“Hani! Kau sudah lihat foto yang aku kirimkan?”Hani berdecak. Ia melempar tas kecilnya ke atas ranjang. “Foto apa? Aku sudah tidak berminat berbagi kabar denganmu, Gino. Sudah aku katakan, jangan ganggu aku lagi. Aku akan segera menikah, jadi jangan terus berusaha mendekatiku lagi. Hubungan kita sudah berakhir. Jangan hubungi aku lagi. Aku juga sedang lelah, aku tutup.”“Tunggu!” Suara Gino terdengar keras di seberang sana.Hani kembali berdecak. “Apa lagi? Bukannya dari dulu kau menganggap aku ini hanya cadangan dan pemuas nafsumu? Bagimu aku tidak lebih baik dari pada Davita ‘kan? Bahkan sampai terakhir kita bertemu, kau masih saja berusaha mendekati Davita. Pria brengsek!”“Cih, kau terlalu percaya diri, Hani. Aku menghubungimu bukan karena ingin membujukmu untuk kembali. Memang kenyataannya kau tidak lebih menarik dari pada Davita. Asal kau tahu, aku ungkapkan dengan jujur, Davita jauh lebih cantik dari pada kau. Auranya sebagai wanita pun lebih menarik dan memikat, sehingga semu
Davita menggeliat pelan di atas ranjang. Ia menarik napas dalam, menghirup aroma tak familiar. Perlahan kelopak mata Davita terbuka. Wanita itu mengucek matanya pelan, lalu memperhatikan sekitar kamar.Mata Davita membulat ketika menyadari itu bukan ‘lah kamarnya. Ia langsung terduduk, lalu mengecek baju di tubuhnya. Davita lega ketika dress tadi malam masih terpasang lengkap di tubuhnya.“Astaga, aku di mana? Ini bukan kamarku,” gumam Davita bingung serta cemas.Cklek ...“Kamu sudah bangun.”Davita terdiam melihat Angga masuk ke dalam kamar, lalu mendekat ke arahnya. “K-kak Angga?”Angga menyerahkan handuk kepada Davita. “Tadi malam kamu tertidur di mobil. Karena terlalu lelap, jadi sengaja tidak aku bangunkan. Ini kamarku, sekarang mandi ‘lah.”Davita mematung. Ia meraih handuk yang disodorkan oleh Angga. Davita memperhatikan sekitar dengan wajah penuh pertanyaan.“Tidak usah khawatir, aku tidak ikut tidur di kamar ini. Tadi malam aku tidur di kamar tamu.” Angga langsung menjelaska
“Apa-apaan pilihan itu? Kenapa dia jadi bersikap begini?” batin Davita tak paham kepada perlakuan Angga kepadanya.Bagaimanapun hingga detik ini Angga tak menjelaskan apa pun tentang perlakuan manisnya kepada Davita. Sebagai seorang perempuan, Davita tentu memiliki berbagai tebakan dalam benaknya. Apalagi Davita janda yang sempat dikhianati oleh pria.“Maaf, Kak. Ini sepertinya tidak benar.” Davita kembali mencoba turun dari pangkuan Angga.Angga menghentikan kegiatannya mengecek pekerjaan. Ia memandangi wajah cantik Davita yang tengah duduk di atas pahanya.“Kamu tidak nyaman? Aku minta maaf, tapi aku tetap ingin terus seperti ini denganmu.”Davita terdiam beberapa saat. Sebenarnya hal ini sangat sesuai dengan rencana awalnya. Hanya saja, Davita ingin mendengar langsung penjelasan serta pengakuan Angga tentang perasaan pria itu terhadapnya.“Ini tidak benar, Kak. Kakak akan segera menikah, jika kita—”“Aku sudah bilang ini padamu beberapa kali,” sela Angga tenang. Ia memandangi mata
Hani menggeram melihat Davita keluar dari ruangan kerja Angga. Ia langsung berdiri dari duduknya, lalu melangkah tergesa ke arah Davita.“Kenapa kau ada di sini?” geram Hani kepada Davita.Davita pun sedikit terkejut melihat keberadaan Hani. Ia tersenyum tenang, menatap mantan sahabatnya itu dengan ekspresi angkuh.“Terserahku ingin di sini atau di mana saja. Itu bukan urusanmu. Tidak harus aku melapor dan memberitahumu jika ingin ke mana-mana, bukan?” Davita tersenyum sinis.Tangan Hani terkepal. Seketika ia mengingat laporan Gino tadi malam. “Tidak mungkin Davita benar-benar sedang dekat dengan Angga ‘kan? Dia hanya seorang karyawan toko bunga. Tidak mungkin Angga tertarik kepadanya yang hanya seorang wanita miskin yatim piatu. Dia sekarang di sini, pasti karena mengantar buket bunga seperti biasa, cih,” decihnya dalam hati.“Oh, iya. Kau juga di sini, apa setiap hari datang ke sini untuk bertemu dengan Tuan Muda Naradipta? Tapi ... kenapa setiap kali kita bertemu di sini, kau selal
“Kami sudah memutuskan akan menikah bulan depan, Ma.”“Apaa?!” Endah berdiri dan menatap tajam putranya. “Kamu gila, Gino?!”Gino menatap Davita yang duduk di sampingnya. Ia meraih telapak tangan Davita, lalu mendongak menatap sang ibunda. “Aku ‘kan sudah memberitahu Mama minggu kemarin. Aku dan Davita sudah cocok, dan kami akan segera menikah.”“Mama tidak setuju!” bantah Endah. Ia menatap Davita dengan mata tajam. “Dari awal Mama sudah bilang, tidak setuju kamu menikah dengan wanita ini, Gino!”Gino menghembuskan napas panjang. “Aku dan Davita sudah berpacaran selama 5 tahun, Ma. Memang sudah seharusnya kami menikah, hubungan kami sudah sangat lama. Bahkan kami kenal sudah lebih dari 5 tahun.”“Mama tidak se-tu-ju!” tekan Endah marah. “Apa yang kamu lihat dari wanita ini, Gino? Kamu karyawan kantor, sebentar lagi akan naik jabatan jadi asisten manager! Bagaimana bisa kamu menikahi wanita miskin yang pengangguran! Dia hanya tiduran dan bersenang-senang saja di kontrakan, tanpa melaku
“Kamu cantik sekali pakai gaun ini, Dav.”Davita tersenyum mendengar pujian Hani. “Makasih, Han. Tapi tidak secantik kamu saat pakai gaun ini, kalau model memang beda, ya? Rasanya aku tetap tidak bisa seperti kamu,” candanya.Hani tertawa kecil, ia melirik Gino yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu. Ia mengerling ke arah Gino ketika pria itu menatapnya. Gino pun berdeham pelan, lalu tersenyum.Davita mengira Gino tersenyum kepadanya, sehingga ia pun ikut tersenyum. “Menurut kamu ini cocok tidak dengan tubuhku, Mas?”Gino mengangguk dan tersenyum kepada Davita. “Tentu saja, kamu cantik pakai apa saja.”Davita terkekeh mendengar tanggapan calon suaminya. Hani hanya tersenyum sinis di belakang Davita.“Ingin coba gaun lainnya? Aku ingin lihat yang lain, mana tahu ada yang lebih cantik dari pada ini,” ucap Hani sembari mendorong Davita ke ruangan ganti.“Oh, iya. Tapi aku rasa ini sudah cocok, apa perlu coba yang lain?” tanya Davita.“Harus, dong. Coba saja, ayo masuk sana. Ini har
“Permainan kamu semakin hari semakin bagus, Sayang.”“Dan punyamu tetap enak meski sudah bertahun-tahun kita melakukannya. Empat tahun lamanya, masih saja seperti ini. Nikmat sekali.”“E-empat tahun?” gumam Davita tak percaya.Tangan wanita cantik berpakaian pengantin itu terkepal, dadanya mendidih menyaksikan adegan panas di celah pintu. Suara menjijikkan menyertai setiap pergerakan sepasang insan di dalam sana. Napas Davita memburu, dadanya naik turun.“Binatang,” desis Davita dingin, “mereka benar-benar binatang. Ternyata mereka sudah lama menjalin kasih di belakangku? Hubungan kami 5 tahun, dan 4 tahun diisi dengan perselingkuhan menjijikkan ini? Biadab.”Davita tertawa pahit, matanya berkaca-kaca. Wanita itu memukul dadanya yang terasa begitu sakit dan sesak. Perlahan tubuhnya meluruh ke lantai, kedua kakinya seakan tak bertulang, sehingga tak lagi mampu menopang tubuh.Pria yang selama 5 tahun ini ia kira begitu mencintainya, kini tengah bermain panas dengan sahabatnya sendiri,
“Ck, aku sudah bilang ‘kan barusan? Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman. Aku mendekatimu awalnya hanya karena kesal dan penasaran, kenapa bisa para pria tertarik padamu, sedangkan ada aku yang lebih segalanya dibandingkan dirimu. Aku cantik, jauh lebih kaya dari padamu yang hanya seorang anak panti miskin, tubuhku juga lebih bagus dari padamu. Gayaku lebih modis dan lebih menarik dari padamu yang terlihat begitu kampungan, apalagi aku sudah menjadi model sedari lama. Aku heran, bagaimana bisa para pria malah lebih menyukaimu dibandingkan aku. Padahal sedari SMA, aku selalu menjadi primadona utama, tapi semenjak di kampus karena keberadaanmu, aku jadi dinomor duakan. Aku membencimu, Davita.”Davita menggeleng tak percaya. “Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura? Jadi selama ini hanya aku yang memiliki perasaan sayang tulus padamu?”Hani tersenyum sinis. “Makanya kau itu bodoh! Kau merasa spesial sampai aku yang seorang model ini bersedia berteman dengan anak panti s