"Jangan pikir anda ini istimewa ya. Justru anda memang tidak pantas dengan wanita manapun!" Sandra mulai meninggikan suara. ia kesal dengan ucapan Devan yang merendahkannya. Usut punya usut, dulu Sandra sudah jatuh hati pada pebisnis bernama Devandra El Barra. Bahkan ia langsung setuju, saat Mamanya menjodohkan dengannya. Namun Devan adalah Devan, menolak segala macam jenis wanita yang dikenalkan oleh ibunya. Aldo tersedak makanannya mendengar ucapan Sandra. Pedas pula yang dirasa, tapi tak tahan juga untuk tidak tertawa dengan apa yang didengarnya. Aldo segera meminum segelas air dan berdiri demi membalas ucapan yang merendahkan bos nya itu. "What?! Tidak pantas dengan wanita manapun?" Aldo tersenyum remeh menatap lawan bicaranya. Lalu kembali bicara setelah merubah wajah seriusnya, "Anda ingat pernah memberi saya uang hanya untuk menjauhkan partner bisnis Pak Devan yang sedang ada proyek saat itu? Bahkan anda cemburu buta pada setiap wanita yang dekat dengan Pak Devan. S
Bruk! "Sudah aku bilang, kan! Jangan pernah keluar dari rumah tanpa seizinku!" Gita meringis pedih saat tubuhnya terjatuh di atas ranjang. Lebih tepatnya didorong hingga jatuh oleh Abimana. "Dan lagi! Jangan pernah menampakkan kesedihan di depan orang tuamu! Kamu itu udah jadi istri aku! Jangan mentang-mentang papa dan mama kamu udah nerima pernikahan kita, kamu jadi gampang buat mengadu apapun sama mereka!" ancam Abimana membuat Gita hanya terdiam tak percaya. "Mas aku gak ...." "Ingat! Jaga marwah suamimu! Jangan sampai mengumbar aib kemana-mana! DAN JANGAN PERNAH BERTEMU MEREKA TANPA SEIJINKU!" teriak Abimana yang sudah menahan emosi sejak kemarin. Gita menutup telinganya, merasa penging mendengar kemarahan Abimana padanya. Sakit hatinya menerima kemarahan Abimana padanya. Kenapa dan mengapa suaminya berubah bahkan berbanding terbalik dari yang dulu ia kenal? Benarkah hubungannya dulu dengan Abimana sebatas memanfaatkan dirinya saja? Benarkah tak ada setitik pun ras
"Pindah? Abi, Mama mohon. Mama gak akan berulah lagi, yang penting kamu di rumah ya?" pinta Sekar pada Abimana. Namun Abimana hanya mendengus kasar. "Gita. Mama tahu Mama salah. Mama minta maaf, Mama gak akan berbuat seperti itu lagi sama kamu. Jadi kalian jangan pergi ya. Kalau kalian pergi, rumah ini sepi," ucap Sekar memelas yang dibuat. Sedang Gita hanya menunduk. Ia bukan pemberi keputusan di sini. Namun, sebenarnya Gita merasa senang jika pergi dari rumah ini. "Kami akan tetap pindah dari sini, Ma, Pa. Sampai jumpa lagi." Abimana menarik tangan Gita. Dengan langkah cepat ia segera pergi dari sana menuju Apartemen. "Maaf," lirih Abimana di tengah perjalanan ke apartemen. Gita tersenyum miris mendengar kalimat itu. "Kenapa, Mas? Kenapa kamu berubah?" "Maaf, Beb. Aku hanya emosi melihat kamu pergi dari rumah. Aku cuma takut kamu pergi ninggalin aku saat aku lagi perjalanan bisnis kemarin." Abimana menghentikan mobilnya guna menjelaskan pada Gita. Entah kenapa ia merasa
Mencintai bertemankan sepi. Mungkin akan jadi hal yang sangat biasa dilalui. Sepanjang siang hingga malam yang kelam, bersahabatkan bulan nan bintang yang terhampar di angkasa. Sunyi, sepi, ilusi dan mimpi. Mana yang akan kekal menemani? Gita melihat sekeliling apartemen suaminya, sepi. Tak ada siapapun juga. Ia yakin, tadi masih mendengar suara suaminya. Namun, rupanya ia hanya sendiri. "Mas, kamu kemana?" Gita sudah mencari di dalam kamar mandi pun tak ada. Bahkan ia membuka pintu dan keluar dari sana, lorong apartemen-pun hening. Gita mengusap kedua lengannya yang dingin. Sedingin perasaannya sekarang yang diselimuti kecewa. Sedang Abimana sudah pergi bersama Sandra. Membawa jauh wanita yang tengah hamil itu agar tak menjadi bumerang untuk hidupnya. Ia tak akan membiarkan Gita tahu untuk saat ini. Tujuannya belum tercapai, dan Gita- pun tak boleh menghilang. "Nanti, jika a
"Gita?!" "Abang?" Gita terperanjat berdiri ketika melihat sang kakak ada di depannya. "Bang Gibran!" isak Gita yang kemudian Gibran rengkuh dalam pelukannya. kepulangannya ke Indonesia memang sempat mundur beberapa waktu karena masih sibuk soal pekerjaan. Namun, akhirnya ia bisa bernapas lega saat setelah bertemu sang adik di sini dalam keadaan baik-baik saja. "Kamu apa kabar, Dek? Abang khawatir denger kabar soal kamu," ucap Gibran memandang sang adik sembari mebghapus air mata adik kecilnya itu. "Aku baik-baik aja, Bang. Kenapa Abang lama banget gak pulang?" rengek Gita manja masih dengan kebiasaannya dulu. Gibran tersenyum senang melihat tingkah adik kesayangannya itu. Lega sungguh luar biasa mendengar suaranya saja. "Abang kan orang paling sibuk di dunia. Makanya gak bisa sembarangan pulang. Apalagi cuma buat liat anak jelek yang cengeng kek kamu," canda Gibran yang mendapat pukulan di lengannya. "Aduh! Baru pulang kok sambutannya geplakan gini, Dek?" sahut Gibr
Secerah langit biru di pagi ini. Senyum merekah tak pernah luntur dari wajah Gita. Setelah menginap dua malam di rumah orang tuanya, kini Gita kembali ke apartemen dengan menenteng banyak bawaan dari orang tuanya serta oleh-oleh dari sang kakak. "Mbak Gita? Abis borong?" tanya Dena saat keluar dari apartemennya. Gadis cantik itu sudah bersiap untuk berangkat kerja. "Dena? Mau berangkat? Gak borong, cuma kemarin abis nginep di rumah Mama Papa.""Oh, pantesan kok sepi. Kirain kemana. Ya udah, Mbak. Aku berangkat dulu ya. Mau cari sarapan," pamit Dena melambaikan tangan pada Gita. Saat Gadis itu melangkah menjauh, Gita memanggilnya. "Dena? Apa lowongan itu masih ada?" tanya Gita ragu. Dena terkejut dengan segera berbalik badan. Berlari kecil menghampiri Gita dengan semangat. "Masih! Mbak, jadi mau lamar?""Sepertinya, gak ada salahnya mencoba, kan?" ucap Gita dan diangguki antusias oleh Dena. "Bener, Mbak. Ga
Jantung Gita berdegup kencang setelah menerima telpon dari sang suami. Untung saja saat wawancara tadi, kepala bagian personalia mengatakan besok baru mendapat info hasil wawancaranya. Setelah pamit pada Dena, Gita buru-buru pulang ke apartemen. Ia takut, jika suaminya pulang hari ini, lalu membuat Gita urung bekerja jika benar diterima nantinya. "Mas? Kamu udah pulang?" tanya Gita setelah memasuki apartemennya. Namun, mencari ke sudut manapun apartemennya masih sepi. Gita merogoh ponsel di dalam tas dan memanggil suaminya. Tidak diangkat. Gita mendengus kasar. Apa maksud suaminya itu, tiba-tiba menelpon suruh pulang, tapi tidak ada penjelasan apapun. Bahkan pulang pun tidak. "Gak jadi. Apa yang aku cari sudah ada." Balasan Abimana pun semakin membuat Gita kesal. Sedangkan yang sebenarnya terjadi adalah, hape Abimana di pegang oleh Sandra. Dan sebenarnya pula, Abimana tidak ke luar kota. Masih dalam lingkup tempat tinggal yang sama. Hanya saja Abimana tinggal di rumah Sandra dan
Devan berjalan kesana kemari tiada henti. Aldo sampai pusing melihatnya. Perkara Gita pingsan setelah bertemu mata dengan Devan jauh lebih mengerikan daripada mengumpati pekerjaan yang tidak ada habisnya. "Gita gak apa-apa, Bos. Bahkan Dokter pun sudah bilang tidak apa-apa. Dia hanya terkejut saja." Aldo sudah mengatakan hal itu berulang kali. Namun, sialnya Gita juga belum bangun dari lima belas menit yang lalu. Membuat Aldo semakin kesal melihat sikap Devan yang sedikit berlebihan. "Mana mungkin aku bisa tenang. Kalau ada apa-apa sama Gita, gimana?" sahut Devan. Pria itu terus memandangi Gita yang terbaring di sofa milik Devan yang berada di ruangannya. Padahal, ada meeting penting, tapi Devan mundurkan jadwalnya. Dan untung saja kliennya mengerti."Gak akan kenapa-kenapa, Bos. Gita mungkin cuma lelah aja.""Mbak, Gita?!" Sebuah seruan yang datang tanpa permisi itu mengalihkan pandangan Aldo dan Devan. Itu Dena yang segera berlari setelah mendengar kabar dari Pak Toni, yang meng
Sandra mengamuk di dalam kamar hotel ketika Rian sudah tak lagi ada di pelukannya. Laki-laki itu kembali menghilang dengan meninggalkan pesan yang membuat Sandra naik pitam.--- Thanks Honey atas jamuannya. Seperti biasa kamu selalu nikmat untuk kunikmati. But i really sorry, i'm not ready to be a Father. Love you---Sandra mengobrak abrik ranjang yang semalam ia tempati bersama Rian. Padahal ia pikir Rian akan benar-benar kembali padanya dan menerima anaknya. Namun, laki-laki itu justru menghilang setelah menikmati tubuhnya."Dasar brengsek kau Rian!!!" Sandra segera pergi dari hotel itu. Lalu memeriksa ponselnya yang ternyata hanya ada satu panggilan tak terjawab dari Abimana. "Segitu tidak pentingkah aku bagimu, Abimana? Aku tahu, kau pasti pergi ke rumah wanita sialan itu!" Sandra semakin kesal. Melupakan perihal Rian kini ia kembali memikirkan Abimana. Jika saja sudah ada Rian. Ia tak akan lagi memikirkan Abimana. Namun, sekarang statusnya memang adalah istri dari Abimana. Mes
"Hubungan aku sama si bos? Emang kamu pikir hubunganku sama si bos apa?" tanya Gita heran. "Waktu ada berita di portal media EL-Group itu, semua kan udah tahu kalau,...""Dena, aku gak ada hubungan apa-apa sama Pak Devan. Kamu gak percaya soal itu?" Gita merasa kecewa karena Dena yang dia anggap mengerti dirinya justru mencurigainya. "Bukan gitu, Mbak. Aku...""Aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Permisi," ucap Gita meninggalkan Dena yang merasa bersalah dengan kecurigaannya. "Maaf, Mbak," lirih Dena melihat Gita pergi ke meja kerjanya sendiri. Gita mendengus kasar. Melihat sekeliling orang-orang yang ternyata masih menatap aneh ke arahnya. "Devan bilang sudah mengurus semuanya. Kenapa aku masih jadi sorotan?" gumam Gita sedih. "Gita.""Ya, Pak!" sahut Gita terkejut dan segera berdiri menjawab panggilan Aldo. "Apa aku ngagetin kamu? Sorry. Aku gak bermaksud," ucap Aldo dan dibalas gelengan oleh Gita."Gak, Pak. Ada apa?""Kamu dipanggil Pak Devan," ucap Aldo yang membuat Gita me
Setelah pulang dari apartemen Gita kemarin, Devan sudah bertekad dan meyakinkan diri akan tetap kembali merebut hati Gita. Ia sangat ingat betul ketika bertemu Sandra di restoran waktu itu. Istri Abimana adalah Sandra, bukan Gita. Apa Abimana membohongi Gita dengan dalih melakukan perjalan bisnis ke luar kota? Hingga membuat Gita mengucapkan sebuah penyesalan yang ia rasakan dalam pernikahannya. Ya, Devan yakin, pemikirannya dan segala praduganya adalah benar. Untuk itu, mulai sekarang, ia akan menjaga dan melindungi Gita apapun caranya. Bahkan ia akan memberi tahu sebuah kenyataan bahwa Abimana tak hanya memiliki satu istri, melainkan jelas menduakan Gita. "Ah, brengsek! Jika aku tahu saat itu, pasti aku akan menghajar habis-habisan Abimana brengsek itu," maki Devan memukul setir mobilnya. Saat ini pria itu sedang berada dalam mobil. Sengaja menunggu Gita untuk berangkat ke kantor bersama. Sialnya lagi, pria itu justru melihat pemandangan yang semakin menyebalkan dan me
Sejak semalam Abimana uring-uringan. Sandrs tidak pulang dengan alasan ada acara party dengan teman-temannya. Sedangkan ia ketiduran saat memantau cctv Gita di apartemennya. Lalu paginya saat akan melihat rekaman cctv rupanya hanya gelap gulita. Dan pagi ini, sebelum ia ke kantor dan juga sebelum Sandra datang ia segera pergi ke apartemennya guna menanyakan perihal rekaman cctv yang gelap. "Gita?! Dimana kamu?!" Gita yang sedang bercermin setelah mandi terkejut mendengar suara Abimana yang terdengar marah. "Mas, kamu pulang?" "Coba katakan, kenapa rekaman cctv semalam tidak ada? Kenapa gelap semua? Kamu ada main di belakang aku? Iya?" Gita mendelik mendengar tuduhan Abimana. Kemarin memang dirinya bersama Devan. Tapi mendengar tuduhan itu Gita tidak terima. "Mas, kamu jangan asal bicara ya? Semalam itu...""Kamu jangan beralasan Gita. Lalu kenapa aku gak bisa liat rekaman cctv semalam?!""Semalam satu apartemen ini mati listrik, Mas.""Aku gak percaya. Mana mungkin apartemen se
Jika memang kamu bukanlah takdirku, biarlah aku memiliki rasa ini tumbuh dihatiku. Biar saja semesta memakiku. Aku tak mau tahu, karena rasaku sudah berakhir di kamu. Devan memaki dirinya sendiri yang seperti remaja labil baru jatuh cinta. Dia merasa benar-benar gila masih saja mengharapkan Gita yang sudah jelas memiliki suami. Tapi karena merasa aneh dengan pernikahan Gita, ia merasa masih mempunyai kesempatan.Hingga akhirnya ia nekad mengunjungi Gita ke apartemennya karena tahu suaminya tidak ada. Bruk!Devan menangkap Gita yang hampir jatuh karena tersandung kursi di pantry. Namun, karena Devan juga tersandung kakinya sendiri akhirnya mereka terjatuh bersama. Deg!Gita terkejut saat Devan menangkapnya, dan sekarang ia berada di atas tubuh Devan. Membuat mereka saling memandang heran. Keduanya langsung menghindar satu sama lain. Karena merasakan jantung keduanya berdetak lebih kencang. Gita bergegas bangkit untuk berdiri. Namun, ...Dug! "Aduh!""Anin?! Kamu gak papa?" Devan m
"Honey, aku sangat merindukanmu." Sandra terpancing dengan kata-kata mesra dari sang pacar. Ya, pagi tadi Sandra buru-buru pergi karena Rian mengirim pesan jika ia sudah kembali. Sandra dan Rian adalah pasangan bebas yang bertemu di Bar. Tapi Sandra benar-benar sudah jatuh hati padanya. Sayangnya, Rian tak menaruh hati apapun pada Sandra. Bagi Rian hubungan mereka hanyalah sebatas "Have Fun". Hingga kebebasan hubungan mereka, Sandra hamil. Naasnya, Rian menolaknya saat Sandra memberi tahu kehamilannya. Hingga ia menghilang tak bisa dihubungi. Sandra mendengar dari teman-temannya bahwa Rian pergi ke luar negeri. "Apa kamu masih menjaga anak kita, Honey?" bisik Rian memberikan sentuhan-sentuhan yang memabukkan bagi Sandra. Hingga wanita itu terbuai. Baginya, segala sentuhan Rian sangat jauh berbeda dengan Abimana. Nanti, jika Rian sudah mau bertanggung jawab, Sandra berniat pergi meninggalkan Abimana. Status pernikahannya sekarang, hanya sebagai alibi agar tak di cap oleh kelu
"Apa yang kamu bicarakan, Mas. Aku...""Kalau aku tanya itu dijawab, Gita!!!""Aku tidak tahu apa maksud kamu, Mas! Aku selalu ada di rumah nungguin kamu yang tak pasti pulang kapan, sekarang kamu tiba-tiba pulang marah-marah sama aku?! Maksud kamu apa?" ucap Gita yang juga dipenuhi amarah.Ia sudah lelah menghadapi sikap Abimana yang selalu mengedepankan emosi. Biarlah Abimana tidak tahu apa yang ia kerjakan beberapa hari ini. Ia akan malas memberi alasan pada suaminya yang tak tahu diri itu. "Aku capek, Mas. Aku capek," lirih Gita frustasi. Abimana terengah sembari mengatur napasnya. Sedikit terkejut pula dengan apa yang diucapkan sang istri. Ya, Gita benar, seharusnya ia tak marah-marah saat baru saja pulang. Namun, foto yang ia lihat semalam membuatnya marah dan tidak terima. Padahal dirinya saja sudah menikah lagi tanpa memberitahu Gita. Pantaskah ia marah pada Gita?Tanpa bicara lagi, Abimana mengeluarkan ponselnya. Lalu membuka portal media yang semalam dibuka Sandra. Hal itu
--"PEWARIS EL-GROUP / SI ANTI WANITA TERCIDUK MENGGANDENG SEORANG WANITA"--Devan mendengus kasar melihat Judul portal media dari perusahaannya sendiri. Bahkan postingan yang baru satu menit itu sudah mendapatkan ribuan komentar. -What? Omg, hancur sudah hatiku. Biasku udah punya cewek--Woaaah! Berati beneran bukan gay dong-- sayang banget foto ceweknya gak jelas--itu cewek baik-baik bukan? Jangan-jangan wanita bayaran lagi- -gue rela sih kalau ceweknya sekelas artis papan atas. Tapi kalau cewek biasa aja mah mending sama gue, pak- -Ngapain narik-narik, Pak. Duh, udah gak tahan banget kah?--Dari fotonya, keliatan banget kek wanita murahan gak sih?- Dan masih banyak lagi komentar yang lain. Devan tak asing dengan gosip yang menyebutnya 'Gay'. Meski itu membuat marah tapi Devan tak mempedulikannya. Namun, sebutan cewek bayaran dan cewek murahan yang tak lain tertuju untuk Gita, membuat emosinya naik. Bahkan sangat marah. "Keterlaluan!" umpat Devan kesal. Aldo mengernyit heran
Gibran masih ingat, foto yang diberikan oleh ayahnya tentang suami Gita itu. Bahkan Gibran sudah menyuruh orang untuk menyelidikinya. Tapi? Melihat kemesraan dua orang tadi membuat Gibran memanas. "Brengsek! Apa dia punya wanita selain Gita? Apa Gita tahu?" gumam Gibran sembari menginjak gas mobilnya kencang. Ia sedang mengejar mobil yang ditumpangi Abimana tadi. Ia sangat tidak terima jika benar adiknya dikhianati. Akan Gibran bunuh kalau perlu, jika ada yang menyakiti hati adiknya. Ciiiitt!!!!!Seorang pedagang kaki lima tiba-tiba menyebrang jalan, membuat Gibran menginjak remnya mendadak. "Brengsek!" umpat Gibran saat ia kehilangan jejak mobil Abimana. Ia sangat kesal dengan pedagang itu. Namun, tak mungkin juga ia marah-marah. Salah dia sendiri yang ngebut.Gibran kembali melajukan mobilnya. Meraih ponsel lalu menghubungi Gita. "Halo, Dek?""Iya, Abang? Abang kenapa? Kok kayak buru-buru gitu suaranya?" sahut Gita di seberang sana. "Kamu dimana?" "Aku..." Gita ragu untuk men