"Gita?" tanya Sandra ketika melihat suaminya itu menutup panggilan dengan kesal. Ada gurat marah di sana, yang menunjukkan bahwa Abimana masih peduli pada istri pertamanya. Selama beberapa hari menikah dengan Abimana, ternyata Sandra seakan telah jatuh cinta dibuatnya. Pemikiran tentang menganggap pernikahan ini hanya sebatas saling menguntungkan, rupanya menjadi sangat penting bagi Sandra. Abimana yang terlihat biasa saja di saat awal bertemu, rupanya tak seburuk itu. Abimana cukup membuatnya nyaman berada di sisinya. Serta, pergumulan di ranjang selalu membuatnya ketagihan. Mana mungkin Sandra mau berbagi kenikmatan itu dengan istri pertama suaminya? "Hmm. Gita sudah mulai berani keluar dari rumah tanpa seizinku. Dia pikir aku tidak tahu kalau dia keluar rumah? Aku kan udah pasang cctv sebelum pergi," gerutu Abimana kesal. Ya, meski ia sudah menikah lagi dengan Sandra, tapi ia memang mencintai Gita seperti selama setahun mereka bersama sebagai sepasang kekasih. Tak mungk
Hadi menggenggam erat ponsel di tangannya. Rasa amarah menginvasinya setelah mendengar teriakan dan makian pada putrinya. Sedangkan Ratna menutup mulut tidak percaya. Sungguh, sebagai ibu ia sakit mendengar putrinya mendapar teriakan seperti tadi. "Gita? Pa, Gita, Pa," isak Ratna membuat hati Hadi tercubit melihat istrinya menangis. "Kita ke rumahnya sekarang, Ma," ucap Hadi tegas menggandeng tangan istrinya. Ya, mereka tak akan mau menunda lagi. Biar saja Gita salah memilih suami, tapi sekarang ini tugasnya adalah melindungi putrinya. Sebelumnya Hadi sudah pernah mencari tahu rumah Abimana. Bahkan sudah tahu latar belakang keluarganya. Abimana adalah putra semata wayang dari Danu Sasongko. Dimana ia adalah teman bisnisnya dulu. Namun jadi pengkhianat karena telah mencuri apa yang seharusnya menjadi miliknya. Untuk itulah, Hadi melarang Gita menikah dengan Abimana. Salahnya yang tak mengatakan alasannya pada putrinya itu. Kini, nasi sudah menjadi bubur. Hadi dan Ratna sampai di d
Abimana menggeram marah ketika melihat cctv di rumahnya lewat ponsel. Lebih marah lagi ketika melihat Gita dibawa pergi oleh kedua orang tuanya. "Sial! Kenapa jadi begini, sih!" geram Abimana kesal. Ia segera bersiap-siap hendak pulang ke rumahnya. "Mau kemana?" tanya Sandra heran melihat suaminya sibuk dan mulai merapikan diri. "Kita harus pulang sekarang, Sayang. Di rumah ada masalah. Dan aku harus segera pergi," ujar Abimana sudah siap memakain pakaiannya. "Gita lagi?" tanya Sandra dengan nada kesal. Abimana tahu, akhir-akhir ini istri keduanya itu selalu merajuk ketika membahas soal Gita. Ya, bagaimanapun Gita juga istrinya, meskipun Sandra lebih menggoda dan bergelimang harta. Untuk itu Abimana harus hati-hati menjaga perasaan Sandra. Atau kalau tidak, perjanjian untuk membantu perusahaan ayahnya akan lenyap begitu saja. "Sayang. Untuk saat ini, aku gak bisa lepas tangan begitu saja tentang Gita. Aku gak mau dia curiga kalau aku terlalu lama meninggalkan dia. Jadi aku
"Jangan pikir anda ini istimewa ya. Justru anda memang tidak pantas dengan wanita manapun!" Sandra mulai meninggikan suara. ia kesal dengan ucapan Devan yang merendahkannya. Usut punya usut, dulu Sandra sudah jatuh hati pada pebisnis bernama Devandra El Barra. Bahkan ia langsung setuju, saat Mamanya menjodohkan dengannya. Namun Devan adalah Devan, menolak segala macam jenis wanita yang dikenalkan oleh ibunya. Aldo tersedak makanannya mendengar ucapan Sandra. Pedas pula yang dirasa, tapi tak tahan juga untuk tidak tertawa dengan apa yang didengarnya. Aldo segera meminum segelas air dan berdiri demi membalas ucapan yang merendahkan bos nya itu. "What?! Tidak pantas dengan wanita manapun?" Aldo tersenyum remeh menatap lawan bicaranya. Lalu kembali bicara setelah merubah wajah seriusnya, "Anda ingat pernah memberi saya uang hanya untuk menjauhkan partner bisnis Pak Devan yang sedang ada proyek saat itu? Bahkan anda cemburu buta pada setiap wanita yang dekat dengan Pak Devan. S
Bruk! "Sudah aku bilang, kan! Jangan pernah keluar dari rumah tanpa seizinku!" Gita meringis pedih saat tubuhnya terjatuh di atas ranjang. Lebih tepatnya didorong hingga jatuh oleh Abimana. "Dan lagi! Jangan pernah menampakkan kesedihan di depan orang tuamu! Kamu itu udah jadi istri aku! Jangan mentang-mentang papa dan mama kamu udah nerima pernikahan kita, kamu jadi gampang buat mengadu apapun sama mereka!" ancam Abimana membuat Gita hanya terdiam tak percaya. "Mas aku gak ...." "Ingat! Jaga marwah suamimu! Jangan sampai mengumbar aib kemana-mana! DAN JANGAN PERNAH BERTEMU MEREKA TANPA SEIJINKU!" teriak Abimana yang sudah menahan emosi sejak kemarin. Gita menutup telinganya, merasa penging mendengar kemarahan Abimana padanya. Sakit hatinya menerima kemarahan Abimana padanya. Kenapa dan mengapa suaminya berubah bahkan berbanding terbalik dari yang dulu ia kenal? Benarkah hubungannya dulu dengan Abimana sebatas memanfaatkan dirinya saja? Benarkah tak ada setitik pun ras
"Pindah? Abi, Mama mohon. Mama gak akan berulah lagi, yang penting kamu di rumah ya?" pinta Sekar pada Abimana. Namun Abimana hanya mendengus kasar. "Gita. Mama tahu Mama salah. Mama minta maaf, Mama gak akan berbuat seperti itu lagi sama kamu. Jadi kalian jangan pergi ya. Kalau kalian pergi, rumah ini sepi," ucap Sekar memelas yang dibuat. Sedang Gita hanya menunduk. Ia bukan pemberi keputusan di sini. Namun, sebenarnya Gita merasa senang jika pergi dari rumah ini. "Kami akan tetap pindah dari sini, Ma, Pa. Sampai jumpa lagi." Abimana menarik tangan Gita. Dengan langkah cepat ia segera pergi dari sana menuju Apartemen. "Maaf," lirih Abimana di tengah perjalanan ke apartemen. Gita tersenyum miris mendengar kalimat itu. "Kenapa, Mas? Kenapa kamu berubah?" "Maaf, Beb. Aku hanya emosi melihat kamu pergi dari rumah. Aku cuma takut kamu pergi ninggalin aku saat aku lagi perjalanan bisnis kemarin." Abimana menghentikan mobilnya guna menjelaskan pada Gita. Entah kenapa ia merasa
Mencintai bertemankan sepi. Mungkin akan jadi hal yang sangat biasa dilalui. Sepanjang siang hingga malam yang kelam, bersahabatkan bulan nan bintang yang terhampar di angkasa. Sunyi, sepi, ilusi dan mimpi. Mana yang akan kekal menemani? Gita melihat sekeliling apartemen suaminya, sepi. Tak ada siapapun juga. Ia yakin, tadi masih mendengar suara suaminya. Namun, rupanya ia hanya sendiri. "Mas, kamu kemana?" Gita sudah mencari di dalam kamar mandi pun tak ada. Bahkan ia membuka pintu dan keluar dari sana, lorong apartemen-pun hening. Gita mengusap kedua lengannya yang dingin. Sedingin perasaannya sekarang yang diselimuti kecewa. Sedang Abimana sudah pergi bersama Sandra. Membawa jauh wanita yang tengah hamil itu agar tak menjadi bumerang untuk hidupnya. Ia tak akan membiarkan Gita tahu untuk saat ini. Tujuannya belum tercapai, dan Gita- pun tak boleh menghilang. "Nanti, jika a
"Gita?!" "Abang?" Gita terperanjat berdiri ketika melihat sang kakak ada di depannya. "Bang Gibran!" isak Gita yang kemudian Gibran rengkuh dalam pelukannya. kepulangannya ke Indonesia memang sempat mundur beberapa waktu karena masih sibuk soal pekerjaan. Namun, akhirnya ia bisa bernapas lega saat setelah bertemu sang adik di sini dalam keadaan baik-baik saja. "Kamu apa kabar, Dek? Abang khawatir denger kabar soal kamu," ucap Gibran memandang sang adik sembari mebghapus air mata adik kecilnya itu. "Aku baik-baik aja, Bang. Kenapa Abang lama banget gak pulang?" rengek Gita manja masih dengan kebiasaannya dulu. Gibran tersenyum senang melihat tingkah adik kesayangannya itu. Lega sungguh luar biasa mendengar suaranya saja. "Abang kan orang paling sibuk di dunia. Makanya gak bisa sembarangan pulang. Apalagi cuma buat liat anak jelek yang cengeng kek kamu," canda Gibran yang mendapat pukulan di lengannya. "Aduh! Baru pulang kok sambutannya geplakan gini, Dek?" sahut Gibr
Abimana menggeram marah ketika mendengar ucapan Sandra yang membuatnya tahu, bahwa Gita hamil dan ia tak tahu sama sekali. "Jadi, kemarin dia di rumah sakit itu, karena..." ucap Abimana terbata. Pikirannya kembali saat melihat tangan Gita yang terluka. Ia mengira, Gita menyayat nadinya karena tahu dirinya hamil anak Abimana dan ternyata Abimana sudah mempunyai istri lagi. Tentu saja hal itu membuat frustasi Gita. "Aku harus menemui Gita. Harus," putus Abimana yang hendak pergi meninggalkan Sandra sendirian. "Berhenti, Abi. Kamu gak bisa pergi gitu aja ninggalin aku! Aku juga istrimu!" larang Sandra menghalangi jalan Abimana. "Gita juga istriku, Sandra! Kamu jangan egois!" geram Abimana kesal. "Satpam! Tutup semua pintu!" teriak Sandra mengundang kedua orang tua Abimana kembali keluar dari kamar. Namun, Danu dan Sekar hanya melihat apa yang dilakukan Sandra. Bagi orang tua Abimana, uang dan perusahaan lebih penting dari cinta. "Pa, Ma. Gita hamil! Kalian akan punya cucu. Cucu ka
Roda kehidupan itu terus berputar. Tak akan ada yang tahu apa dan bagaimana hidup seseorang akan berjalan. Meski tiap orang selalu berusaha untuk hidupnya yang lebih baik, tapi terkadang hidup berjalan tak sesuai dengan yang diinginkan. Namun, ketahuilah, Tuhan-MU lebih tahu apa yang seseorang butuhkan, dan lebih tahu mana yang baik dan yang buruk untuk hambanya. Hadi sudah memanggil pengacara kepercayaannya untuk mengurus perceraian Gita dengan Abimana. Secepat mungkin ayah Gita itu tak mau kecolongan lagi dan membuat Gita dalam derita."Aku mau perceraian Gita secepatnya selesai, bisa?" tanya Hadi yang diangguki Catur, pengacaranya. "Semua berkas sudah terkumpul bersama bukti-bukti, saya tinggal memprosesnya ke pengadilan besok, Pak," jawab Catur mantap. "Kamu ingat tentang masalah yang aku ceritakan dulu?" tanya Hadi membuat Catur mengingat-ingat. "PT. BIMA adalah perusahaan hasil curian. Berkas dan bukti yang kamu minta sudah saya siapkan. Bisa segera diproses juga?" tanya Ha
Manusia selalu dihadapkan dengan pilihan. Dimana semua pilihan itu ada konsekuensinya. Jika pilihannya benar, ia aman dan bahagia. Namun, jika ia salah memilih, bisa saja kesedihan dan penyesalan yang ada. Gita merasakannya sekarang. Pilihan pertama yang ia buat saat memutuskan menikah dengan Abimana, rupanya membuatnya menelan pil pahit yang harus ia terima. Dan sekarang, ia kembali harus memilih antara bertahan atau berpisah dengan Abimana. "Mari berpisah, Mas." Satu kalimat itu sukses membuat Abimana memerah padam. Satu kata itu sangat ia benci. Apalagi sekarang ia menyadari, ia sangat tidak ingin berpisah dengan Gita. "Sudah pernah kukatakan padamu, Gita. Tidak akan ada kata pisah dalam hubungan kita," ucap Abimana dingin. Rasa sakit akibat pukulan Gibran sudah tak lagi ia rasa. Namun, kesal hatinya sekarang terasa sakit ketika Gita benar-benar meminta pisah darinya. "Aku gak akan ada gunanya untuk kamu, Mas. Lebih baik, kamu jaga istri kamu itu dengan baik," ucap Gita berpali
Sandra dilarikan ke rumah sakit karena tak sengaja terkena pukulan dari Gibran. Meski Abimana babak belur karena ulah Gibran, ia tetap berusaha membawa istrinya itu ke rumah sakit. Sedangkan Gibran, laki-laki itu merasa bertanggung jawab karena membuat Sandra pingsan, juga membuat babak belur Abimana. Meski hatinya kesal, tapi tidak pantas juga jika meninggalkan Abimana yang babak belur untuk mengurus istrinya yang pingsan. Namun, kali ini Gibran merasa bodoh. Bodohnya ia malah membawa mereka ke rumah sakit yang sama dengan Gita. "Dasar bodoh! Kenapa gue bawa kesini, sih!" maki Gibran sendiri dalam hati. "Gue anter lo ke UGD aja. Setelah itu gue pulang!" ucap Gibran penuh penekanan. Kesal? Tentu saja. Orang yang ia hajar nyatanya malah ia tolong sendiri. Entah mau bersikap bagaimana, Abimana hanya merasa kakak Gita itu memang baik seperti Gita. Ia merasa keluarga Gita memang keluarga yang selalu tak enak hati pada orang lain. "Pak Gibran. Anda di sini? Nona Gi...""Ssstttt!" Gib
Devan dan Gibran panik ketika melihat pergelangan tangan Gita bersimbah darah. Bahkan, Devan telah berurai air mata. Pikirannya dipenuhi ketakutan. Hatinya terasa sesak melihat Gita benar-benar lemas dan menutup mata. "Gak, gak mungkin. Anin, bangun, Anin. Kamu gak boleh lakuin ini," panik Devan yang terus menekan pergelangan tangan Gita. Sedangkan Gibran sedang memanggil Dokter, karena ia sudah berkali-kali memencet tombol darurat tak juga Dokter ataupun suster datang. Ketika Dokter datang, Devan dan Gibran segera menunggu di luar ruangan. Gibran tak habis pikir, jika adiknya begitu sulit menerima keadaannya saat ini. Ya, mana mungkin ia akan dengan mudah menerima. Gibran sangat tahu bagaimana sakitnya Gita saat ini. "Van, lo harus tenang. Gue titip Gita sebentar. Gue pergi dulu, menemui Abimana. Gue mau beri pelajaran padanya," ucap Gibran dengan wajah penuh amarah. Devan hanya mengangguk lemah. Tangannya masih gemetar mengingat keadaan Gita tadi. Sungguh demi apapun juga, ia ta
Pada umumnya, orang mengatakan bahwa pernikahan tanpa adanya seorang anak itu terasa tidak lengkap. Bahkan, banyak wanita di seluruh dunia mendamba hadirnya seorang anak. Namun, untuk masalah yang Gita hadapi saat ini, benar-benar memporak-porandakan hatinya. Harusnya kabar dirinya hamil dan akan jadi seorang ibu adalah kabar bahagia. Tapi, bolehkah sekarang ia merasa menolak dulu hadirnya anugerah itu?Gita melamun memandang keluar jendela dengan pemandangan malam yang gelap. Air matanya tak henti menetes. Ia juga tahu, jika keluarganya sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, ia bisa apa. Dirinya benar-benar rapuh sekarang. "Gita, makan dulu yuk, Sayang. Kamu belum makan apapun loh," bujuk Ratna yang merasa khawatir dengan kondisi Gita yang semakin lemah. "Untuk apa aku makan, Ma. Bukankah lebih baik mati daripada hidup dengan kesengsaraan seperti i..."PLAK!"Jaga mulut kamu, Gita! Mama gak pernah ajarkan kamu putus asa seperti ini!" Ratna marah dengan air mata yang merebak. Ia sa
Jika memang takdir manusia itu sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa, bisakah seseorang merubahnya jika tindakannya diperbaiki? Mungkin, takdir itu ketetapan Yang Maha Kuasa, tapi nasib seseorang bisa saja merubahnya. Namun, yang sudah terjadi memang sudah terjadi. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperbaiki sikap agar kehidupan selanjutnya tak akan masuk ke dalam lubang yang sama dan dapat berjalan lebih baik lagi. Gita mengingat-ingat kapan terakhir kali ia datang bulan. Lalu sedikit terkejut saat mengingatnya. Menatap Ibunya dengan sendu, lalu menahan tangis sekuat tenaga. "Ma, aku ingin sendiri dulu," lirih Gita karena tiba-tiba rasa mualnya datang lagi. Segera menutup mulutnya lalu kembali ke kama mandi. Ratna begitu khawatir dengan putrinya. "Sayang, apa kamu.... Gita?!!" Ratna berteriak membuat Hadi berlari menghampirinya. Lalu terkejut saat melihat Gita tergeletak di lantai kamar mandi.Hadi segera menggendong putrinya menuju mobil. Dan saat itu bertepatan dengan Gibran d
Hal yang akan dilakukan pertama kali oleh Gibran adalah, membawa semua baju dan barang-barang Gita di apartemen Abimana. Saat ini ia dalam perjalan menuju apartemen Gita dengan ditemani Devan. Keadaan Gita masih sama seperti semalam, dia masih mengurung diri bahkan ibunya membujuk untuk makan saja sulit. Gibran dan Devan segera mengemasi baju-baju Gita. Namun, saat hendak keluar dari apartemen itu, keduanya bertemu dengan Abimana. "Kalian?! Sedang apa kalian di sini?!" pekik Abimana terkejut ketika melihat Gibran dan Devan keluar dari apartemen. Abimana mengecek ke dalam apartemen sebentar, namun tak menemukan Gita di sana."Dimana Gita? Dimana kalian sembunyikan Gita?!" tanya Abimana merasa marah. Ia sangat yakin jika istrinya itu disembunyikan darinya. Bug!Sebuah pukulan keras melayang ke pipi Abimana. Membuat laki-laki itu hampir saja terjatuh. "Dasar laki-laki brengsek. Kamu pikir, semua kebusukanmu akan tersimpan rapi begitu saja? Ingat! Aku tak akan mengampuni orang yang su
Perasaan yang selama ini dianggap cinta, membuat Gita menutup mata dan telinga dengan kebenaran yang ada. Menganggap ia paling mengenal Abimana sepenuhnya. Nyatanya, dirinyalah yang paling tidak tahu apa-apa tentang suaminya. Untuk apa ada rasa cinta, jika hanya luka yang ia terima. Bagaimana bisa semua terasa sempurna, tapi rupanya semua hancur setelah semua nyata ada di depan mata. Semudah itu Tuhan membolak-balikan hati seorang manusia. Semudah itu rasa cinta berganti menjadi benci yang tak terkira. Sebenarnya, hati ini tidak salah. Hanya saja manusia yang tak berhati itu merasa dirinyalah pemegang kuasa dengan segala pongahnya menganggap abadi sebuah rasa.Gibran memukul meja dengan kesal, saat melihat beberapa foto yang dikirim oleh orangnya untuk menyelidiki Abimana. Rupanya dugaannya benar bahwa Abimana punya istri selain Gita. "Dasar laki-laki brengsek! Beraninya kau mengusik keluargaku!" Segala umpatan dan makian serta sumpah serapah untuk Abimana ia tujukan. Merasa kesa