"Maaf, saya salah orang," ucap Devan. Ia hampir frustasi mengingat apa yang ia lihat tadi seperti seseorang yang ia kenal. Namun, rupanya ia salah menduga.
"Sial! Aku pasti sudah gila!" umpat Devan dan berlari kembali ke arah mobil. Lalu segera melesat menyusul Aldo ke tempat meeting. "Selamat pagi, Pak Danu," sapa Devan ramah serta mengulurkan jabat tangan yang seketika di sambut oleh ayah Abimana itu. "Selamat pagi, Pak Devan. Wah, saya sangat suka sekali aura pebisnis hebat seperti pak Devan ini. Selalu bersemangat dan enerjik," ucap Danu berbasa-basi yang hanya dibalas senyuman oleh Devan. "Perkenalkan, ini anak saya, dia juga yang akan menggantikan posisi saya nantinya, Pak Devan," ucap Danu yang segera disambut oleh Abimana. "Saya Abimana, Pak Devan. Semoga kita bisa bekerja sama," sapa Abimana. Devan tersenyum dan menoleh ke arah Aldo. Yang di toleh seolah mengerti, Aldo hanya tersenyum dan menarik kursi untuk Devan. "Agar lebih akrab, bagaimana kalau kita sarapan dulu?" ujar Danu. "Mohon maaf, Pak Danu. Sepertinya kita langsung ke pembahasan saja. Karena saya masih ada perlu di kantor," sela Devan sopan. Danu mengangguk kemudian menegakkan bahunya dan kembali menatap Devan. "Sebelumnya saya minta maaf, Pak Devan. Rencana saya untuk mengajukan investor pada perusahaan anda, terpaksa harus saya batalkan." Devan mengernyit. Menunggu ucapan Danu selanjutnya. "Karena baru saja saya sudah mendapatkan investor. Jadi, perusahaan kami tidak perlu lagi mencari investor," jelas Danu yang terlihat meminta maaf. Tapi tidak merasa bersalah. Namun, Devan sangat tahu arti mimik wajah seseorang. Tentu saja Devan kesal. Dia sudah jauh-jauh kemari untuk memenuhi meeting yang diajukan oleh perusahaan Danu, justru dibuat kesal, sia-sia. Devan menoleh sebentar ke arah Aldo yang juga terheran. Sebisa mungkin, Devan menampakkan wajah biasa saja seraya berkata, "anda tidak perlu meminta maaf, Pak Danu. Seperti sejak awal saya katakan. Bahwa saya menolak pertemuan ini. Apalagi untuk investasi di perusahaan anda. Itu sangat mustahil. Mana mungkin saya berinvestasi pada perusahaan yang bermasalah, yang nantinya malah membuat rugi saya," ucap Devan melenyapkan garis senyum Danu dan Abimana. Jelas, Devan dan Aldo tahu ucapan itu terasa menjatuhkan pihak lawan bicara saat ini. Namun, Devan adalah Devan. Ia akan mengatakan apapun yang sesungguhnya. Sedang Aldo yang sangat mengenal Devan tersenyum puas. Tentu saja bos nya itu tak akan mau diremehkan. Apalagi membatalkan sepihak seperti ini. Sangat-sangat membuang waktu bagi pebisnis seperti Devan. Terlebih lagi, Devan sudah dibuat kesal dengan perkara mengejar orang yang ternyata bukan orang yang dicarinya. "Baiklah, sepertinya tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Saya permisi." Tanpa perlu basa-basi lagi, Devan segera berlalu dari hadapan Danu dan Abimana yang sudah mengeluarkan semua umpatan untuk Devan. Namun, sang ayah memperingatinya bahwa Devan El Barra bukanlah lawan yang sebanding dengannya. "Awas saja, Pa. Kelak kita pasti bisa membuat dia merasa jatuh di bawah perusahaan kita," ucap Abimana yakin, yang ternyata masih di dengar Devan dari kejauhan. "Kau salah orang, Bung! Sepertinya dia belum tahu siapa Devandra El Barra," ucap Devan sembari terus melangkah dan memakai kacamata hitamnya. Menambah kesan keren sebagai seorang bos. Sedang Aldo tersenyum puas dengan apa yang diucapkan atasan sekaligus temannya itu. Setibanya di kantor, Devan tak lantas bekerja seperti biasanya. Dari yang Aldo lihat, bosnya itu tengah memikirkan sesuatu sekaligus kesal bersamaan. "Are you, okay?" tanya Aldo menyodorkan sekaleng kopi instan ke hadapan Devan. Yang disapa tersenyum dengan menerima pemberian Aldo. "Not good," kata Devan datar setelah meneguk kopinya. "Soal meeting tadi pagi?" "No! Gue gak akan terpengaruh masalah sepele dengan para penjilat itu!" Benar. Aldo sangat tahu itu. Jangankan perkara sepele demikian, bahkan dulu Devan pernah gagal menerima tender besar dari perusahaan asing karena di sabotase oleh perusahaan lawan yang terlalu berambisi itu. Nyatanya, justru lawan Devan yang rugi menerima tender tersebut, karena rupanya perusahaan asing tersebut terduga penipuan besar. "Kenapa? Dijodohin lagi sama Ibu?" tanya Aldo yang membuat Devan teringat sesuatu. "Oh, shit! Gue lupa, ada janji temu siang ini. Arrgghh!" kesal Devan yang kini beranjak dari hadapan Aldo. Meski sebenarnya bukan perkara itu yang sedang mengganggu pikirannya. Aldo hanya terkikik geli, karena sangat tahu jika Devan akhir-akhir ini selalu dibuatkan janji temu oleh ibunya. "Makanya kawin. Biar gak dijodohin mulu," ujar Aldo terkikik geli sembari menikmati kopinya. Namun itu tak lama, karena setelahnya kepalanya di geplak Devan dari belakang. "Ganti rugi lo kalau otak gue rusak gara-gara lo," kesal Aldo mengelus kepalanya. Sedangkan Devan hanya tertawa senang. "Cieeehh, jadi kencan buta nih ceritanya," seru Aldo yang tak digubris Devan. Devan menuju Cafe Asmara yang pagi tadi disebutkan oleh ibunya. Pandangannya mengitari beberapa orang untuk mencari seseorang seperti foto yang dikirimkan oleh ibunya. Namun, sebelum menemukannya, sebuah lambaian tangan terlihat, Devan segera menghampirinya. "Hai." Sapaan itu terdengar akrab. Namun Devan benci terasa akrab diawal bertemu. Mereka tak sedekat itu, bukan? "Sudah pesan minum?" tanya Devan langsung. "Tidak. Belum. Lebih baik aku nunggu kamu buat pesan bersama. Mau pesan makan sekarang?" tanya gadis itu dengan senyum merekahnya. Devan menilai, gadis itu sudah jatuh hati padanya. Terlihat dari tatapannya yang tak sedikitpun lepas dari Devan. "Tidak perlu. Saya mau ke intinya saja. Saya menyetujui bertemu dengan anda, bukan berarti saya menerima tentang apa keinginan Ibu saya. Dan saya harap, anda mengerti, bahwa saya tidak tertarik untuk dijodohkan seperti ini. Jadi..." Devan menjeda ucapannya, melihat wajah Winda yang mulai, kecewa. "Saya menolak untuk dijodohkan," pungkas Devan menunduk meminta maaf. Byur! Devan tak menyangka, jika gadis di depannya ini cukup-- barbar. "Anda pikir saya mau dengan laki-laki sok seperti anda?!" kesal Winda yang segera beranjak pergi dari sana.BRAK! Gita terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bantingan pintu. Lebih terkejut lagi saat ia mendapati suaminya yang sedang ia tunggu hingga larut malam itu, kini tengah berjalan sempoyongan. Setelah bertemu Sandra tadi, keduanya seakan merayakan rencana gila mereka dengan bermain di bar. Dari sana Abimana merasa cukup senang bersama Sandra. "Astaghfirulloh! Mas Abi?" "Arrghh!!! Sialan! Sama sekali gak berguna!!" ucap Abimana mengalihkan dengan kasar sambutan tangan dari istrinya. "Percuma dong aku nikah sama kamu kalau ayahmu gak bisa bantu perusahaanku!" teriak Abimana dengan menatap tajam ke arah Gita. "Kamu bilang apa, Mas?" Gita sudah berurai air mata menghampiri suaminya. Terheran dengan apa yang baru saja dikatakan Abimana. Konon katanya, ucapan orang di bawah pengaruh alkohol adalah jujur. "Percuma kamu bilang? Percuma menikah dengan aku, Mas?" Abimana sedikit menegang. Tidak, bukan ini tujuannya. Ia kelepasan bicara demikian. Meskipun benar adanya.
Devan merebahkan dirinya di ranjang. Ia baru saja pulang dari kantor. Rasa lelah sudah sangat mendominasi seluruh tubuhnya. Namun, ia tak akan bisa tidur lelap jika belum mandi. Meski sebenarnya tadi di kantor ia sudah mandi karena disiram air oleh Winda. Namun, jika sampai rumah, mandi adalah ritual wajib Devan sebelum tidur. Segera ia beranjak dari ranjang dan hendak mandi agar bisa secepatnya tidur. Namun, belum saja ia melepas kancing kemejanya, sebuah suara menginterupsi Sang pewaris EL grup tersebut. "Devan? Devan buka pintunya. Ibu mau bicara. Devan?" Ketukan di pintu terus berbunyi membuat Devan menghela napas lelah karena sang Ibu akan memarahinya. Ya, dia sudah sangat hapal sekali itu. "Dev..." "Apa sih, Bu?" tanya Devan lemas. Menempel pada pintu kamarnya. "Winda telpon Ibu barusan. Kamu tuh ya..." Ayu berdecak kesal sembari berkacak pinggang. Melihat wajah lelah sang anak sungguh tak tega melanjutkan acara marahnya. Namun, ia sudah sangat kesal dengan tin
Cinta itu bermacam-macam artinya bagi setiap orang. Cinta yang tulus seringkali diartikan dengan kata setia pada satu hati dan menerima apa adanya. Sedang pernikahan itu sakral, suci, dan berhadapan dengan Tuhan dalam ikrarnya. Namun, siapa sangka jika masih banyak orang yang menjadikan pernikahan sebagai alat. Alat untuk apapun mencapai tujuannya. PYAR!!! Gita meremas dadanya yang terasa sesak. Entah kenapa tiba-tiba hatinya merasakan sesak dan sakit. Seakan sesuatu menghujam jantungnya. Hatinya merasa tidak enak. Merasa sesuatu hal buruk telah terjadi. Dan seketika ia teringat akan suaminya. "Mas Abi?" lirih Gita dengan sudah meneteskan air mata. Sedangkan yang dipikirkan oleh Gita.... "SAH!" Abimana tersenyum senang ketika menatap Sandra yang kini sudah sah menjadi istrinya. Bahkan, ingatan tentang pernikahan dirinya dengan Gita seakan sirna. Disamping jadi simbiosis mutualisme, agaknya laki-laki itu juga memburu nafsunya yang penasaran akan Sandra sejak kali p
Orang bilang, apa yang terjadi pada kita adalah akibat dari apa yang kita perbuat. Hukum tabur tuai, berlaku di dunia. Dan Gita seakan merasakan dari dampak kata-kata itu sekarang. Karma. Benarkah ia mendapat karma dari keputusannya? Seharusnya ia menuruti apa kata sang Ayah yang tak merestui hubungannya dengan Abimana. Sekarang? Ia harus menelan pil pahit dari pilihannya.Sakit. Itu yang Gita rasa. Tak bisa menyalahkan siapapun. Kecuali menyatakan bahwa dirinya lah yang bodoh. Tak bisa berpikir panjang dan hanya mengedepankan cinta butanya pada laki-laki yang jelas ternyata ia tidak tahu apapun tentangnya. Sudah tiga hari ini Gita sendirian di rumah yang lumayan besar milik keluarga Abimana. Memang rumah itu tak sebesar rumahnya. Namun, ia merasakan bentuk nyata dari kata 'sepi'. Sedangkan Abimana pun tak pernah menghubunginya sama sekali. Hanya saat malam setelah Abimana pergi, laki-laki itu mengirim pesan jika ia sudah mengirim sejumlah uang pada Gita untuk biaya hidupnya. Git
Gita memejamkan mata erat, saat mendengar namanya dipanggil waiter. Ia segera memasuki bilik kamar mandi dan bersembunyi di sana. Jantungnya berdegup kencang. Demi apapun juga, setelah sekian lama ia melupakan laki-laki itu, kini ia ada di hadapan mata. Entah perasaan apa yang menggelayuti hatinya. Kaget, malu, sakit hati pun masih ia rasa mengingat masa lalu. Namun, tak elakkan juga, bahwa Gita sedikit merasa senang, melihat laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu baik-baik saja. "Apa kabar? Apa kabar kamu, Devan?" gumam Gita lirih. Ia melihat keadaan dirinya sekarang. Dan Gita pikir ia sangat memalukan. Baju rumahan yang biasa saja, serta sandal jepit yang ia pakai, cukup membuat dirinya merasa malu jika berhadapan dengan Devan yang tadi di mata Gita terlihat sangat --- tampan. Deg. Hatinya semakin berdegup kencang saat ia masih memuji ketampanan Devan. "Dasar, bodoh! Untuk apa kamu masih mikirin dia, Gita? Yang jelas, Devan kini sudah mapan dan pasti sudah berkeluarga," guma
Cinta pertama. Begitu yang Gita rasakan dalam hatinya. Banyak orang bilang, bahkan dalam film, drama dan juga sinetron pun mengatakan bahwa cinta pertama adalah hal yang sulit dilupakan. Ya, itu benar. Gita tidak akan menyangkalnya. Bagaimanapun, hal yang pertama dan pengalaman pertama akan hati yang dilambung rasa cinta dari seorang Devan El Barra, sangat membekas di hatinya. Andai dulu tiada kata berpisah, akankah sekarang hidupnya tidak akan seperti sekarang yang ia rasa? Akankan ia masih baik-baik saja bersama Devan? Akankah ia temui bahagia, alih-alih luka yang ia dapat dari suaminya? Suami? Ah, ya. Gita hampir melupakan satu hal itu. Bahwa dirinya tak lagi sendiri sekarang. Apa yang akan dikatakan Devan nanti? "Maaf." Gita segera menarik tangannya dan mengusap air mata yang dengan tidak tahu malunya mengalir begitu saja. Gita berlari menjauh dari Devan. Tak seharusnya ia seperti itu, kan? Cukup terima kasih saja, itu sudah cukup. "Anin, tunggu!" Devan mengejar
"Gita?" tanya Sandra ketika melihat suaminya itu menutup panggilan dengan kesal. Ada gurat marah di sana, yang menunjukkan bahwa Abimana masih peduli pada istri pertamanya. Selama beberapa hari menikah dengan Abimana, ternyata Sandra seakan telah jatuh cinta dibuatnya. Pemikiran tentang menganggap pernikahan ini hanya sebatas saling menguntungkan, rupanya menjadi sangat penting bagi Sandra. Abimana yang terlihat biasa saja di saat awal bertemu, rupanya tak seburuk itu. Abimana cukup membuatnya nyaman berada di sisinya. Serta, pergumulan di ranjang selalu membuatnya ketagihan. Mana mungkin Sandra mau berbagi kenikmatan itu dengan istri pertama suaminya? "Hmm. Gita sudah mulai berani keluar dari rumah tanpa seizinku. Dia pikir aku tidak tahu kalau dia keluar rumah? Aku kan udah pasang cctv sebelum pergi," gerutu Abimana kesal. Ya, meski ia sudah menikah lagi dengan Sandra, tapi ia memang mencintai Gita seperti selama setahun mereka bersama sebagai sepasang kekasih. Tak mungk
Hadi menggenggam erat ponsel di tangannya. Rasa amarah menginvasinya setelah mendengar teriakan dan makian pada putrinya. Sedangkan Ratna menutup mulut tidak percaya. Sungguh, sebagai ibu ia sakit mendengar putrinya mendapar teriakan seperti tadi. "Gita? Pa, Gita, Pa," isak Ratna membuat hati Hadi tercubit melihat istrinya menangis. "Kita ke rumahnya sekarang, Ma," ucap Hadi tegas menggandeng tangan istrinya. Ya, mereka tak akan mau menunda lagi. Biar saja Gita salah memilih suami, tapi sekarang ini tugasnya adalah melindungi putrinya. Sebelumnya Hadi sudah pernah mencari tahu rumah Abimana. Bahkan sudah tahu latar belakang keluarganya. Abimana adalah putra semata wayang dari Danu Sasongko. Dimana ia adalah teman bisnisnya dulu. Namun jadi pengkhianat karena telah mencuri apa yang seharusnya menjadi miliknya. Untuk itulah, Hadi melarang Gita menikah dengan Abimana. Salahnya yang tak mengatakan alasannya pada putrinya itu. Kini, nasi sudah menjadi bubur. Hadi dan Ratna sampai di d
Sandra mengamuk di dalam kamar hotel ketika Rian sudah tak lagi ada di pelukannya. Laki-laki itu kembali menghilang dengan meninggalkan pesan yang membuat Sandra naik pitam.--- Thanks Honey atas jamuannya. Seperti biasa kamu selalu nikmat untuk kunikmati. But i really sorry, i'm not ready to be a Father. Love you---Sandra mengobrak abrik ranjang yang semalam ia tempati bersama Rian. Padahal ia pikir Rian akan benar-benar kembali padanya dan menerima anaknya. Namun, laki-laki itu justru menghilang setelah menikmati tubuhnya."Dasar brengsek kau Rian!!!" Sandra segera pergi dari hotel itu. Lalu memeriksa ponselnya yang ternyata hanya ada satu panggilan tak terjawab dari Abimana. "Segitu tidak pentingkah aku bagimu, Abimana? Aku tahu, kau pasti pergi ke rumah wanita sialan itu!" Sandra semakin kesal. Melupakan perihal Rian kini ia kembali memikirkan Abimana. Jika saja sudah ada Rian. Ia tak akan lagi memikirkan Abimana. Namun, sekarang statusnya memang adalah istri dari Abimana. Mes
"Hubungan aku sama si bos? Emang kamu pikir hubunganku sama si bos apa?" tanya Gita heran. "Waktu ada berita di portal media EL-Group itu, semua kan udah tahu kalau,...""Dena, aku gak ada hubungan apa-apa sama Pak Devan. Kamu gak percaya soal itu?" Gita merasa kecewa karena Dena yang dia anggap mengerti dirinya justru mencurigainya. "Bukan gitu, Mbak. Aku...""Aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Permisi," ucap Gita meninggalkan Dena yang merasa bersalah dengan kecurigaannya. "Maaf, Mbak," lirih Dena melihat Gita pergi ke meja kerjanya sendiri. Gita mendengus kasar. Melihat sekeliling orang-orang yang ternyata masih menatap aneh ke arahnya. "Devan bilang sudah mengurus semuanya. Kenapa aku masih jadi sorotan?" gumam Gita sedih. "Gita.""Ya, Pak!" sahut Gita terkejut dan segera berdiri menjawab panggilan Aldo. "Apa aku ngagetin kamu? Sorry. Aku gak bermaksud," ucap Aldo dan dibalas gelengan oleh Gita."Gak, Pak. Ada apa?""Kamu dipanggil Pak Devan," ucap Aldo yang membuat Gita me
Setelah pulang dari apartemen Gita kemarin, Devan sudah bertekad dan meyakinkan diri akan tetap kembali merebut hati Gita. Ia sangat ingat betul ketika bertemu Sandra di restoran waktu itu. Istri Abimana adalah Sandra, bukan Gita. Apa Abimana membohongi Gita dengan dalih melakukan perjalan bisnis ke luar kota? Hingga membuat Gita mengucapkan sebuah penyesalan yang ia rasakan dalam pernikahannya. Ya, Devan yakin, pemikirannya dan segala praduganya adalah benar. Untuk itu, mulai sekarang, ia akan menjaga dan melindungi Gita apapun caranya. Bahkan ia akan memberi tahu sebuah kenyataan bahwa Abimana tak hanya memiliki satu istri, melainkan jelas menduakan Gita. "Ah, brengsek! Jika aku tahu saat itu, pasti aku akan menghajar habis-habisan Abimana brengsek itu," maki Devan memukul setir mobilnya. Saat ini pria itu sedang berada dalam mobil. Sengaja menunggu Gita untuk berangkat ke kantor bersama. Sialnya lagi, pria itu justru melihat pemandangan yang semakin menyebalkan dan me
Sejak semalam Abimana uring-uringan. Sandrs tidak pulang dengan alasan ada acara party dengan teman-temannya. Sedangkan ia ketiduran saat memantau cctv Gita di apartemennya. Lalu paginya saat akan melihat rekaman cctv rupanya hanya gelap gulita. Dan pagi ini, sebelum ia ke kantor dan juga sebelum Sandra datang ia segera pergi ke apartemennya guna menanyakan perihal rekaman cctv yang gelap. "Gita?! Dimana kamu?!" Gita yang sedang bercermin setelah mandi terkejut mendengar suara Abimana yang terdengar marah. "Mas, kamu pulang?" "Coba katakan, kenapa rekaman cctv semalam tidak ada? Kenapa gelap semua? Kamu ada main di belakang aku? Iya?" Gita mendelik mendengar tuduhan Abimana. Kemarin memang dirinya bersama Devan. Tapi mendengar tuduhan itu Gita tidak terima. "Mas, kamu jangan asal bicara ya? Semalam itu...""Kamu jangan beralasan Gita. Lalu kenapa aku gak bisa liat rekaman cctv semalam?!""Semalam satu apartemen ini mati listrik, Mas.""Aku gak percaya. Mana mungkin apartemen se
Jika memang kamu bukanlah takdirku, biarlah aku memiliki rasa ini tumbuh dihatiku. Biar saja semesta memakiku. Aku tak mau tahu, karena rasaku sudah berakhir di kamu. Devan memaki dirinya sendiri yang seperti remaja labil baru jatuh cinta. Dia merasa benar-benar gila masih saja mengharapkan Gita yang sudah jelas memiliki suami. Tapi karena merasa aneh dengan pernikahan Gita, ia merasa masih mempunyai kesempatan.Hingga akhirnya ia nekad mengunjungi Gita ke apartemennya karena tahu suaminya tidak ada. Bruk!Devan menangkap Gita yang hampir jatuh karena tersandung kursi di pantry. Namun, karena Devan juga tersandung kakinya sendiri akhirnya mereka terjatuh bersama. Deg!Gita terkejut saat Devan menangkapnya, dan sekarang ia berada di atas tubuh Devan. Membuat mereka saling memandang heran. Keduanya langsung menghindar satu sama lain. Karena merasakan jantung keduanya berdetak lebih kencang. Gita bergegas bangkit untuk berdiri. Namun, ...Dug! "Aduh!""Anin?! Kamu gak papa?" Devan m
"Honey, aku sangat merindukanmu." Sandra terpancing dengan kata-kata mesra dari sang pacar. Ya, pagi tadi Sandra buru-buru pergi karena Rian mengirim pesan jika ia sudah kembali. Sandra dan Rian adalah pasangan bebas yang bertemu di Bar. Tapi Sandra benar-benar sudah jatuh hati padanya. Sayangnya, Rian tak menaruh hati apapun pada Sandra. Bagi Rian hubungan mereka hanyalah sebatas "Have Fun". Hingga kebebasan hubungan mereka, Sandra hamil. Naasnya, Rian menolaknya saat Sandra memberi tahu kehamilannya. Hingga ia menghilang tak bisa dihubungi. Sandra mendengar dari teman-temannya bahwa Rian pergi ke luar negeri. "Apa kamu masih menjaga anak kita, Honey?" bisik Rian memberikan sentuhan-sentuhan yang memabukkan bagi Sandra. Hingga wanita itu terbuai. Baginya, segala sentuhan Rian sangat jauh berbeda dengan Abimana. Nanti, jika Rian sudah mau bertanggung jawab, Sandra berniat pergi meninggalkan Abimana. Status pernikahannya sekarang, hanya sebagai alibi agar tak di cap oleh kelu
"Apa yang kamu bicarakan, Mas. Aku...""Kalau aku tanya itu dijawab, Gita!!!""Aku tidak tahu apa maksud kamu, Mas! Aku selalu ada di rumah nungguin kamu yang tak pasti pulang kapan, sekarang kamu tiba-tiba pulang marah-marah sama aku?! Maksud kamu apa?" ucap Gita yang juga dipenuhi amarah.Ia sudah lelah menghadapi sikap Abimana yang selalu mengedepankan emosi. Biarlah Abimana tidak tahu apa yang ia kerjakan beberapa hari ini. Ia akan malas memberi alasan pada suaminya yang tak tahu diri itu. "Aku capek, Mas. Aku capek," lirih Gita frustasi. Abimana terengah sembari mengatur napasnya. Sedikit terkejut pula dengan apa yang diucapkan sang istri. Ya, Gita benar, seharusnya ia tak marah-marah saat baru saja pulang. Namun, foto yang ia lihat semalam membuatnya marah dan tidak terima. Padahal dirinya saja sudah menikah lagi tanpa memberitahu Gita. Pantaskah ia marah pada Gita?Tanpa bicara lagi, Abimana mengeluarkan ponselnya. Lalu membuka portal media yang semalam dibuka Sandra. Hal itu
--"PEWARIS EL-GROUP / SI ANTI WANITA TERCIDUK MENGGANDENG SEORANG WANITA"--Devan mendengus kasar melihat Judul portal media dari perusahaannya sendiri. Bahkan postingan yang baru satu menit itu sudah mendapatkan ribuan komentar. -What? Omg, hancur sudah hatiku. Biasku udah punya cewek--Woaaah! Berati beneran bukan gay dong-- sayang banget foto ceweknya gak jelas--itu cewek baik-baik bukan? Jangan-jangan wanita bayaran lagi- -gue rela sih kalau ceweknya sekelas artis papan atas. Tapi kalau cewek biasa aja mah mending sama gue, pak- -Ngapain narik-narik, Pak. Duh, udah gak tahan banget kah?--Dari fotonya, keliatan banget kek wanita murahan gak sih?- Dan masih banyak lagi komentar yang lain. Devan tak asing dengan gosip yang menyebutnya 'Gay'. Meski itu membuat marah tapi Devan tak mempedulikannya. Namun, sebutan cewek bayaran dan cewek murahan yang tak lain tertuju untuk Gita, membuat emosinya naik. Bahkan sangat marah. "Keterlaluan!" umpat Devan kesal. Aldo mengernyit heran
Gibran masih ingat, foto yang diberikan oleh ayahnya tentang suami Gita itu. Bahkan Gibran sudah menyuruh orang untuk menyelidikinya. Tapi? Melihat kemesraan dua orang tadi membuat Gibran memanas. "Brengsek! Apa dia punya wanita selain Gita? Apa Gita tahu?" gumam Gibran sembari menginjak gas mobilnya kencang. Ia sedang mengejar mobil yang ditumpangi Abimana tadi. Ia sangat tidak terima jika benar adiknya dikhianati. Akan Gibran bunuh kalau perlu, jika ada yang menyakiti hati adiknya. Ciiiitt!!!!!Seorang pedagang kaki lima tiba-tiba menyebrang jalan, membuat Gibran menginjak remnya mendadak. "Brengsek!" umpat Gibran saat ia kehilangan jejak mobil Abimana. Ia sangat kesal dengan pedagang itu. Namun, tak mungkin juga ia marah-marah. Salah dia sendiri yang ngebut.Gibran kembali melajukan mobilnya. Meraih ponsel lalu menghubungi Gita. "Halo, Dek?""Iya, Abang? Abang kenapa? Kok kayak buru-buru gitu suaranya?" sahut Gita di seberang sana. "Kamu dimana?" "Aku..." Gita ragu untuk men