan dan makian pada putrinya. Sedangkan Ratna menutup mulut tidak percaya. Sungguh, sebagai ibu ia sakit mendengar putrinya mendapar teriakan seperti tadi. "Gita? Pa, Gita, Pa," isak Ratna membuat hati Hadi tercubit melihat istrinya menangis. "Kita ke rumahnya sekarang, Ma," ucap Hadi tegas menggandeng tangan istrinya. Ya, mereka tak akan mau menunda lagi. Biar saja Gita salah memilih suami, tapi sekarang ini tugasnya adalah melindungi putrinya. Sebelumnya Hadi sudah pernah mencari tahu rumah Abimana. Bahkan sudah tahu latar belakang keluarganya. Abimana adalah putra semata wayang dari Danu Sasongko. Dimana ia adalah teman bisnisnya dulu. Namun jadi pengkhianat karena telah mencuri apa yang seharusnya menjadi miliknya. Untuk itulah, Hadi melarang Gita menikah dengan Abimana. Salahnya yang tak mengatakan alasannya pada putrinya itu. Kini, nasi sudah menjadi bubur. Hadi dan Ratna sampai di d
Abimana menggeram marah ketika melihat cctv di rumahnya lewat ponsel. Lebih marah lagi ketika melihat Gita dibawa pergi oleh kedua orang tuanya. "Sial! Kenapa jadi begini, sih!" geram Abimana kesal. Ia segera bersiap-siap hendak pulang ke rumahnya. "Mau kemana?" tanya Sandra heran melihat suaminya sibuk dan mulai merapikan diri. "Kita harus pulang sekarang, Sayang. Di rumah ada masalah. Dan aku harus segera pergi," ujar Abimana sudah siap memakain pakaiannya. "Gita lagi?" tanya Sandra dengan nada kesal. Abimana tahu, akhir-akhir ini istri keduanya itu selalu merajuk ketika membahas soal Gita. Ya, bagaimanapun Gita juga istrinya, meskipun Sandra lebih menggoda dan bergelimang harta. Untuk itu Abimana harus hati-hati menjaga perasaan Sandra. Atau kalau tidak, perjanjian untuk membantu perusahaan ayahnya akan lenyap begitu saja. "Sayang. Untuk saat ini, aku gak bisa lepas tangan begitu saja tentang Gita. Aku gak mau dia curiga kalau aku terlalu lama meninggalkan dia. Jadi aku
Sandra mengamuk di dalam kamar hotel ketika Rian sudah tak lagi ada di pelukannya. Laki-laki itu kembali menghilang dengan meninggalkan pesan yang membuat Sandra naik pitam.--- Thanks Honey atas jamuannya. Seperti biasa kamu selalu nikmat untuk kunikmati. But i really sorry, i'm not ready to be a Father. Love you---Sandra mengobrak abrik ranjang yang semalam ia tempati bersama Rian. Padahal ia pikir Rian akan benar-benar kembali padanya dan menerima anaknya. Namun, laki-laki itu justru menghilang setelah menikmati tubuhnya."Dasar brengsek kau Rian!!!" Sandra segera pergi dari hotel itu. Lalu memeriksa ponselnya yang ternyata hanya ada satu panggilan tak terjawab dari Abimana. "Segitu tidak pentingkah aku bagimu, Abimana? Aku tahu, kau pasti pergi ke rumah wanita sialan itu!" Sandra semakin kesal. Melupakan perihal Rian kini ia kembali memikirkan Abimana. Jika saja sudah ada Rian. Ia tak akan lagi memikirkan Abimana. Namun, sekarang statusnya memang adalah istri dari Abimana. Mes
"Hubungan aku sama si bos? Emang kamu pikir hubunganku sama si bos apa?" tanya Gita heran. "Waktu ada berita di portal media EL-Group itu, semua kan udah tahu kalau,...""Dena, aku gak ada hubungan apa-apa sama Pak Devan. Kamu gak percaya soal itu?" Gita merasa kecewa karena Dena yang dia anggap mengerti dirinya justru mencurigainya. "Bukan gitu, Mbak. Aku...""Aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Permisi," ucap Gita meninggalkan Dena yang merasa bersalah dengan kecurigaannya. "Maaf, Mbak," lirih Dena melihat Gita pergi ke meja kerjanya sendiri. Gita mendengus kasar. Melihat sekeliling orang-orang yang ternyata masih menatap aneh ke arahnya. "Devan bilang sudah mengurus semuanya. Kenapa aku masih jadi sorotan?" gumam Gita sedih. "Gita.""Ya, Pak!" sahut Gita terkejut dan segera berdiri menjawab panggilan Aldo. "Apa aku ngagetin kamu? Sorry. Aku gak bermaksud," ucap Aldo dan dibalas gelengan oleh Gita."Gak, Pak. Ada apa?""Kamu dipanggil Pak Devan," ucap Aldo yang membuat Gita me
Setelah pulang dari apartemen Gita kemarin, Devan sudah bertekad dan meyakinkan diri akan tetap kembali merebut hati Gita. Ia sangat ingat betul ketika bertemu Sandra di restoran waktu itu. Istri Abimana adalah Sandra, bukan Gita. Apa Abimana membohongi Gita dengan dalih melakukan perjalan bisnis ke luar kota? Hingga membuat Gita mengucapkan sebuah penyesalan yang ia rasakan dalam pernikahannya. Ya, Devan yakin, pemikirannya dan segala praduganya adalah benar. Untuk itu, mulai sekarang, ia akan menjaga dan melindungi Gita apapun caranya. Bahkan ia akan memberi tahu sebuah kenyataan bahwa Abimana tak hanya memiliki satu istri, melainkan jelas menduakan Gita. "Ah, brengsek! Jika aku tahu saat itu, pasti aku akan menghajar habis-habisan Abimana brengsek itu," maki Devan memukul setir mobilnya. Saat ini pria itu sedang berada dalam mobil. Sengaja menunggu Gita untuk berangkat ke kantor bersama. Sialnya lagi, pria itu justru melihat pemandangan yang semakin menyebalkan dan me
Sejak semalam Abimana uring-uringan. Sandrs tidak pulang dengan alasan ada acara party dengan teman-temannya. Sedangkan ia ketiduran saat memantau cctv Gita di apartemennya. Lalu paginya saat akan melihat rekaman cctv rupanya hanya gelap gulita. Dan pagi ini, sebelum ia ke kantor dan juga sebelum Sandra datang ia segera pergi ke apartemennya guna menanyakan perihal rekaman cctv yang gelap. "Gita?! Dimana kamu?!" Gita yang sedang bercermin setelah mandi terkejut mendengar suara Abimana yang terdengar marah. "Mas, kamu pulang?" "Coba katakan, kenapa rekaman cctv semalam tidak ada? Kenapa gelap semua? Kamu ada main di belakang aku? Iya?" Gita mendelik mendengar tuduhan Abimana. Kemarin memang dirinya bersama Devan. Tapi mendengar tuduhan itu Gita tidak terima. "Mas, kamu jangan asal bicara ya? Semalam itu...""Kamu jangan beralasan Gita. Lalu kenapa aku gak bisa liat rekaman cctv semalam?!""Semalam satu apartemen ini mati listrik, Mas.""Aku gak percaya. Mana mungkin apartemen se
Jika memang kamu bukanlah takdirku, biarlah aku memiliki rasa ini tumbuh dihatiku. Biar saja semesta memakiku. Aku tak mau tahu, karena rasaku sudah berakhir di kamu. Devan memaki dirinya sendiri yang seperti remaja labil baru jatuh cinta. Dia merasa benar-benar gila masih saja mengharapkan Gita yang sudah jelas memiliki suami. Tapi karena merasa aneh dengan pernikahan Gita, ia merasa masih mempunyai kesempatan.Hingga akhirnya ia nekad mengunjungi Gita ke apartemennya karena tahu suaminya tidak ada. Bruk!Devan menangkap Gita yang hampir jatuh karena tersandung kursi di pantry. Namun, karena Devan juga tersandung kakinya sendiri akhirnya mereka terjatuh bersama. Deg!Gita terkejut saat Devan menangkapnya, dan sekarang ia berada di atas tubuh Devan. Membuat mereka saling memandang heran. Keduanya langsung menghindar satu sama lain. Karena merasakan jantung keduanya berdetak lebih kencang. Gita bergegas bangkit untuk berdiri. Namun, ...Dug! "Aduh!""Anin?! Kamu gak papa?" Devan m
"Honey, aku sangat merindukanmu." Sandra terpancing dengan kata-kata mesra dari sang pacar. Ya, pagi tadi Sandra buru-buru pergi karena Rian mengirim pesan jika ia sudah kembali. Sandra dan Rian adalah pasangan bebas yang bertemu di Bar. Tapi Sandra benar-benar sudah jatuh hati padanya. Sayangnya, Rian tak menaruh hati apapun pada Sandra. Bagi Rian hubungan mereka hanyalah sebatas "Have Fun". Hingga kebebasan hubungan mereka, Sandra hamil. Naasnya, Rian menolaknya saat Sandra memberi tahu kehamilannya. Hingga ia menghilang tak bisa dihubungi. Sandra mendengar dari teman-temannya bahwa Rian pergi ke luar negeri. "Apa kamu masih menjaga anak kita, Honey?" bisik Rian memberikan sentuhan-sentuhan yang memabukkan bagi Sandra. Hingga wanita itu terbuai. Baginya, segala sentuhan Rian sangat jauh berbeda dengan Abimana. Nanti, jika Rian sudah mau bertanggung jawab, Sandra berniat pergi meninggalkan Abimana. Status pernikahannya sekarang, hanya sebagai alibi agar tak di cap oleh kelu
"Apa yang kamu bicarakan, Mas. Aku...""Kalau aku tanya itu dijawab, Gita!!!""Aku tidak tahu apa maksud kamu, Mas! Aku selalu ada di rumah nungguin kamu yang tak pasti pulang kapan, sekarang kamu tiba-tiba pulang marah-marah sama aku?! Maksud kamu apa?" ucap Gita yang juga dipenuhi amarah.Ia sudah lelah menghadapi sikap Abimana yang selalu mengedepankan emosi. Biarlah Abimana tidak tahu apa yang ia kerjakan beberapa hari ini. Ia akan malas memberi alasan pada suaminya yang tak tahu diri itu. "Aku capek, Mas. Aku capek," lirih Gita frustasi. Abimana terengah sembari mengatur napasnya. Sedikit terkejut pula dengan apa yang diucapkan sang istri. Ya, Gita benar, seharusnya ia tak marah-marah saat baru saja pulang. Namun, foto yang ia lihat semalam membuatnya marah dan tidak terima. Padahal dirinya saja sudah menikah lagi tanpa memberitahu Gita. Pantaskah ia marah pada Gita?Tanpa bicara lagi, Abimana mengeluarkan ponselnya. Lalu membuka portal media yang semalam dibuka Sandra. Hal itu
--"PEWARIS EL-GROUP / SI ANTI WANITA TERCIDUK MENGGANDENG SEORANG WANITA"--Devan mendengus kasar melihat Judul portal media dari perusahaannya sendiri. Bahkan postingan yang baru satu menit itu sudah mendapatkan ribuan komentar. -What? Omg, hancur sudah hatiku. Biasku udah punya cewek--Woaaah! Berati beneran bukan gay dong-- sayang banget foto ceweknya gak jelas--itu cewek baik-baik bukan? Jangan-jangan wanita bayaran lagi- -gue rela sih kalau ceweknya sekelas artis papan atas. Tapi kalau cewek biasa aja mah mending sama gue, pak- -Ngapain narik-narik, Pak. Duh, udah gak tahan banget kah?--Dari fotonya, keliatan banget kek wanita murahan gak sih?- Dan masih banyak lagi komentar yang lain. Devan tak asing dengan gosip yang menyebutnya 'Gay'. Meski itu membuat marah tapi Devan tak mempedulikannya. Namun, sebutan cewek bayaran dan cewek murahan yang tak lain tertuju untuk Gita, membuat emosinya naik. Bahkan sangat marah. "Keterlaluan!" umpat Devan kesal. Aldo mengernyit heran
Gibran masih ingat, foto yang diberikan oleh ayahnya tentang suami Gita itu. Bahkan Gibran sudah menyuruh orang untuk menyelidikinya. Tapi? Melihat kemesraan dua orang tadi membuat Gibran memanas. "Brengsek! Apa dia punya wanita selain Gita? Apa Gita tahu?" gumam Gibran sembari menginjak gas mobilnya kencang. Ia sedang mengejar mobil yang ditumpangi Abimana tadi. Ia sangat tidak terima jika benar adiknya dikhianati. Akan Gibran bunuh kalau perlu, jika ada yang menyakiti hati adiknya. Ciiiitt!!!!!Seorang pedagang kaki lima tiba-tiba menyebrang jalan, membuat Gibran menginjak remnya mendadak. "Brengsek!" umpat Gibran saat ia kehilangan jejak mobil Abimana. Ia sangat kesal dengan pedagang itu. Namun, tak mungkin juga ia marah-marah. Salah dia sendiri yang ngebut.Gibran kembali melajukan mobilnya. Meraih ponsel lalu menghubungi Gita. "Halo, Dek?""Iya, Abang? Abang kenapa? Kok kayak buru-buru gitu suaranya?" sahut Gita di seberang sana. "Kamu dimana?" "Aku..." Gita ragu untuk men