Pamela menghampiri camero bumblebee sebelum mobil itu benar-benar berhenti menderu di pelataran villa. Ia menyunggingkan senyum, matanya yang slalu di puji-puji Anang Brotoseno sebagai mata yang mirip Joice itu berbinar-binar. Pamela melambaikan tangannya lalu berdiri tak jauh di samping pintu kemudi. Ace menghela napas sambil menarik rem tangan. Dia menurunkan kaca mobil, tersenyum melihat betapa genit putri duyungnya sekarang.“Mendekatlah!” katanya dengan lamban.Pamela menggelengkan kepalanya dengan sengaja. Mencoba membangkang dan membangkitkan kemarahannya untuk menguji coba apakah tanda tangannya di kontrak baru membuahkan hasil yang lebih baik? “Ace, mana makanannya? Aku laper.”Pamela menguncupkan bibirnya sambil mengusap perutnya dengan mimik wajah yang sengaja tersiksa.Oke, pantai Lovina dan kecupan tidak sengaja di atas perahu jukung membuat kedekatan mereka semakin luwes. Bukan karena Ace tergoda, atau Pamela ingin merasakan pipinya yang ditumbuhi rambut brewok yang b
Pamela menyajikan ayam kecap saus tiram dan nasi uduk ke meja makan sebelum menuangkan tumis kangkung dari wajan ke dalam mangkuk. Ia menyunggingkan senyum sambil menaruhnya di meja.“Mau tambah yang lain? Jus? Salad buah? Puding coklat?”Ace terpaksa mengepalkan tangannya kuat-kuat di bawah meja supaya tidak menyebutkan salad buah dan tidak mencakup wajah Pamela dan membalasnya ciumannya tadi.Astaga, demi lebah dan madunya, ciuman tadi membekukan dan membuatnya linglung. Terasa mengejutkan tapi manis. Lalu apakah Pamela dapat merasakan hal serupa jika ia membalasnya? Ace berdehem. “Kenapa tidak? Itu bisa menjadi hidangan penutup!” ”Puding coklat?” “Jus buah segar!” saran Ace dengan cepat. “Okay.” Pamela sempat melirik tatapannya yang kecut sebelum membuka kulkas. Tiga mangga golek yang dibeli Ace akan lenyap dalam waktu dekat tapi sebelum itu terjadi ia menyuruh Ace mengupas kulitnya. “Ayolah, Ace. Tidak bisa satu tangan mengupas mangga sendirian!” bujuk Pamela dengan nada jena
Suara ketukan pintu dan bel villa yang berirama di terima gendang telinga Pamela dengan resah. Suara ketukan itu terjadi berulang-ulang sampai terdengar suara Ace menyemburkan seruan, “Ya... iya... sebentar!” Sambil menuruni anak tangga dengan cepat.Pamela mengucek matanya lalu berusaha bangkit dari sofa panjang. Ia meringis manakala Berlian juga terlelap di karpet. Sebuah keputusan yang tepat untuk beristirahat.“Aku harus menyalahkan kangkung karena kamu membuatku mengantuk! Dasar kangkung!”Pamela mengalihkan perhatiannya pada kedua daun pintu yang terbuka. Dan salam sapa dari seseorang membuat kantuk yang tertinggal di benaknya mendadak hilang. Kelopak matanya melebar. Dokter ortopedi dan seorang perawat dari rumah sakit tersenyum kepadanya.“Selamat siang.” Ace menyalami keduanya diiringi gangguan dari Pamela.“Ace... Sini.” serunya sambil melambaikan tangannya. “Ace... ”Ace mempersilakan tamu undangannya mengikutinya ke arah ruang keluarga sambil menggerutu dalam hati. ‘Ace.
“Papa nggak perlu salah sangka begini, Ace bukan penculik!” sembur Pamela saat Ace di gelandang ke dalam villa setelah tangannya terpaksa di borgol.Tangan pertama dan tangan kedua sudah tertangkap. Tinggal tangan ketiga, Karmen Fernandes! “Papa mending lepasin aja itu borgolnya, ini nggak sopan. Ada anak kecil, Pa! Kasian nanti” rengeknya sambil terus menerus menghalangi ayahnya melakukan investigasi. Anang Brotoseno bergeming, tangannya geregetan ingin sekali menaruh Pamela di luar villa. Enak saja putrinya menyuruh-nyuruh untuk kasian sementara sejak kemarin dia perlu bekerja keras dan menguasai dirinya supaya tidak jantungan!“Kamu diam sementara waktu, Pam! Papa capek. Haus!”Pamela menarik jaketnya supaya tidak pergi. Dan setelah tragedi tarik-menarik jaket dan di menenangkan Pamela, Anang Brotoseno melepas jaketnya.“Kamu bawa jaket papa. Terima kasih!” Pamela langsung mencampakkannya ke lantai seraya mengekorinya dengan langkah lebar-lebar. “Pa... Ini bukan kriminal seperti
Pamela menaruh teko air setelah tujuh gelas tinggi terisi air sirup jeruk dengan potongan jeruk lemon. Pamela sudah membuat laporan kekerasan fisik yang dialaminya dengan membawa bukti visum yang dia milikinya di kantor, polisi sekitar, terpisah dengan Damian.“Jangan bilang aneh-aneh, Ace. Papa nyebelin!” Pamela berkata pelan-pelan. “Tapi jangan sampai bohong! Tambah nyebelin nanti.”Ace selesai menaruh wafer, bola-bola keju, dan kukis lapis isi krim ke toples sebelum menaruh setangkai buah anggur ke piring. Ace menambah jeruk dan apel untuk menyambut kehadiran Anang Brotoseno yang berjanji berbicara tanpa otoritas. “Aku sejujurnya ingin menculikmu, Pam!”Pamela mencibir, dia tidak suka di panggil ‘Pam’, itu nama panggilannya sewaktu kecil. Dan ia merasa sudah tidak pantas menjadi gadis kecil lagi jika Ace mengikuti sang ayah memanggilnya, Pam... Pam... Pamela meraih piring anggur di meja dapur, lalu memutus jarak. Lengannya menyentuh lengan Ace.“Kamu nggak boleh menginginkan apa
Pamela mengusap telapak tangannya yang berkeringat di celana jinsnya. Bibirnya bergetar akibat rasa takut yang otomatis melingkupi seluruh tubuhnya dalam upaya menghadapi berita acara pemeriksaan yang sudah dijadwalkan oleh penyidik setelah berkas-berkasnya dilimpahkan ke Polda.Segala daya upaya untuk menenangkan diri sudah dia lakukan termasuk meminta Ace meyakinkannya bahwa ia tidak akan masuk penjara karena ikut menikmati uang hasil penggelapan dana perusahaan.Ace tidak bisa tidak tersenyum, menghadapi gadis belia yang mempunyai daya pikir awut-awutan dengan ketakutan yang amat besar membuatnya menarik Pamela ke dalam pelukannya. ”Aku rasa sekelas anak jenderal kamu harus memiliki ketangguhan yang sama seperti papamu, Mel.”“Tapi aku bukan papa, Ace. Aku cuma karyawan kantoran yang hobinya seliweran di kubikel. Aku bahkan nggak paham hukum dan latihan fisik walaupun papa sering coa-coa. Bagiku itu nggak penting! Ha...” Pamela lantas merasa menyesal tidak menuruti ayahnya sekarang
“Papa, Tante Pamela ke mana sih? Kenapa nggak pulang-pulang. Ini sudah dua hari lo...” rengek Berlian sambil menarik-narik baju ayahnya. “Katanya perginya sebentar, ini lama. Berlian udah kangen banget...”Ace mengeluarkan kedua tangannya dari kantong celana. Wajahnya menggambarkan kekusutan seperti baju yang dikenakannya. Kusut setelah seharian merebahkan diri untuk menarik cerih-cerih Pamela ke dalam ingatan.Ace menyunggingkan senyum lemah sambil mengusap rambutnya. “Tante Pamela lagi sibuk dengan eyang Broto di kantor polisi. Mungkin lusa atau besok pagi Tante pulang.” “Pulang ke sini, Pa?” Kadang-kadang, Ace merasa cemas jika harus membohongi Berlian, ia takut hal-hal yang dia ucapkan tidak terjadi hingga mengecewakannya. Namun jika tidak mengiyakannya, Berlian akan terus menanyakannya seolah sudah ketempelan Pamela. Ace mengangguk. “Kamu yang sabar, Tante pasti pulang ke kita. Tante sudah jadi milik kita.” akunya dengan suara ragu.Asih berdehem-dehem. Berkubang lagi ke dala
Pamela bergeming di bawah pepohonan yang memayungi halaman rumah. Menyaksikan barang-barang pemberian Damian di angkut penyidik. Dua tas merek ternama dari Paris, satu tas lokal yang mereka beli sewaktu kencan di Yogya. Tiga sepatu hak tinggi, satu sneaker, sebuah kalung emas putih, jam tangan dan beberapa potong pakaian yang diberikan Damian sejak awal berpacaran. Pamela yakin pakaian yang di berikan Damian saat awal pacaran tidak memakai uang gelap itu dan seharusnya ia membohongi penyidik dengan menyimpannya sebagai kenangan manis awal pacaran. Dan kini wajahnya nampak murung.Pamela menyesali keputusan Damian melakukan tindakan bodoh itu demi foya-foya, padahal gajinya sudah cukup besar jika ia hanya memilikinya sebagai satu-satunya kekasih tersayang.“Kami permisi, jenderal!” Anang Brotoseno memberi hormat seraya mengangguk, sorot matanya mengikuti arah perginya kijang hitam yang meninggalkan halaman rumah.Anang Brotoseno merangkul Pamela. “Bapak rasa ada untungnya para orang