Pamela menyajikan ayam kecap saus tiram dan nasi uduk ke meja makan sebelum menuangkan tumis kangkung dari wajan ke dalam mangkuk. Ia menyunggingkan senyum sambil menaruhnya di meja.âMau tambah yang lain? Jus? Salad buah? Puding coklat?âAce terpaksa mengepalkan tangannya kuat-kuat di bawah meja supaya tidak menyebutkan salad buah dan tidak mencakup wajah Pamela dan membalasnya ciumannya tadi.Astaga, demi lebah dan madunya, ciuman tadi membekukan dan membuatnya linglung. Terasa mengejutkan tapi manis. Lalu apakah Pamela dapat merasakan hal serupa jika ia membalasnya? Ace berdehem. âKenapa tidak? Itu bisa menjadi hidangan penutup!â âPuding coklat?â âJus buah segar!â saran Ace dengan cepat. âOkay.â Pamela sempat melirik tatapannya yang kecut sebelum membuka kulkas. Tiga mangga golek yang dibeli Ace akan lenyap dalam waktu dekat tapi sebelum itu terjadi ia menyuruh Ace mengupas kulitnya. âAyolah, Ace. Tidak bisa satu tangan mengupas mangga sendirian!â bujuk Pamela dengan nada jena
Suara ketukan pintu dan bel villa yang berirama di terima gendang telinga Pamela dengan resah. Suara ketukan itu terjadi berulang-ulang sampai terdengar suara Ace menyemburkan seruan, âYa... iya... sebentar!â Sambil menuruni anak tangga dengan cepat.Pamela mengucek matanya lalu berusaha bangkit dari sofa panjang. Ia meringis manakala Berlian juga terlelap di karpet. Sebuah keputusan yang tepat untuk beristirahat.âAku harus menyalahkan kangkung karena kamu membuatku mengantuk! Dasar kangkung!âPamela mengalihkan perhatiannya pada kedua daun pintu yang terbuka. Dan salam sapa dari seseorang membuat kantuk yang tertinggal di benaknya mendadak hilang. Kelopak matanya melebar. Dokter ortopedi dan seorang perawat dari rumah sakit tersenyum kepadanya.âSelamat siang.â Ace menyalami keduanya diiringi gangguan dari Pamela.âAce... Sini.â serunya sambil melambaikan tangannya. âAce... âAce mempersilakan tamu undangannya mengikutinya ke arah ruang keluarga sambil menggerutu dalam hati. âAce.
âPapa nggak perlu salah sangka begini, Ace bukan penculik!â sembur Pamela saat Ace di gelandang ke dalam villa setelah tangannya terpaksa di borgol.Tangan pertama dan tangan kedua sudah tertangkap. Tinggal tangan ketiga, Karmen Fernandes! âPapa mending lepasin aja itu borgolnya, ini nggak sopan. Ada anak kecil, Pa! Kasian nantiâ rengeknya sambil terus menerus menghalangi ayahnya melakukan investigasi. Anang Brotoseno bergeming, tangannya geregetan ingin sekali menaruh Pamela di luar villa. Enak saja putrinya menyuruh-nyuruh untuk kasian sementara sejak kemarin dia perlu bekerja keras dan menguasai dirinya supaya tidak jantungan!âKamu diam sementara waktu, Pam! Papa capek. Haus!âPamela menarik jaketnya supaya tidak pergi. Dan setelah tragedi tarik-menarik jaket dan di menenangkan Pamela, Anang Brotoseno melepas jaketnya.âKamu bawa jaket papa. Terima kasih!â Pamela langsung mencampakkannya ke lantai seraya mengekorinya dengan langkah lebar-lebar. âPa... Ini bukan kriminal seperti
Pamela menaruh teko air setelah tujuh gelas tinggi terisi air sirup jeruk dengan potongan jeruk lemon. Pamela sudah membuat laporan kekerasan fisik yang dialaminya dengan membawa bukti visum yang dia milikinya di kantor, polisi sekitar, terpisah dengan Damian.âJangan bilang aneh-aneh, Ace. Papa nyebelin!â Pamela berkata pelan-pelan. âTapi jangan sampai bohong! Tambah nyebelin nanti.âAce selesai menaruh wafer, bola-bola keju, dan kukis lapis isi krim ke toples sebelum menaruh setangkai buah anggur ke piring. Ace menambah jeruk dan apel untuk menyambut kehadiran Anang Brotoseno yang berjanji berbicara tanpa otoritas. âAku sejujurnya ingin menculikmu, Pam!âPamela mencibir, dia tidak suka di panggil âPamâ, itu nama panggilannya sewaktu kecil. Dan ia merasa sudah tidak pantas menjadi gadis kecil lagi jika Ace mengikuti sang ayah memanggilnya, Pam... Pam... Pamela meraih piring anggur di meja dapur, lalu memutus jarak. Lengannya menyentuh lengan Ace.âKamu nggak boleh menginginkan apa
Pamela mengusap telapak tangannya yang berkeringat di celana jinsnya. Bibirnya bergetar akibat rasa takut yang otomatis melingkupi seluruh tubuhnya dalam upaya menghadapi berita acara pemeriksaan yang sudah dijadwalkan oleh penyidik setelah berkas-berkasnya dilimpahkan ke Polda.Segala daya upaya untuk menenangkan diri sudah dia lakukan termasuk meminta Ace meyakinkannya bahwa ia tidak akan masuk penjara karena ikut menikmati uang hasil penggelapan dana perusahaan.Ace tidak bisa tidak tersenyum, menghadapi gadis belia yang mempunyai daya pikir awut-awutan dengan ketakutan yang amat besar membuatnya menarik Pamela ke dalam pelukannya. âAku rasa sekelas anak jenderal kamu harus memiliki ketangguhan yang sama seperti papamu, Mel.ââTapi aku bukan papa, Ace. Aku cuma karyawan kantoran yang hobinya seliweran di kubikel. Aku bahkan nggak paham hukum dan latihan fisik walaupun papa sering coa-coa. Bagiku itu nggak penting! Ha...â Pamela lantas merasa menyesal tidak menuruti ayahnya sekarang
âPapa, Tante Pamela ke mana sih? Kenapa nggak pulang-pulang. Ini sudah dua hari lo...â rengek Berlian sambil menarik-narik baju ayahnya. âKatanya perginya sebentar, ini lama. Berlian udah kangen banget...âAce mengeluarkan kedua tangannya dari kantong celana. Wajahnya menggambarkan kekusutan seperti baju yang dikenakannya. Kusut setelah seharian merebahkan diri untuk menarik cerih-cerih Pamela ke dalam ingatan.Ace menyunggingkan senyum lemah sambil mengusap rambutnya. âTante Pamela lagi sibuk dengan eyang Broto di kantor polisi. Mungkin lusa atau besok pagi Tante pulang.â âPulang ke sini, Pa?â Kadang-kadang, Ace merasa cemas jika harus membohongi Berlian, ia takut hal-hal yang dia ucapkan tidak terjadi hingga mengecewakannya. Namun jika tidak mengiyakannya, Berlian akan terus menanyakannya seolah sudah ketempelan Pamela. Ace mengangguk. âKamu yang sabar, Tante pasti pulang ke kita. Tante sudah jadi milik kita.â akunya dengan suara ragu.Asih berdehem-dehem. Berkubang lagi ke dala
Pamela bergeming di bawah pepohonan yang memayungi halaman rumah. Menyaksikan barang-barang pemberian Damian di angkut penyidik. Dua tas merek ternama dari Paris, satu tas lokal yang mereka beli sewaktu kencan di Yogya. Tiga sepatu hak tinggi, satu sneaker, sebuah kalung emas putih, jam tangan dan beberapa potong pakaian yang diberikan Damian sejak awal berpacaran. Pamela yakin pakaian yang di berikan Damian saat awal pacaran tidak memakai uang gelap itu dan seharusnya ia membohongi penyidik dengan menyimpannya sebagai kenangan manis awal pacaran. Dan kini wajahnya nampak murung.Pamela menyesali keputusan Damian melakukan tindakan bodoh itu demi foya-foya, padahal gajinya sudah cukup besar jika ia hanya memilikinya sebagai satu-satunya kekasih tersayang.âKami permisi, jenderal!â Anang Brotoseno memberi hormat seraya mengangguk, sorot matanya mengikuti arah perginya kijang hitam yang meninggalkan halaman rumah.Anang Brotoseno merangkul Pamela. âBapak rasa ada untungnya para orang
Buah tangan yang di bawa Ace dari rumah Pamela menghasilkan kekecewaan yang menggelincir dengan cepat tepat ke ulu hati Berlian.Berlian merengek-rengek. Pulang ke Jakarta harusnya menjadi jawaban dari perginya calon mama yang sudah ia klaim sepanjang hari. Ace bahkan sudah menyebut-nyebut janjinya untuk dapat membawa Pamela pulang.Dan sebagaimana mestinya sebuah janji yang sudah terucapkan, penolakan dari Anang Brotoseno resmi membangkitkan kepedihan yang telah lama hilang dari benak putrinya.Ace terpaksa berlutut dan mengusap air matanya. âPapa sudah ketemu eyang Broto, sayang. Sudah ketemu Tante Pamela. Tapi eyang tidak mengizinkan Tante ikut papa. Tidak boleh katanya.ââKeânapa eyang Broto begitu? Kenapa tidak boleh? Eyang lupa sama Berlian?â âTidak, eyang tidak lupa!â Ace menggeleng. âHanya saja... Eyang Broto dan Tante Pamela baru sibuk, belum ada waktu!â Berlian susah payah menghapus air mata di pipinya dengan jemarinya yang kecil dan halus. âAku mau ketemu eyang Broto! Pap
Pamela siap menjumpai Damian di tengah kebahagiaan pria itu. Mau tak mau, penantian panjang atas getirnya sebuah perasaan lama harus dia sanjung dengan senyuman dan pujian kepada mereka yang mengambil sebagian isi pikirannya dalam beberapa bulan.Pamela melewati jalan setapak yang membelah kebun pisang sebelum memberi seulas senyum pada sebagian besar tamu Asih yang merupakan keluarganya sendiri dan teman kerja di Jakarta.Ada Burhan dan Wulan, mereka akan menyusul ke jenjang pernikahan satu bulan lagi untuk memberi jeda bagi Ace mengatur keuangannya yang luber-luber. Ada pula Arinda dan Seno, puzzle-puzzle yang berserakan membuat mereka perlu mencocokkan satu persatu kesamaan dengan percekcokan, marahan, dan rayuan, meski begitu mereka tetap berada di dalam pengawasan mak comblangâAceâhingga membuat kedekatan mereka tetap terjalin secara terus menerus. Di dekat meja prasmanan, Anang Brotoseno bersama anak-anaknya mirip juri ajang lomba masak-memasak, mereka menyantap semua makanan
Damian dan Asih tidak mempunyai waktu yang begitu lama untuk mengumumkan keberhasilan cintanya. Maka pada pukul lima sore. Dua bulan setelah mereka memastikan tidak ada lagi yang menghalangi pendekatan mereka, Asih menagih janji Ace di ruang kerjanya.Ace tersenyum lebar setelah menaruh ponselnya. Dengan hangat dia memberikan selamat atas keberhasilannya mengambil hati Damian. Dekatnya hubungan kekeluargaan mereka menandakan prospek bagus. Usahanya berhasil, Asih tidak menjadi beban sepenuhnya, tidak di goda ayahnya, tidak menjadi perawan tua. Itu hebat, dan Asih membalas ucapan selamat itu dengan senyum ceria.âBapak tidak lupa dengan hadiah kemarin, kan?ââMau nikah di mana?â kata Ace.âDi rumah.â Asih berkata sebelum menyunggingkan senyum. âBapak ibuku mau semua rangkaian acaranya di rumah, katanya biar jadi kenangan terindah mereka melihatku nikah.â Ace mengangguk. âKamu sendiri sudah yakin sepenuhnya menikah dengan Damian?â âKalau aku tidak yakin sudah lama aku minta bubar, Pak
Asih masih mengingat dengan jelas percakapan antara dirinya dengan Pamela saat mereka bersama-sama menenangkan si kembar sambil membahas orang tua Damian. Tetapi tidak ada satupun percakapan yang meredakan kegalauan di hatinya. Asih dapat membayangkan sosok galak bermata tajam Ayah Damian, dia juga dapat membayangkan mulut besar dan cerewet ibunya. Sekarang, selagi masih dalam perjalanan ke rumahnya, dengan keluwesan yang bersifat grogi, Asih memeluknya. Damian memberikan penegasan bahwa memeluknya boleh saja dengan meremas punggung tangan Asih. âTumben... Kenapa? Grogi mau ketemu mama?â kata Damian. Suaranya terdengar riang apalagi waktu merasakan tangan Asih begitu dingin.Asih ingat ketika Damian mengatakan bahwa Ibunya santai. Tapi tetap saja kan bertemu dengan seseorang yang akan menjadi ibu mertua itu rasanya seperti sensasi naik rollercoaster. Jantung deg-degan parah, adrenalin terpacu, dan grogi itu sudah pasti. âItu pertama kali bagiku, Mas. Emangnya kamu sudah keseringan
Damian dan Asih sampai di parkiran gudang penyimpanan Mirabella Mart ketika jam makan siang baru di mulai. Kedatangan Damian yang sangat terlambat pun memancing rasa tidak suka Arinda yang melihat kedua orang itu masuk kantor dengan keadaan semringah."Professional bisa nggak sih, Dam?" katanya lantang. "Tanggal ini kamu sudah janji handle pengepakan barang dan pengiriman ke toko cabang, tapi mana? Ini kamu makan gaji buta setengah hari."Damian memberikan tempat duduknya untuk Asih. "Aku mulai dulu pekerjaanku, ya. Kamu tidak masalah aku tinggal-tinggal?" Asih jelas tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sudah menghabiskan waktu dengan sarapan dan makan siang bersama sambil menonton film di home teather rumah Ace. Dan itu sesungguhnya sangat bagus karena dia bisa bernapas dengan tenang."Kamu dibikinin kopi dulu?" Asih menawarkan. Damian mengangguk seraya mencari kursi nganggur di dekat Seno. "Bentar lagi kamu dapat projects bagus dari Pak Ace, di terima, jangan di tolak." bisiknya
Perjuangan apa yang hendak Arinda lakukan? Damian tidak habis pikir mengapa wanita selalu saja bertindak sesuai kebutuhannya sendiri daripada menerima ajakan yang jelas-jelas sudah membuka usaha yang begitu enak menuju terangnya kejelasan.Damian menatap halaman rumah Ace ketika pagi telah mengganti malam yang begitu dingin dan rangsang. Awan putih terlihat menggantung di langit biru dan cerah. Kendati begitu, Asih masih tetap terlelap seakan menikmati waktu istirahatnya tanpa mengingat kegiatannya ketika pagi. "Apa dia terlalu lelah sampai alarm di tubuhnya tidak menyala?" Damian menatap wajah Asih dengan teliti. "Waktu muda dulu kamu memang terlihat seperti kembang desa. Cantik dan menarik. Sekarang masih sama, tapi seperti kembang gaceng." Seketika Asih membuka matanya seperti langsung sadar dari tidur lelapnya. "Apa itu kembang gaceng?" Damian menyunggingkan senyum, wanita lain pasti akan sebal mendengar arti kembang gaceng sesungguhnya, tapi Asih tidak. Dia justru tertawa sam
Damian mengulum senyum sewaktu Asih muncul di depan pintu. "Ganggu waktu istirahatmu?" tanyanya lembut. Asih menanggapinya dengan meringis sebentar sebab ada kecanggungan yang amat besar sekarang, terutama ketika Ace menatapnya sambil tersenyum-senyum senang seolah dia mengolok-oloknya punya kekasih baru."Aku itu nunggu ini selesai dan belum istirahat. Jadi tidak ganggu kok." Asih menyunggingkan senyum. "Maaf, ya. Mas Damian ini pasti terpaksa terima perjodohan ini.""Nggak, nggak terpaksa. Aku sudah menimbangnya selama sebulan untuk memilihmu atau bersama yang lain." Damian mengaku, "Ini pengakuan jujur, kamu boleh percaya atau tidak."Hidung Asih terlihat membesar, mau percaya atau tidak itu bukan urusan yang gawat lagi baginya. Damian berani ke rumah Ace tanpa membawa seorang wanita itu saja sudah menjawab pernyataan itu. "Terus ini mau bagaimana?" Asih terlihat sungkan ketika duduk di sebelah Damian. Ace yang menyuruh."Kalian bisa pacaran dulu atau langsung menikah." saran Ace
Tepat pukul delapan malam. Damian mendatangi rumah Ace dalam keadaan rapi jali dan wangi serta membawa segenggam mawar putih untuk Asih.Ace yang menantinya di teras rumah mewahnya karena harus meninggalkan rumah hantu demi kenyamanan semuanya tersenyum geli saat menyambutnya."Kamu memilih Asih dan tidak bisa meluluhkan hati Arinda, Damian?" Damian menatap sekeliling, hanya ada Ace dan Burhan di teras meski suara tangis bayi mengiringi kedatangan. "Kamu tidak membantu Pamela mengurus anak kembar kalian?" tanyanya dengan ekspresi heran.Ace ingin tertawa, tapi rasa peduli Damian itu kadang membuatnya resah. Masihkah ada perasaan tertentu untuk Pamela? Ace menyunggingkan senyum setelah menepis anggapannya sendiri dengan cepat karena tidak mungkin Damian masih menyayangi Pamela setelah Ayahnya menghukumnya dengan kasar."Dia bersama dua pengasuh si kembar, kamu tidak perlu cemas Pamela kerepotan." "Bukan masalah kerepotan atau cemas. Kamu tidak ingin berada di dekat mereka untuk mel
Damian mengamati perubahan yang terjadi pada Arinda setelah mengungkapkan identitasnya sebagai Secret Man setiap hari, sepanjang sisa waktunya mencari pacar untuk menenangkan hati Ace dan Pamela. Tetapi setiap kali tatapannya tertuju padanya tanpa sekat, wanita itu tetap saja bersikap cuek, tidak terpengaruh. Arinda tetap memiliki dunianya sendiri yang tidak dapat dia masuki tanpa izin.Damian menyugar rambutnya dengan kasar. Dua bulan waktu yang diberikan tidak cukup membuatnya bebas bergaul dengan wanita. Pikirannya hanya ada Asih dan Arinda, dua wanita itu sudah membuatnya pusing dan sibuk, apalagi tiga, empat dan lima wanita lain?Damian mengeram, akhir-akhir ini dia terlihat sering marah dan cemas. âNanti malam aku benar-benar harus datang dan menerima Asih sebagai pacarku terus nikah dan... Sial... Asih baik, tapi dia cuma menjadikanku alat. Terus rumah tangga apaan yang aku jalani sama dia?â Damian mengepalkan tangan seraya menepuk-nepuk keningnya berulang kali. âApa harus nye
Keesokan harinya. Damian mendorong pintu kantor dan menemukan Arinda sudah duduk di meja kerjanya meski baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Damian menyunggingkan senyum manakala jas kerjanya yang dia pinjamkan saat gaun pesta Arinda ketumpahan sesuatu di pesta semalam sudah rapi jali di mejanya. Terbungkus plastik seolah habis di bawa ke penatu. Penatu dua puluh empat jam? Damian menanggapi ketegasan Arinda mengembalikan senyum âBuru-buru banget datang ke kantor? Banyak kerjaan?â tanya Damian. âAcara semalam lancar? Apa ada yang mengkritik kinerjamu dan membuatmu kepikiran?âArinda melenguh sembari bersandar. âKenapa kamu cerewet banget, Damian. Sepagi ini? Sarapan apa kamu? Asih?â âKenapa bawa-bawa Asih?â Damian meringis sembari menghidupkan komputernya. âSambel tongkol buatan Mama, ada petainya.â Dengan iseng Damian menyemburkan bau mulutnya ke udara. âApat kamu mencium aroma petainya?â Arinda mengapit batang hidungnya dengan muka sebal. Sebal sekali melihat Damian sep