Hani menggeram melihat Davita keluar dari ruangan kerja Angga. Ia langsung berdiri dari duduknya, lalu melangkah tergesa ke arah Davita.“Kenapa kau ada di sini?” geram Hani kepada Davita.Davita pun sedikit terkejut melihat keberadaan Hani. Ia tersenyum tenang, menatap mantan sahabatnya itu dengan ekspresi angkuh.“Terserahku ingin di sini atau di mana saja. Itu bukan urusanmu. Tidak harus aku melapor dan memberitahumu jika ingin ke mana-mana, bukan?” Davita tersenyum sinis.Tangan Hani terkepal. Seketika ia mengingat laporan Gino tadi malam. “Tidak mungkin Davita benar-benar sedang dekat dengan Angga ‘kan? Dia hanya seorang karyawan toko bunga. Tidak mungkin Angga tertarik kepadanya yang hanya seorang wanita miskin yatim piatu. Dia sekarang di sini, pasti karena mengantar buket bunga seperti biasa, cih,” decihnya dalam hati.“Oh, iya. Kau juga di sini, apa setiap hari datang ke sini untuk bertemu dengan Tuan Muda Naradipta? Tapi ... kenapa setiap kali kita bertemu di sini, kau selal
“Kami sudah memutuskan akan menikah bulan depan, Ma.”“Apaa?!” Endah berdiri dan menatap tajam putranya. “Kamu gila, Gino?!”Gino menatap Davita yang duduk di sampingnya. Ia meraih telapak tangan Davita, lalu mendongak menatap sang ibunda. “Aku ‘kan sudah memberitahu Mama minggu kemarin. Aku dan Davita sudah cocok, dan kami akan segera menikah.”“Mama tidak setuju!” bantah Endah. Ia menatap Davita dengan mata tajam. “Dari awal Mama sudah bilang, tidak setuju kamu menikah dengan wanita ini, Gino!”Gino menghembuskan napas panjang. “Aku dan Davita sudah berpacaran selama 5 tahun, Ma. Memang sudah seharusnya kami menikah, hubungan kami sudah sangat lama. Bahkan kami kenal sudah lebih dari 5 tahun.”“Mama tidak se-tu-ju!” tekan Endah marah. “Apa yang kamu lihat dari wanita ini, Gino? Kamu karyawan kantor, sebentar lagi akan naik jabatan jadi asisten manager! Bagaimana bisa kamu menikahi wanita miskin yang pengangguran! Dia hanya tiduran dan bersenang-senang saja di kontrakan, tanpa melaku
“Kamu cantik sekali pakai gaun ini, Dav.”Davita tersenyum mendengar pujian Hani. “Makasih, Han. Tapi tidak secantik kamu saat pakai gaun ini, kalau model memang beda, ya? Rasanya aku tetap tidak bisa seperti kamu,” candanya.Hani tertawa kecil, ia melirik Gino yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu. Ia mengerling ke arah Gino ketika pria itu menatapnya. Gino pun berdeham pelan, lalu tersenyum.Davita mengira Gino tersenyum kepadanya, sehingga ia pun ikut tersenyum. “Menurut kamu ini cocok tidak dengan tubuhku, Mas?”Gino mengangguk dan tersenyum kepada Davita. “Tentu saja, kamu cantik pakai apa saja.”Davita terkekeh mendengar tanggapan calon suaminya. Hani hanya tersenyum sinis di belakang Davita.“Ingin coba gaun lainnya? Aku ingin lihat yang lain, mana tahu ada yang lebih cantik dari pada ini,” ucap Hani sembari mendorong Davita ke ruangan ganti.“Oh, iya. Tapi aku rasa ini sudah cocok, apa perlu coba yang lain?” tanya Davita.“Harus, dong. Coba saja, ayo masuk sana. Ini har
“Permainan kamu semakin hari semakin bagus, Sayang.”“Dan punyamu tetap enak meski sudah bertahun-tahun kita melakukannya. Empat tahun lamanya, masih saja seperti ini. Nikmat sekali.”“E-empat tahun?” gumam Davita tak percaya.Tangan wanita cantik berpakaian pengantin itu terkepal, dadanya mendidih menyaksikan adegan panas di celah pintu. Suara menjijikkan menyertai setiap pergerakan sepasang insan di dalam sana. Napas Davita memburu, dadanya naik turun.“Binatang,” desis Davita dingin, “mereka benar-benar binatang. Ternyata mereka sudah lama menjalin kasih di belakangku? Hubungan kami 5 tahun, dan 4 tahun diisi dengan perselingkuhan menjijikkan ini? Biadab.”Davita tertawa pahit, matanya berkaca-kaca. Wanita itu memukul dadanya yang terasa begitu sakit dan sesak. Perlahan tubuhnya meluruh ke lantai, kedua kakinya seakan tak bertulang, sehingga tak lagi mampu menopang tubuh.Pria yang selama 5 tahun ini ia kira begitu mencintainya, kini tengah bermain panas dengan sahabatnya sendiri,
“Ck, aku sudah bilang ‘kan barusan? Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman. Aku mendekatimu awalnya hanya karena kesal dan penasaran, kenapa bisa para pria tertarik padamu, sedangkan ada aku yang lebih segalanya dibandingkan dirimu. Aku cantik, jauh lebih kaya dari padamu yang hanya seorang anak panti miskin, tubuhku juga lebih bagus dari padamu. Gayaku lebih modis dan lebih menarik dari padamu yang terlihat begitu kampungan, apalagi aku sudah menjadi model sedari lama. Aku heran, bagaimana bisa para pria malah lebih menyukaimu dibandingkan aku. Padahal sedari SMA, aku selalu menjadi primadona utama, tapi semenjak di kampus karena keberadaanmu, aku jadi dinomor duakan. Aku membencimu, Davita.”Davita menggeleng tak percaya. “Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura? Jadi selama ini hanya aku yang memiliki perasaan sayang tulus padamu?”Hani tersenyum sinis. “Makanya kau itu bodoh! Kau merasa spesial sampai aku yang seorang model ini bersedia berteman dengan anak panti s
“Gino! Kenapa kamu seakan marah padaku? Bukannya kamu juga tidak terlalu peduli kepada Davita? Kamu bilang, kalau kamu hanya ingin memanfaatkan kepintarannya saat nanti punya pekerjaan ‘kan? Belum tentu juga dia akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Kenapa kamu begitu frustasi hanya karena dia ingin bercerai? Harusnya kamu senang.”“Diam ‘lah!” Gino menggeram, ia manatap Hani dengan mata tajam. “Harusnya kamu menahan semuanya, sekarang jadi kacau begini. Aku tidak ingin berpisah dengan Davita, padahal aku sudah susah payah mempertahankan hubungan kami.”Hani tersenyum sinis. “Jadi apa yang dikatakan Davita benar? Kamu selama ini berbohong padaku, hanya demi aku bersedia terus bersenang-senang denganmu, iya? Kamu bilang hanya memanfaatkan Davita, nyatanya kamu benar-benar menyukainya?” geram Hani.Gino mengurut keningnya yang berdenyut. “Tidak usah membuatku semakin pusing, Hani. Intinya jangan ganggu aku sekarang.”“Tapi percuma, Davita pasti tidak akan memaafkan kamu. Dia serius aka
“Bagaimana?”Lupis menunduk singkat sebelum menyahut pertanyaan Angga. “Nyonya Naradipta tadi berpesan, katanya Tuan Besar benar-benar sudah mengatur pernikahan Anda, Tuan.”Angga menghembuskan napas panjang, lalu ia menghempaskan punggung ke sandaran kursi. “Kau sudah tahu dengan siapa aku akan dijodohkan?”“Sesuai yang disebutkan Tuan Besar sedari awal, Tuan. Anda sudah dijodohkan dengan putri dari keluarga Candra. Namanya Hani Candra, dia seorang model yang cukup ternama di kota ini. Saya sudah menyiapkan dokumen lengkap tentang Nona Candra, ini silakan Anda cek, Tuan.”Angga menatap map merah yang baru saja diletakkan Lupis di atas meja kerjanya. Ia meraih map itu dengan ekspresi tak terlalu berminat.“Karena dia berasal dari keluarga yang terbilang terpandang, saya rasa calon istri Anda ini tidak akan merugikan Anda, Tuan. Pendidikannya bagus, karirnya juga bagus di dunia model, karena besar dalam keluarga terpandang, pastinya dia juga tumbuh elegan. Saya rasa dia cocok menjadi ca
Tiga setengah bulan kemudian.“Davita!”Davita mendongak, ia menghembuskan napas malas melihat kedatangan sepasang insan yang baru saja keluar dari mobil. Davita tak menghiraukan mereka, ia memilih membantu seorang bapak tua berdiri.“Astaga, siapa ini? Gak disangka, kita akan bertemu lagi setelah beberapa bulan kau bersembunyi.” Hani tersenyum miring menatap Davita yang terus membantu bapak tua.“Bapak tidak apa-apa?” tanya Davita kepada bapak tua tersebut.Bapak tua tersenyum menggeleng. “Tidak apa-apa, Nak. Terima kasih sudah membantu.”“Tangan Bapak berdarah, sebaiknya diobati dulu,” ucap Davita sopan.“Tidak usah, Nak. Ini hanya luka kecil, nanti juga sembuh sendiri, ha-ha.”“Cih, tak disangka, setelah memutuskan cerai dengan Gino, kamu